Chapter 7

11.5K 324 5
                                    

"Truth or dare?" Tanya Sara.

"Nope, main yang lain" elak Liam.

"Kenapa? Takut kalah? Apa jangan-jangan ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Cibir Rosa. Tangannya mengangkat gelas menerima sulingan red wine dari Tian.

"Untuk apa saya takut." Mata Liam berputar jengah. Lagi-lagi wanita plagiat itu berhasil memancing amarahnya.

"Kalau gitu buktikan kalau kamu benar-benar tidak takut"

***

"Sampai kapan kamu mau berkutat sama jurnal yang dangkal seperti itu?" Tanya Liam gemas. Dia mendudukkan dirinya di meja sebelah Rosa.

"Kamu pengangguran, ya? Ku lihat sering banget kamu di sini. Mahasiswa bukan, dosen bukan."

Rosa tahu tentu Liam bukan orang seperti itu. Itu semua dapat dilihat dari layar putih Mac book yang menampilkan data-data laporan perusahaan, dan juga kesaksian dari Tian kalau manusia menyebalkan yang sedang duduk di sebelahnya adalah calon penerus perusahaan Maxwell energy.

"Kalau aku pengangguran, berarti kamu miss plagiat"

"Sudah ku bilang, aku bukan plagiat"

"Berarti aku juga bukan pengangguran"

"Terus untuk apa kamu di sini?" Cebik Rosa kesal.

"Nunggu kekasihku"

"Pffft... Kekasih? Memang ada yang mau sama berandalan seperti kamu?" Rosa melarikan pandangan matanya pada sosok pria dengan ikat rambut cepol dari atas ke bawah, berulang-ulang.

"That's none of your business. Kalau kamu, selain sedang ngutip karya orang, sedang apa disini?"

"Lelah aku kasih tahu kamu kalau aku itu bukan plagiat. Sebebal apa sih otak kamu?" Rosa menusuk jidat Liam menggunakan telunjuknya, namum segera di tepis oleh Liam, "Dan untuk jawaban dari pertanyaan kamu barusan, aku nunggu Tian jemput."

"Ada urusan apa Tian jemput kamu?"

"Kencan" jawab seseorang di belakang mereka.

"Tian. Kamu sudah sampai? ayo, kita langsung pergi saja. Malas rasanya aku berurusan sama kakakmu yang bebal ini" Rosa segera membereskan Mac book nya, dan memasukkan nya ke dalam Tote bag.

Tangan Rosa masih menggenggam jemari besar milik Tian. Menariknya tergesa-gesa seolah ingin segera menjauh dari sosok Liam.

***

"Jadi kita ini lagi kencan?" Tanya Rosa. Tangannya masih sibuk mengaduk jus yang baru saja diantar oleh pelayan cafe.

"Kalau dari awal saya ngajak kamu kencan, pasti kamu nolak"

"Memang Sara tidak cemburu kalau nanti dia tahu kamu ajak aku kencan?" Selidiknya

"Tidak ada hubungan antara Sara dengan saya. Dia hanya ku anggap sebagai teman"

"Tapi Sara pernah bilang ke aku kalau dia suka sama kamu. Aku jadi tidak enak. Seolah aku merebut kamu dari dia"

"Kamu tidak perlu pikirkan itu. Pikirkan saja hubungan kita kedepan mau seperti apa" jawab Tian tenang.

Memang sejak pertamakali netra mereka bertemu, Tian sudah memutuskan untuk memiliki Rosa. Bagaimanapun caranya.

Meski harus melawan kakaknya sendiri.

***

"Liam... Tian di... Mana?" Tanya wanita berdress merah itu tersengal-sengal. Warna wajahnya berubah. Sekelilingnya pung terlihat berputar.

"Kamu mabuk. Wajahmu merah. Berapa gelas kamu minum tadi?"

Rosa ingat dengan jelas, dia hanya minum satu gelas. Itupun hanya cocktail buah pemberian Sara.

Sara memang sengaja memberi itu dan mencampurnya dengan serbuk ekstasi. Hal itu berhasil membuat dirinya terbang.

"Liam.. badanku panas.." bagaikan ribuan jarum menancap di tubuhnya. Tak hanya panas, tubuhnya pun terasa dingin secara bersamaan.

Melihat itu Liam khawatir hingga mengajaknya pulang, "Kita pulang sekarang."

***

Selama dalam perjalanan, Rosa terus meracau. Menyebut-nyebut nama Liam. Suara seraknya terdengar menggairahkan, membuat Liam meremang.

"Liam.. Liam.. nggh" dari ujung matanya, Liam dapat melihat jika Rosa sedang meremas payudaranya sendiri. "Gatal sekali, Liam. Gatal"

Sialan, ada yang menyabotase minumannya. Pikir Liam.

Rosa terlalu polos sehingga kepolosannya membuatnya mudah tertipu.

"Liam.. aku tidak tahan.. ngg"

Sulit bagi Liam berkendara dengan kondisi seperti ini. Satu sisi dia harus berkonsentrasi pada jalan, sisi lain dia tidak mau melewatkan tontonan gratis yang tersaji tepat di sebelahnya.

Keputusannya untuk memilih diet coke di bar tadi ternyata pilihan tepat. Entah kebetulan, tapi dia merasa dia yang akan jadi supir malam itu mengingat Tian dan Sara asyik merefill gelas kosong mereka.

Ford Mustang berwarna merah itu berhenti tepat di sebelah persimpangan. Terlihat countdown angka berwarna merah menyala di atas lampu merah.

Liam sedikit terkejut saat sepasang tangan dingin menelungkup wajahnya. Wanita di hadapannya benar-benar menggairahkan. Entah setengah sadar apa benar-benar tidak sadar.

Bibirnya membengkak bekas digigit oleh dirinya sendiri dan napasnya kian memburu. Entah apa yang ada di pikiran Rosa saat ini.

Tak tahan Liam berlama-lama menunggu Rosa bergerak, dia mengambil inisiatif untuk mendekatkan wajahnya hingga tersisa beberapa senti antara kedua hidung mereka. "Rosalina"

***
-tbc-

In Bed (Maxwell Family #1) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang