"Mau makan apa?" tanyaku saat aku dan Lily sedang berada di dalam mobil.
Lily melirik ke arahku sebentar. "Terserah Om," jawabnya singkat. Bertahun-tahun aku mengenalnya, jawaban yang paling sering dia ucapkan adalah kata terserah.
Mataku melihat di depan sana ada sebuah restauran cepat saji. "Kita makan itu aja ya?" ucapku sambil menunjuk ke arah restauran itu. Lily hanya mengangguk saja.
Aku menyuruh Lily untuk mencari tempat duduk untuk kami, sedangkan aku memesan makanan.
Beberapa saat kemudian, aku dan Lily makan bersama. Aku mengamati perempuan di hadapanku, dia makan dengan meminggirkan kulit ayam miliknya. Bukannya dia tidak suka, dia sangat suka bagian itu, dan memilih makannya diakhir. Lily memang tidak pernah berubah.
Aku memindahkan kulit ayam milikku ke piringnya. Dia hanya menggeleng, menolak pemberianku. "Itu kan punya Om Mahen," dia menunjuk kulit ayam dimiliknya, "ini punya Lily."
"Punya aku buat kamu aja."
Dia tetap menggeleng. "Kata Papa, enggak boleh serakah. Lily makan bagian Lily aja," jawabnya dengan begitu polos. Aku hanya terkekeh sambil mengangguk.
Kami makan kembali dalam hening. "Wisuda kelulusannya jam berapa?" tanyaku saat kami sudah menyelesaikan kegiatan makan kami.
"Jam sembilan."
"Nanti aku jemput, kita berangkat bareng ya."
Lily menggeleng. "Lily bareng Papa sama Mama."
"Sakti enggak diajak?"
"Nanti dia nyusul."
"Aku bareng Mas Sakti." Dan kali ini Lily tidak memberikan penolakan.
Aku dan Lily bergegas kembali ke mobil. Kami harus segera pulang karena waktu sudah petang. Aku tadi izin ke Bima akan pulang pada jam enam. Sekarang sudah jam setengah enam.
"Dua hari lagi, kamu ada acara ga?"
"Enggak."
Dengan keadaan yang masih menyetir, sebelah tanganku menggapai undangan yang ada di laci mobil lalu menyerahkan ke Lily. "Temani aku ke kondangan itu ya," ajakku, berharap kalau Lily dapat menyetujuinya.
"Tante Ria?" tanyanya bingung, aku mengangguk menjawabnya.
"Ini kan temannya Mama. Aku disuruh ikut pergi ke sana bareng Papa, Mama, dan Mas Sakti." Lily anak yang penurut. Dia lebih mementingkan dan menuruti perintah dari keluarganya.
"Oh begitu ya," nadaku merendah, "aku cuma enggak punya partner buat diajak, Li." Semenjak aku memutuskan hubungan dengan Laila. Aku tidak pernah lagi menjalin hubungan asmara dengan perempuan manapun.
"Nikah, Om."
"Iya, dari dulu kan nungguin kamu lulus SMA dulu baru nikah," ucapku santai.
Lily menaikan sebelah alisnya. Dia menatapku dengan tatapan datarnya. Mungkin dia tidak mengerti dengan apa yang aku bicarakan. "Li," panggiku.
"Hm."
"Kalau aku cinta sama kamu, gimana?" tanyaku langsung kepada intinya.
Cuma bersama Lily hatiku kembali merasakan yang namanya cinta. Bertahun-tahun hidupku hampa dan kembali berwarna karena Lily.
Mungkin aku terlihat pedofil karena umur kami yang terpaut jauh. Aku sudah berusaha melawan rasa cinta ini, aku coba meyakinkan kalau hal ini salah.
Namun, sampai saat ini aku tidak bisa. Tidak bisa melawan rasa cinta ini dan tidak bisa meyakinkan diriku kalau ini salah. Aku tidak tahu letak kesalahannya dimana. Menikah dengan perbedaan usia yang jauh menurutku bukan sebuah kesalahan.
"Aku cinta kamu, Li." Setelah sekian lama aku menahan rasa ini, pada hari ini lah aku mengatakannya.
"Ya enggak gimana-gimana," jawabnya dengan begitu tenang. Dia tidak tahu kalau semalaman aku menguatkan diriku untuk mengatakan ini.
"Aku selama ini menunggu kamu," ucapku lagi. Berusaha agar mendapatkan respons yang lebih serius, tapi tampaknya Lily tetap acuh.
"Lily enggak minta ditunggu," jawabannya benar-benar membuat diriku menghela napas. Aku sudah dekat dengannya sedari dia bayi, tetapi sikapnya masih saja dingin seperti ini.
Aku memilih diam sampai mobilku berhenti di depan rumahnya. Dia menyelempangkan tasnya lalu bersiap untuk keluar. "Li," panggilku lagi.
Dia berhenti membuka gagang pintu lalu menoleh ke arahku. "Aku serius. Aku cinta sama kamu," dia tidak bergeming, "aku sayang kamu. Lebih dari rasa sayang om ke keponakannya. Lebih dari rasa sayang kakak ke adiknya. Aku mandang kamu bukanlah gadis kecil lagi, aku mandang kamu seorang wanita."
"Iya," dia membuka pintu mobil, "Lily masuk dulu, terima kasih ya Om."
Dia masih tidak merespons mengakuanku.
Bersambung
Cerita ini sudah tersedia dalam versi fullnya.Teruntuk yang mau baca cepat, aku udah publish satu buku full di Karyakarsa.
Hanya dengan Rp39.000 kalian bisa akses semua itu, tanpa menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Girl and Our Wedding
RomanceGadis kecil yang dingin menikah dengan pria dewasa yang super hangat.