20200803

43 0 0
                                    

Aku khawatir, Mam. Aku nggak bisa berhentiin pikiran ini. Seakan-akan pikiranku udah tersetel otomatis buat mikirin segala hal yang sama sekali nggak bisa kukendaliin.

Isi kepalaku berisik.

Aku khawatir.
Aku takut.
Aku kalut.
Aku cemas.

Ibarat kata es campur semua jadi satu. Bedanya es campur enak, perasaan ini nggak.

Kondisi Mamah nggak memburuk, nggak juga membaik. Aku gak tau harus bersyukur atau marah pada Tuhan karena kondisi Mamah. Gak tau. Aku bermusuhan sama semua orang.

Aku yang harus liat Mamah tidur dengan posisi duduk bersandar waktu itu nggak tega. Nggak kuat. Apalagi dengan usaha Mamah yang susah payah buat nggak batuk hanya karena ingin tertidur lelap.

Sesak Mamah juga kembali dan membuat Mamah harus pakai kanula nasal sebagai bantuan pernafasan.

Air mataku meluber disaat aku harus menahannya. Aku cuman nggak mau Mamah denger aku nangis.

Mamah harus fokus sama pemulihan Mamah. Maka dari itu aku nggak mau Mamah denger aku nangis, takut Mamah kepikiran.

Tapi, maaf, Mam. Aku nggak bisa tahan nangis aku.

Setiap kali aku melihat Mamah kesusahan tidur dan nafas, setiap itu juga aku berdoa sama Tuhan supaya aku aja yang ada di posisi itu.

Demi Tuhan, Mam. Aku gak kuat ngeliat Mamah begitu.

Dan mulai hari ini aku benci keluarga besar Papah, Mam. Maaf.

Aku nggak pernah bisa maafin orang-orang yang ganggu pemulihan Mamah.
Walaupun cuman sesaat.
Walaupun bagi Mamah itu mssalah sepele.
Walaupun bagi Mamah harusnya aku nggak ikut campur.
Tapi mereka udah ngusik Mamah. Aku nggak suka, tapi aku bisa apa, Mam? Dengan umur dan kemampuanku, aku bisa apa? Aku cuman dianggap anak kecil, Mam.

Aku marah.
Aku marah sama semuanya waktu itu.
Aku marah sama kakakku sendiri, Papah, keluarga om dan juga tante. Semua orang yang berasal dari keluarga Papah adalah target kemarahanku.
Tapi aku nggak bisa lampiasin dengan bercerita ke Mamah kayak biasa—kayak dulu. Karena aku tahu itu sama aja ngebuat Mamah kepikiran.

Masalahnya sepele bagi orang-orang. Bagi aku nggak.

Aku berjanji, Mam. Aku berjanji buat cari uang sebanyak-banyaknya. Aku berjanji bikin diri aku kaya gimanapun caranya.

Pegang janji aku, Mam.

Setelah aku kaya, aku akan bawa Mamah sama adek keluar dari rumah itu. Nggak masalah kalau yang lain mau ikut dengan syarat Mamah jauh dari orang-orang yang selalu cari masalah dengan Mamah. Termasuk dari keluarga brengsek tidak tahu diri hanya mementing ego itu.

Demi Tuhan, Mam. Mereka kesusahan, aku tidak akan pernah sudi membantu mereka karena perhitungan saat membantu Mamah.

Itu janjiku, Mam. Itu janjiku.
Dan akan aku tepati sebelum waktu Mamah atau aku habis.

Pasti.

-
-
-

Sekian cerita hari ini. Terima kasih sudah membaca dan maaf jika ada salah kata. See you!✨

Pesan untuk MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang