45 | Sadness

24.4K 1.8K 122
                                    

▪️▪️▪️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▪️▪️▪️

Sang Surya kini telah menampakkan wujudnya dan cahayanya memasuki celah-celah jendela kamar seorang gadis yang masih meringkuk di tempat tidur. Dari tadi pagi Raya belum berniat beranjak dari sana, matanya sembab karena menangis semalaman.

Merenungi tentang masalah yang selalu menimpa dirinya selama ini. Terkadang ia berpikir, apa dia tidak ditakdirkan untuk bahagia walaupun sebentar saja? Kapan dia akan bahagia? Kenapa nasib hidupnya tidak seperti anak SMA kebanyakan? Pikiran ini yang selalu mengitari kepalanya.

Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju ke kamar mandi, cukup lama ia berada di dalam sana.

Setelah selesai mandi kini perutnya yang bermasalah. Ia lapar, tentu saja karena ia belum makan sejak pulang dari rumah sakit kemarin. Berhubung hari ini adalah hari Minggu jadi ia bisa bersantai di rumah.

"Bi, bibi udah masak belum?" ucap Raya parau saat sudah berada di ruang makan.

"Eh Non Raya, Non Raya sakit ya, kok pucet gitu?" tanya Bibi khawatir.

Raya menggeleng. "Nggak kok bi, ini paling gara-gara kecapean aja. Bibi gak usah khawatir."

"Ya udah kalau gitu, Non Raya tunggu sebentar ya, bibi masakin dulu. Tadi bibi baru aja balik dari pasar jadi belum sempet masak," ujar bibi tak enak.

"Iya bi, gak papa kok. Raya makan roti dulu aja." Raya berjalan menuju meja.

Dia mengambil dua lembar roti lalu mengoleskannya dengan selai coklat lalu mulai memakannya, tiba-tiba ponsel yang dibawanya berdering. Di sana tertera nama Angkasa. Sebenarnya ia malas untuk mengangkatnya, tetapi karena Angkasa menghubunginya berulang kali, akhirnya ia menerima panggilan itu.

"Kenapa?" tanya Raya datar. Entah mengapa sejak mendengar penuturan dari kakek Angkasa waktu itu dia masih ragu dengan Angkasa yang benar-benar mencintainya atau hanya sebatas kasihan saja. Di tambah lagi dengan fakta salah satu keluarga dari kekasihnya itu adalah pembunuh ibunya sendiri.

"Pagi sayang," ucap Angkasa terdengar lembut dari ponsel.

"Hmm, pagi."

"Gimana keadaan kamu, Ra? Aku ke sana sekarang ya, nemenin kamu di rumah."

"Gak usah, aku lagi pengen sendiri."

"Kamu udah sarapan? Aku beliin kamu makanan ya?"

"Aku lagi sarapan, kamu gak usah ke sini, Sa. Kamu gak perlu sok-sokan peduli gitu ke aku," ujar Raya lalu mengakhiri panggilannya.

Di tempatnya Angkasa mengerutkan keningnya heran. Mengapa sejak kemarin Raya seperti berubah. Apakah dia berbuat salah?

Ini tidak bisa dibiarkan, dengan segera ia menyambar kunci motornya di atas meja lalu keluar dari apartemennya untuk menuju ke rumah kekasihnya.

ANGKASARAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang