Bab 22

259 39 7
                                    

Pintu ruang operasi itu terbuka. Menampilkan dua orang dokter dan tiga orang perawat mengenakan pakaian dan penutup kepala serba biru toska.

Semuanya keluar ruangan itu dengan ekspresi lesu. Empat jam mereka sudah bekerja mencoba menyelamatkan nyawa pasien bernama Son Seungwan.

Tapi...memang takdir berkata lain. Manusia boleh berusaha, tapi semua keputusan pada akhirnya berada ditangan Tuhan.

Hari itu....tepat pukul 07.26 PM, Son Seungwan mengembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya.

Salah satu dokter mengahampiri Taeyeon dan mengusap bahunya pelan.

"Maaf Tuan Son. Tim kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Nyawa putera anda tidak bisa tertolong. "

Dokter itu tertunduk lesu. Merasa sangat bersalah karena dia gagal mengemban tugasnya.

Lutut Taeyeon tertekuk. Tubuhnya terperosok ke bawah lantai rumah sakit yang dingin. Sekelebat memori tentang kenangannya bersama Seungwan kembali terngiang.

Taeyeon masih ingat dengan jelas saat kedua bayi kembarnya lahir. Itu adalah hari paling membahagiakan yang pernah dia rasakan. Berjuta terima kasih ia ucapkan untuk Jessica yang saat itu terkapar lemas usai melahirkan Son Wendy dan Son Seungwan.

Kedua bayinya begitu mungil, lucu nan tampan. Kulitnya bersih putih mirip sekali dengan kulitnya. Waktu pertama melihat mereka Taeyeon berjanji akan menjadi ayah terbaik di dunia. Walaupun pada kenyataanya dia harus gagal mempertahankan rumah tangganya dengan Jessica.

Mantan isterinya itu. Bagaimana reaksinya jika tahu salah satu putera kembar mereka sudah pergi untuk selamanya ? Kuatkah Jessica menghadapi berita ini? Karena Taeyeon tahu cinta Jessica pada kedua putera mereka sama besarnya dengan besar cinta Taeyeon.

Tiffany menatap pilu suaminya yang menangis meraung-raung. Dia tahu perasaan itu karena dia pernah merasakannya. Kehilangan seseorang yang sangat kita cintai.

Yerim dan Yeji di rumah, Tiffany melarang mereka untuk ikut ke rumah sakit.

"Tiff.. Seungwan...dia pergi Tiff. Harusnya biar aku saja yang mati...aku sudah tua. Bukan anak itu. Seungwan masih muda Tiff...masih punya masa depan yang harus dia raih. " Taeyeon bicara tidak jelas karena menahan sesenggukan dan air matanya terus mengalir.

Tiffany hanya mengelus punggung Taeyeon dengan penuh kelembutan. Dia bisa Merasakan duka suaminya. Karena dia juga terluka. Walaupun Seungwan bukan anak kandungnya, tapi dia menyayangi anak itu meskipun Seungwan selalu bersikap dingin.

Seulgi yang sudah mendengar yang dokter katakan ikut tersungkur ke lantai. Walaupun dari kecil mereka tidak akur, tapi Seulgi merasa terpukul atas kepergian adik tirinya. Apalagi belakangan ini adiknya itu sangat ramah. Bahkan tadi pagi mereka bisa bergurau bersama.

Tidakkah Tuhan membenci kalau mereka akur? Sampai-sampai Seungwan harus diambil-Nya sekarang?

Tidak jauh disana teman-teman Sungwan yang masih setia menunggu di rumah sakit itu menatap haru keluarga Seungwan yang menangis berkubang duka.

Joy yang duduk diantara teman-temannya seakan linglung. Masih terngiang jelas kalimat yang baru saja dokter lontarkan.

Maaf Tuan Son. Tim kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Nyawa putera anda tidak bisa tertolong

Kalimat itu lebih sadis daripada tajamnya pedang yang digunakan untuk perang. Kalimat yang menikam hati Joy, menghunus masuk pada titik yang paling dalam.

Son Seungwan. Pria sejuta pesona yang meluluh lantakkan hatinya telah pergi untuk selamanya.

Pria itu tidak akan pernah kembali. Memikirkan hal itu membuat tubuh Joy melemah pasrah. Semua ototnya terasa lemas. Entah karena syok atau karena sedari tadi dia belum makan.

Reality (Wenjoy)*Revisi*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang