L A S T

26 1 0
                                    

[3:27AM]

...

Baru saja kembali dari kamar kecil, dan melihat Mamah sudah terbangun dari tidurnya. Alarm memang suka di-set jam segini, terbiasa terbangun ketika mendapat pesanan.

Mamah hanya menatapku dengan nyawa yang belum full. Tidak bertanya. Tumben. Biasanya bertanya mengapa aku belum tidur jam segini. Tapi, untunglah, yang kali ini tidak bertanya. Karena kalau itu terjadi, aku tidak bisa menjawab.

Mam, aku mau cerita.

Akhir-akhir ini, pikiranku rasanya kacau. Aku mau cerita langsung, hanya saja, takut. Aku takut balasan Mamah. Dan aku takut, Mamah enggan punya anak sepertiku.

Mam, maaf.

Aku tidak bisa bercerita sepenuhnya karena takut membebani Mamah. Hanya yang penting dan menurutku tidak teralu berat untuk Mamah dengar.

Maaf.

Akan kucoba rangkai kata-katanya serapih mungkin agar Mamah mengerti.

Mam?

Masih mau membaca? Kalau iya, akan kuteruskan. Jika tidak, lebih baik berhenti, aku tidak mau menyakiti Mamah lebih dalam.

Mam, isi kepalaku itu hanya otak, 'kan? Sebongkah otak yang mempunyai berbagai macam fungsi untuk berpikir, berbicara, dan mengetik seperti sekarang.

Tapi, semuanya kacau sekarang. Aku masih merasa bersyukur bisa berpikir secara rasional dan berbicara jelas dengan Mamah. Bukti bahwa aku masih bisa mempertahankan kewarasanku.

Maaf, Mam. Aku gak bisa ngelakuin saran yang Mamah berikan.

Sulit.

Sulit untuk kulakukan. Aku berusaha untuk tidak memikirkan kata-kata orang seperti yang Mamah bilang. Aku berusaha untuk cuek pada pendapat orang seperti yang Mamah bilang. Aku berusaha untuk meninggalkan pertemanan yang tidak baik seperti yang Mamah bilang.

Tapi, aku hanya menemui kebuntuan. Aku gak tau harus kemana, Mam. Pikiranku kacau. Bahkan sekedar untuk mendengarkan saja terkadang teralihkan ke isi pikiran yang negatif.

Mam, setiap malam, aku merenungi sikapku hari ini. Aku merenungi sikapku di masa lalu. Aku merenungi semua yang sudah terjadi.

Baik 'kan, Mam? Aku merenungi semuanya.

Tapi yang kurenungi hanyalah sisi negatif.

Mam, aku sempat berpikir. Apa aku masih boleh hidup di samping Mamah? Aku merasa gak pantas karena memiliki gangguan pikiran yang berlebihan ini, sementara kakak dan adik-adik punya pikiran normal.

Maaf, kata-katanya terus berputar.

Mam. Aku mau minta maaf, kalau akhir-akhir ini moodku naik turun dan berdampak sama Mamah. Aku juga minta maaf kalau sering ngomong kasar dikala emosi sedang memuncak. Bukan, bukan karena aku beneran marah. Aku hanya ingin melampiaskan agar emosiku tidak melebihi batasnya.

Mam, aku mau jujur. Tiap bulannya, aku merasa aneh sama pikiranku. Memikirkan sesuatu yang tidak ada bentuknya. Merasakan sesuatu yang bahkan tidak bisa aku sentuh. Aku pernah takut akan suatu hal yang tidak jelas. Aku tidak mampu menjelaskannya.

Pertanyaan itu selalu keluar ketika pikiran itu kembali menyerang.

Apa yang kutakutkan?

Tapi, kata "takut" selalu keluar dari bibirku.

Apa yang kutakutkan?

Mam, aku mau nanya sama Mamah. Pantaskah aku berdiri di samping Mamah?

Aku takut, aku di diagnosis yang aneh, dan Mamah menjauhi karena hal itu. Aku takut.

Bahkan aku takut untuk melihat wajahmu Mam ketika hanya meminta izin untuk pergi konsultasi. Tiap menunggu balasanmu, rasanya seperti menunggu untuk dihujamkan pisau. Makanya, kadang kala, setelah izin dan mendengar balasanmu, aku tidak jadi pergi.

Mam, aku lelah untuk menangis tiap malamnya tanpa alasan yang jelas.

Aku juga lelah, mendengar Mamah menyuruhku untuk terus berdoa dan menangis ketika sedang sujud.

Aku bukan orang yang punya iman kuat. Tapi, aku pernah melakukan itu, dan hasilnya nihil. Hanya tenang sesaat, dan detik berikutnya, aku merasakan perasaan itu lagi.

Aku sudah mencoba melakukan semua saran Mamah, tapi gak ada yang berefek baik.

Aku mencoba untuk tetap waras. Tapi, sampai kapan? Sampai kapan akan bertahan?

Mam, kalau suatu saat, aku di diagnosis, apakah Mamah tetap menyayangiku seperti biasanya? Apa Mamah tetap peduli?

Maaf, aku hanya bisa membanggakan Mamah lewat prestasi yang kuraih ketika kelas 11. Hanya sesaat.

Maaf, aku tidak bisa menjadi anak yang baik.

Maaf, aku tidak mampu melaksanakan tugas dari Mamah dengan baik.

Maaf...

-ooo-

Ini salah satu pesanku yang tak pernah tersampaikan kepada Mamah. Sebuah penyesalan yang sangat menampar diriku karena sampai akhir, aku tidak mampu menyampaikan ini pada Mamah.

Pesan untuk MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang