Bab 15

277 44 3
                                    

"Buat apa kamu kesini?" Luhan yang sedang menuang masakannya diatas piring berkata ketus pada Wendy yang berkunjung ke kosannya.

"Mmmmm... Baunya sedap sekali." Cetus wendy sambil mengikuti pria itu ke dapur. Dia langsung menarik kursi dan duduk di meja makan tanpa diundang. "Masak apa?"

"Kesini mau numpang makan ? Apa Gadismu tidak bisa masak?" Sindir Luhan pedas.

'Astaga, cemburuan sekali' seperti wanita sungguhan' batin Wendy dalam hati.

"Pasti tidak seenak masakanmu, sayang. " Padahal Wendy tidak pernah mencicipi masakan pria bencong itu. Kalau saja tidak karena Seungwan, ogah dia menemui Luhan .

'Brakkkk....'

Mata wendy terbelalak sempurna. Jantungnya kaget setengah mati saat Luhan melempar piring yang berisi masakan itu ke tempat sampah.

"Makanlah. " Ucap Luhan emosional.

" Kamu pantas makan makanan sampah. "

Tanpa menoleh lagi, Luhan meninggalkan Wendy dan masuk ke kamar tidurnya. Pintunya ia banting sekeras-kerasnya membuat Wendy bertambah kaget. Jantungnya hampir saja copot dari tempatnya.

Sambil menghela nafas panjang, Wendy menghampiri kamar Luhan. Dia ketuk pintu kamar itu secara pelan. Takut Luhan murka lagi.

"Luhan, boleh aku masuk?"

"Kenapa bertanya ? Biasanya juga tidak pernah minta izin. " Sarkas Luhan begitu dingin.

Dengan hati-hati Wendy membuka pintu ber cat abu-abu itu, dilihatnya sang pria gemulai menghisap batang rokoknya diatas kasur dengan bertelanjang dada. "

"Aku ingin minta maaf, Luhan ah. "

"Untuk apa? Karena selingkuh dengan gadis cantik dan seksi itu?" Ucap Luhan datar sekali.

"Gadis yang mana?"

"Jangan berlagak bodoh, seungwan. Kamu fikir aku tidak tahu?"

"Aku tidak mau menyakitimu, Luhan. " Nada suara wendy lembut. Sama seperti saat dia merayu seorang gadis.

"Kamu sudah menyakitiku, Seungwan. " Luhan sedikit terisak. Sedikit lucu karena sambil mengemut ujung batang rokoknya.

Rasanya Wendy ingin mengatakan yang sebenarnya. Tapi nanti semua akan kacau.

"Berhari-hari aku menunggumu datang kesini, biasanya kamu selalu mengajakku berkencan. Setiap malam aku merindukanmu, kamu tidak pernah mengabariku. Bahkan telpon dan pesanku kamu abaikan!!! Saat aku sudah tidak bisa lagi menahan rinduku, aku mencarimu. Lalu apa yang kulihat?.. kamu malah bermesraan dengan gadis itu?"

"Luhan, maafkan aku. " Ucap Wendy tulus.

Luhan mendekat ke arah Wendy dan memeluknya secara paksa. Dia tangkup wajahnya berusaha mencium Wendy tepat di bibirnya. Secara reflek Wendy mendorong pria itu hingga jatuh terjerembab di kasur.

"Apa maksudnya ini, wan?" Sahutnya menahan marah. " Apakah kamu sudah jijik denganku?"

"Aku tidak ingin menyakitimu. " Keluh Wendy serba salah. Untung dia masih bisa mengontrol diri, kalau tidak dia sudah tonjok muka Luhan karena berani mencoba mencipoknya.

"Aku tidak ingin menyakitimu. Lebih baik kita berpisah untuk sementara. " Sahut Wendy .

"Memberimu waktu memilih antara aku dan dia?" Luhan berkata sinis dan membanting vas bunga yang berada di atas nakasnya.

"Aku tidak ingin bertengkar, Luhan. Lebih baik aku pergi. "

"Pergi dan jangan pernah kembali kesini." Desis Luhan sambil membelakangi Wendy.

Reality (Wenjoy)*Revisi*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang