Aku ingin tertidur sekarang juga. Saat bangun nanti, kuharap aku tidak ingat hal-hal buruk dan menyakitkan yang terjadi padaku.
Tangan Zeva gemetaran. Walaupun ia ingin segera pergi dari situ, tubuhnya terasa sangat sulit digerakkan seperti tertimpa benda yang sangat berat.
Tenang, Zeva. Belum tentu Keenan itu si Misterius. Memangnya yang bisa menulis tegak bersambung hanya satu orang?
Tapi, Zeva tetap tak bisa memungkiri tulisan mereka berdua benar-benar mirip. Tarikannya dan kemiringannya. Semua orang memang bisa menulis tegak bersambung tapi hasilnya berbeda. Tulisan si Misterius mirip dengan tulisan Risa, lalu tulisan Keenan mirip dengan tulisan si Misterius. Apa maksudnya ini?
Zeva memang menduga si Misterius ada di dekatnya, tapi tidak sedekat ini. Setelah Zeva pikir-pikir lagi, Keenan tahu ia pergi ke Bandung. Keenan tahu kegiatan sehari-hari Zeva. Mereka juga kenal dekat sejak dua bulan yang lalu. Seminggu setelah mengenal Keenan, surat misterius itu datang. Zeva benci mengakui semua kebetulan ini.
"Nan... gu-gue balik dulu," Zeva mengatakannya dengan terbata-bata. Sial. Padahal, Zeva tidak mau membuat Keenan curiga dirinya sudah tahu identitas asli si Misterius.
"Gue antar ya," tawar Keenan.
Zeva menggeleng. Ia buru-buru memasukkan semua barangnya ke dalam tas. "Lo kan masih belajar," tukasnya. Tanpa menunggu jawaban dari Keenan, Zeva langsung pergi dari perpustakaan.
Keenan yang merasa Zeva bersikap aneh segera mengejar gadis itu. "Tunggu, Zev!"
Sadar Keenan mengejarnya, Zeva berlari sekencang mungkin. Sekolah sangat sepi karena jam pulang sudah lama lewat.
Pokoknya gue nggak boleh mati sekarang. Gue harus punya lima anak dulu sama Pak Gibran.
Zeva terus berlari sampai keluar dari kompleks sekolah, melewati toko roti David, lalu sampai di jalan raya yang cukup ramai. Ia segera memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. "Ngebut, Pak!" perintah Zeva kepada supir taksi.
***
Dua puluh menit kemudian, taksi yang ditumpangi Zeva sampai di rumah dua tingkat bergaya modern. Di belakangnya, ada kolam renang. Besar rumah itu hampir sama dengan rumah orang tua Zeva di Bandung.
Tentu saja ini bukan rumah yang Zeva tinggali selama di Jakarta. Siapa juga yang mau tinggal di rumah besar sendirian?
Cukup membunyikan bel sekali, seseorang yang sudah tak asing lagi bagi Zeva membukakan pintu. "Zeva?" Kiran heran sekaligus kaget dengan kedatangan Zeva di rumahnya. Sebelum disibukkan dengan berbagai pelajaran dan kegiatan di semester dua kelas sebelas, Zeva memang sering berkunjung dan menginap di rumah Kiran.
"Kenapa ke sini?" tanya Kiran setelah mempersilahkan Zeva masuk.
"Nggak senang lihat sahabat lo yang cantik ini datang?" Zeva menggembungkan pipinya, pura-pura ngambek. Dua puluh menit yang lalu, ia berlari ketakutan. Tapi, sekarang, ia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Kiran tak tahu menahu tentang masa lalunya apalagi tentang si Misterius.
"Bukan gitu. Lo nggak ngabarin dulu jadi karpet merahnya belum gue siapin." Canda Kiran. "Lo baru pulang dari sekolah ya?" ia mengamati Zeva yang masih memakai seragam dan tas ransel. Menurut Kiran, Zeva terlihat agak kusut dan lelah. Padahal, hari ini nggak ada pelajaran olahraga di kelas mereka.
"Iya, gue lagi belajar buat olimpiade ekonomi." Jawab Zeva. Tanpa Zeva beri tahu pun, Kiran sebenarnya sudah tahu.
"Kalau lo pasti bisa ngewakilin sekolah kita," ujar Kiran jujur.
![](https://img.wattpad.com/cover/242313980-288-k26046.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret [Akan Diterbitkan]
Подростковая литература"Kamu sebenarnya ke sekolah untuk mengejar masa depan atau mengejar saya?" tanya Gibran sarkastis. "Bapak kan masa depan saya." Jawab Zeva. *** Zevanya Fidelya adalah gadis kelas dua SMA yang terlihat sempurna di mata orang lain. Ia cantik, pintar...