Bab 10

252 45 3
                                    

Pasien lelaki separuh baya yang baru masuk ke ruang rawat bagian penyakit dalam itu berteriak - teriak histeris. Dia mengidap skizofrenia. Membuat Joy, Wendy, serta dokter dan perawat yang jaga malam itu terkejut dan heran.

Bagaimana orang yang sakit otaknya bisa nyasar ke bagian ini?

Pasien itu mengeluh ada batu yang menyumbat ususnya dan tidak bisa dikeluarkan bersama tinja.

"Tolong dok, Ada batu di usus ayah saya. Tadi saya melihatnya menelan batu" Ujar sang anak dari pasien tersebut.

"Batunya besar?" Tanya Joy.

"Besar dok. Sebesar ini. " Anak pasien itu menunjukkan ibu jari tangannya.

"Anda percaya ? Kalau sebesar itu mana bisa ditelan?"  Ujar Joy.

"Makanya dia kesakitan dok, tolong suntik dok. Katanya perutnya sakit. "

"Suster, sudah hubungi dokter Song?" Tanya Joy pada perawat. Ekspresinya terlihat bingung karena pasien itu terus saja berteriak-teriak.

"Dokter song mobilnya mogok dok. " Ucap sang perawat.

"Suntik saja dia, Joy - yah. " Tiba-tiba saja suara Wendy terdengar seperti suara malaikat di telinga Joy.

"Biar dia tenang dulu. "

Tanpa basa-basi lagi, dan tanpa menunggu tanggapan dari yang lain, Wendy segera mengambil jarum suntik dan obat penenang.

'Berapa dosis yang harus kuberikan'? Seketika Wendy sejenak berpikir . ' Tubuhnya pendek, kurus. Mungkin berat badannya sama dengan anjing herder dewasa.' Setelah yakin dengan analisanya, Wendy menghampiri pasien gila itu.

Dengan yakin tanpa ragu sedikitpun Wendy membalik tubuh sang pria paruh baya dan menghujamkan jarum spuit 3 ml itu ke pinggulnya.

Semua orang yang melihatnya melongo tak percaya melihat keberanian dan kekasaran yang Wendy lakukan. Maklum saja biasanya pasiennya adalah binatang, bukan manusia.

Pasien itu diam seketika. Tubuhnya merinding gemetar. Wendy membalikkan tubuhnya kembali dengan sebelah tangan. Diacungkan nya jarum suntik pada pasien itu dan matanya menatap tajam kearahnya.

"Diam. " Bentak Wendy dengan nada tegas dan berwibawa. Seperti menyuruh seekor anjing untuk berhenti menyalak.

Keluarga sang pasien hampir saja protes melihat kekasaran yang Wendy lakukan. Tapi obat penenang sudah menunjukkan fungsinya. Pasien itu sudah terlihat tenang dan baik-baik saja. Tidak berani protes, apalagi menjerit seperti tadi.

"Perutnya masih sakit?" Tanya Wendy dengan nada lebih ramah.

Pasien itu menggeleng, membuat Joy dan keluarga pasien, serta perawat menghela nafas lega.

"Pasienmu sudah tenang. Sudah bisa ditangani dengan baik. " Wendy menepuk pelan pundak joy sambil melepaskan senyuman yang terlihat sangat mempesona. Dia membuang jarum suntiknya pada tempat sampah, lalu melenggang pergi meninggalkan Joy tanpa menoleh lagi.

Joy hanya bisa terpana menatap punggung nan gagah itu dengan kagum

___________________________

"Terima kasih, Seungwan. " Sapa Joy Ketika dia masuk ke kamar jaga dan menemukan Wendy sedang memainkan ponselnya.

"Buat apa? " Tanya Wendy menautkan alisnya.

"Menjinakkan pasienku. "

"Oh...pasien gila itu? Dia jadinya dirawat dimana?" Tanya Wendy.

"Di bagian pskiatri. "

"Baguslah. Memang dari harusnya dari awal tempatnya disana. Bukan disini. "

Reality (Wenjoy)*Revisi*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang