Chapter 5

5.7K 362 29
                                    

Apa kamu masih bisa menerimaku jika tahu aku melakukan hal yang sangat buruk di masa lalu?


"Lo duduk aja disana, Zev. Biar gue yang bersihin wc." Ujar Keenan seraya menunjuk kursi besi yang berada tak jauh dari mereka.

Zeva menggeleng. "Nggak, Nan. Kita bagi dua. Gue bersihin wc perempuan, lo yang laki-laki."

"Kenapa? Cemburu ya kalau gue nggak sengaja ngintip perempuan lain?" Keenan tertawa, kegeeran. Karena Zeva mau menemaninya ke toko buku, Keenan jadi terlalu percaya diri. Belum tahu saja Keenan kalau tadi dirinya dimanfaatkan Zeva.

"Errrr... orang-orang kan udah pada balik." Zeva sedikit ilfeel pada Keenan padahal Zeva sendiri sering kelewatan percaya dirinya.

Karena Keenan terus memaksa, Zeva pun akhirnya duduk di kursi besi yang menghadap ke parkiran. Parkiran terlihat sepi karena sekarang sudah lewat jam pulang sekolah. Tak sengaja, mata Zeva menangkap sepasang laki-laki dan perempuan sedang berjalan bersisian menuju parkiran.

Harusnya sebelum tahapan makan bareng, ada tahapan pulang bareng. Blog sialan! Tahapan mendapatkan hati pria nya ada yang ketinggalan! Pantes gue gagal! Gerutu Zeva.

"Eh, tunggu dulu..." Zeva memperhatikan dua orang yang sedang berjalan ke parkiran itu baik-baik. "... Itu kan Pak Gibran sama Rachel!" buru-buru Zeva berlari ke parkiran. Ia mau memastikan penglihatannya tak salah sekaligus mencakar Rachel kalau yang bersama Gibran itu benar-benar Rachel.

Tapi, terlambat. Mereka berdua sudah naik ke dalam mobil, melaju meninggalkan parkiran sekolah. Zeva mengusap keringat di dahinya. Dari kemeja garis-garisnya dan dari caranya berjalan, ia yakin sekali laki-laki itu Gibran. Tapi, gadis itu ... ntah Rachel atau bukan. Yang jelas, gadis itu menggunakan seragam sekolah dan rambutnya diikat menggunakan pita norak berwarna ungu.

"Siapapun cewek itu, dia nggak bisa ngalahin gue. Gue yang bakal dapetin hati Pak Gibran karena gue yang paling cantik di sekolah ini!" tekad Zeva. Kalau sudah bertekad, Zeva akan meraih hal yang dia inginkan bagaimanapun caranya.

***

Setelah menyelesaikan hukuman mereka hari ini, Keenan mengantar Zeva ke pulang ke rumah. "Jadi, lo tinggal disini sendiri ya?" tanya Keenan sambil menatap rumah dengan pekarangan yang cukup luas di hadapannya.

Zeva mengangguk singkat lalu ia teringat janjinya menemani Keenan ke toko buku. "Besok aja ya kita ke toko buku?"

Bagi Keenan, mengantar Zeva ke rumah saja sudah lebih dari cukup. Lagipula, ia pikir hari ini bukan hari yang tepat untuk jalan dengan Zeva. Gadis itu terlihat badmood saat selesai membersihkan wc. Padahal, Keenan sudah menyuruh Zeva untuk duduk saja tapi ntah sejak kapan gadis itu membersihkan wc perempuan.

Zeva sendiri sangat kesal saat melihat Gibran pulang dengan perempuan lain. Menurut Zeva, tidak ada perempuan yang lebih cantik darinya di sekolah. Apa mata Gibran itu rabunnya sudah sangat parah sampai tidak bisa lagi melihat mana yang lebih cantik? Saat itu, Zeva ingin cepat-cepat pulang tapi hukumannya masih belum selesai. Ia pun bergegas membersihkan wc perempuan.

"Maaf ya, Nan. Gara-gara permintaan konyol gue, lo jadi dihukum." Ucap Zeva, merasa bersalah pada Keenan.

"Nggak masalah, Zev. Gue bersyukur banget dapet hukuman dari Pak Aris. Gue bisa lebih dekat lagi sama lo. Mungkin benar yang dibilang Pak Aris, jangan-jangan kita jodoh." Keenan terkekeh pelan.

Zeva menyerngitkan dahinya. Sinting nih cowok! Masa bersyukur dapet hukuman bersihin wc? Mana wc lantai satu itu yang paling sering digunain, paling bau, dan paling banyak yang ngambang-ngambang. Ew!

"By the way, lo nggak takut tinggal sendirian disini?" tanya Keenan lagi. Cowok itu merasa khawatir dengan fakta Zeva tinggal sendirian.

Gue lebih takut tinggal sama orang tua gue, jawab Zeva dalam hati. Tapi, jawaban itu tak mungkin ia sampaikan kepada Keenan. "Ngapain takut? Gue juga mau kuliah di luar negeri nanti, lebih jauh lagi dari orang tua gue." Kata Zeva sambil memaksakan senyumannya.

***

Zeva sedang menonton film pembunuhan saat surat itu datang. Lagi-lagi suratnya menggunakan amplop hitam dan tulisan khas orang tua.

Percaya atau tidak, Zeva memang menunggu surat selanjutnya dari 'si Misterius'. Ia yang sudah menduga buket bunga mawar hitam itu bukanlah 'kiriman' terakhir cepat-cepat membaca isi surat.

Kamu sedang diawasi.

Bukannya bergidik ngeri seperti saat membaca surat sebelumnya, Zeva malah tertawa getir. Diawasi? Orang ini pasti sedang membual. Zeva sudah pindah kota. Ia meninggalkan keluarga, teman, dan sekolahnya demi menghindari kasus satu setengah tahun yang lalu dan apapun yang berkaitan dengan itu.

Zeva menatap surat dengan amplop berwarna hitam yang dikirim oleh si Misterius. Ia tahu gadis itu menyukai warna hitam. Semua orang juga tahu. Siapapun yang menggunakan kematian gadis itu untuk menakut-nakuti dan mengancam Zeva akan menerima balasan. Walaupun si Misterius adalah sahabat baik atau orang yang pernah Zeva sukai, Zeva tak akan memaafkannya.

Zeva memang sudah membunuh gadis itu. Tapi, gadis itu memang harus mati untuk menebus kesalahannya.

***


Ada yang bisa nebak si Misterius itu siapa?

Kasih tahu tebakan kalian ke aku yaa☺️

Dark Secret [Akan Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang