21. Jangan Membenciku

947 122 9
                                    

Udah gak sabar buat namatin book ini. Temenku juga bilang buat cepet namatin cerita ini biar aku baik-baik aja terus soalnya dia tau kalo aku nulis book ini berarti aku sedang gak baik-baik aja.

Anyways happy reading guys... 🍒

***

Aku tidak pernah menyangka jika malam ini akan menjadi awal dari mimpi buruk yang menimpaku dalam hidupku. Niat awalku untuk menjaga David yang sedang terserang demam berakhir dengan petaka yang selama ini ku hindari.

Vano terus menyeretku tanpa memberikanku ruang untuk berjalan dengan tenang. Langkahnya yang lebar membuatku terseok mengikuti dibelakangnya.

"Van... Ku mohon lepaskan... Ini sangat sakit..." Pintaku sembari mencoba melepaskan cengkraman erat Vano pada tanganku yang sialnya sia-sia.

Ia tidak menghiraukan rintihanku. Vano tetap menarikku hingga memasuki kamar kami.

Ohh tidak..... Ingatan pemerkosaan waktu itu terlintas dibenakku. Aku sungguh ketakutan, aku takut jika Vano akan memperlakukanku seperti saat itu mengingat ia berada di tingkat emosi yang sama.

Tanpa terasa air mataku turun perlahan. Rasa takut segera menghantuiku. Segala perlakuan kasar dan bentakan Vano memberikan dampak pada mentalku yang seketika menciut.

Vano melepaskan cengkramannya dengan mendorong tubuhku hingga membuatku berjarak beberapa langkah dengannya.

"Maafkan aku Van.... Ku mohon jangan menghukumku..." Ucapku sembari menutup kedua telingaku.

"Aku bersalah... Maafkan aku...."

Aku merasa tidak melakukan suatu hal yang salah. Tapi aku tetap mengucapkannya seolah itu memang kesalahanku. Aku melalukannya agar dapat meredam amarah Vano yang ternyata tidak seperti dugaanku.

"KAU MEMANG TIDAK PERNAH MENGANGGAP YANG KU UCAPKAN ITU PENTING"

Ya, dia kembali berteriak, Itulah mengapa aku menutup telingaku sebelumnya.

"Aku hanya menolongnya Van.... David sedang sakit..." Balasku dengan memperlebar jarak kami.

"Sekarang aku sadar bahwa kau tidak mencintaiku sebesar aku mencintaimu" Matanya menatapku seolah hendak mengulitiku.

"Kau salah Van... , aku teramat sangat mencintaimu... Tidak ada seorangpun yang menggantikanmu dalam hatiku..."

"Omong kosong..!! Jika seperti itu perasaanmu kenapa kau tetap berhubungan dengannya disaat aku sudah memintamu untuk menjauhinya hah..!!"

"LALU AKU HARUS BAGAIMANA VAN...!! AKU HARUS BAGAIMANA? APAKAH AKU HARUS DIAM SAJA MELIHAT SESEORANG SEDANG KESAKITAN? DIMANA HATI NURANIMU..?!"

Ya... Akhirnya emosiku meledak. Aku sudah tidak tahan untuk tetap sabar menghadapi sikap Vano yang sesuka hatinya.

"KENAPA MENCINTAIMU SEMENYAKITKAN INI VAN? KENAPA?" Lelehan panas semakin turun membasahi pipiku.

"Cintamu itu sakit Van... Kau hanya mementingkan perasaanmu sendiri. Hubungan ini tumpang tindih..." Lanjutku lirih dengan air mata yang setia menemaniku.

"Apa yang sedang kau coba ucapkan?" Tanya Vano datar.

"Aku lelah dengan semua ini Van.... Semua sudah berakhir. Mari kita akhiri semuanya karena aku sudah lelah"

"Beraninya kau berbicara seperti itu Jane" Desisnya tajam. Raut wajahnya terlihat mengeras dan kedua tangannya mengepal erat.

"Kenapa? Kau tak suka? Aku benar-benar lelah dengan sifatmu Van. Aku lelah dengan perilakumu yang seenaknya. Kau tidak pernah memikirkan perasaanku"

"Diam..!!"

Tidak, aku tidak akan berhenti kali ini. Aku akan mengatakan semuanya. Dengan menatap matanya dan memantapkan diri aku meneruskan ucapanku.

"Kau selalu menyalahkanku atas apa yang bukan kesalahanku. Aku tidak mau terus-terusan diperlakukan seperti itu. Jadi kita akhiri saja hubungan ini. Aku lelah selalu menjadi korban dari sakit mentalmu."

"KU BILANG DIAM SIALAN..!!"

Selanjutnya aku merasakan perih dipipi kiriku. Mataku mengerjap beberapa kali. Otakku mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi hingga tanganku yang memegangi pipiku menyadarkanku jika Vano baru saja menamparku.

Aku menatapnya tak percaya. Mataku memicing melihatnya tak suka. Setelah memperkosaku dan sekarang dia menamparku. Lalu apa? Besok apa lagi yang akan dilakukannya?

Tubuhku beringsut menjauhinya. Kugelengkan kepalaku saat ia berusaha menggapaiku dengan wajah bersalahnya.

"Jane...." Panggilnya lirih.

"Jangan. Jauhkan tanganmu dariku" Ucapku dengan masih memegangi pipiku yang terasa kebas karena tamparannya yang teramat keras.

"Jane maafkan aku..." Genangan air terlihat dipelupuk matanya yang menampilkan raut penyesalan. Vano tidak menyangka emosinya membuat ia dengan keras menampar sang kekasih. "Aku tidak bermaksud untuk..."

"Pergi. Jangan mendekat"

Sayangnya Vano tak mengindahkan ucapanku. Melihat Vano yang urung menghentikan langkahnya mendekatiku membuatku berteriak keras.

"KU BILANG PERGI BRENGSEK..!! AKU MEMBENCIMU...!! SANGAT MEMBENCIMU...!!"

Teriakkanku membuat tubuhnya membeku. Ia menggelengkan kepala dengan tatapan sendunya. "Jangan Jane... Jangan membenciku... Aku mencintaimu... Maafkan aku Jane..."

Vano menangis sekarang. Aku dapat melihat kedua pipinya yang basah. Tapi aku tidak akan melunak dengan air mata itu.

"AKU TIDAK MENCINTAIMU LAGI...!! PERGI..!! AKU TIDAK INGIN MELIHATMU...PERGI..!!"

Ku lemparkan barang-barang didekatku ke arahnya. Sayangnya Vano tetap ditempatnya berada. Ia tidak beranjak sedikitpun membuatnya menerima semua lemparan dariku.

Aku terus melayangkan apapun yang ada didekatku hingga netraku menangkap cairan merah mengalir dari pelipisnya. Tapi aku tak peduli. Aku terus melakukannya agar dia pergi dari hadapanku. Hatiku terlalu sakit untuk peduli dengan apa yang dirasakannya.

"PERGI...!! AKU SANGAT MEMBENCIMU VAN..!!"

"Aku bersalah Jane.... Maafkan aku... Tolong jangan membenciku... Jangan membenciku Jane..." Pintanya dengan penuh penyesalan yang teramat pilu.

1. LOVELY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang