Kringggg
Bel istirahat berbunyi. Para murid berhamburan menuju ke kantin, termasuk tiga orang gadis yang sudah bersahabat selama hampir tiga tahun itu. Mereka bertiga adalah siswi paling cantik, populer, dan pintar di sekolah. Tapi, yang paling menonjol di antara mereka adalah gadis berambut panjang yang senyumnya bisa melelehkan hati siapa pun.
"Zeva!" Risa menepuk bahu milik gadis berambut panjang itu. "Aku ke toilet dulu, kamu sama Aura duluan aja ke kantin."
"Ya udah, cari kami di tempat bakso. Kalau nggak ada, berarti kami lagi beli pop ice." Ujar Zeva. Tanpa diberi tahu pun, Risa sebenarnya sudah tahu. Risa tahu semuanya tentang Zeva. Risa tahu apa yang Zeva suka dan tidak suka, kebiasannya, dan caranya melakukan sesuatu. Di suatu titik, Risa bahkan bisa menebak reaksi Zeva terhadap suatu hal.
Kantin sangat ramai siang ini. Mamang bakso dikelilingi murid yang tidak mau antrian saat memesan. Aura memutuskan untuk makan yang lain, sementara Zeva tak mau menyerah. Bakso sudah menjadi makanan pokoknya.
Saat Zeva ingin memesan, seperti ada orang yang sengaja mendorongnya hingga ia jatuh tengkurap. Orang di sekitar hanya menonton, satu-dua tertawa. Aura sedang memesan makanan di tempat lain sedangkan Risa yang selalu melindunginya sedang tidak ada.
"Kamu nggak apa-apa?" seseorang datang menolong Zeva berdiri. Ia terdengar khawatir.
"E-efan..." Zeva seperti kehilangan seluruh kosa kata saat cowok yang disukainya sedang ada di hadapannya. Ia tak menyangka akhirnya bisa berbicara dengan Efan karena situasi memalukan seperti ini. Seharusnya, Efan mengajaknya berbicara karena ia memenangkan olimpiade atau kontes kecantikan. Bukan karena jatuh tengkurap di tengah kantin.
"Murid sepopuler kamu ternyata mengenalku, ya." Tutur Efan sambil terkekeh pelan. Zeva merasa pipinya menghangat melihat senyum Efan.
"Kebetulan saja karena kelas kita sebelahan!" sanggah Zeva, tak mau ketahuan selama ini ia memperhatikan Efan.
Efan tak menanggapi ucapan Zeva, fokusnya tertuju kepada hal lain. "Kamu tadi mau pesan bakso, kan? Biar aku yang pesanin, kamu duduk aja di sana." Kata Efan sambil menunjuk bangku kosong yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Zeva menganggukkan kepalanya dengan kaku. Lalu, ia duduk di tempat yang Efan tunjuk. Tak berapa lama, Efan membawakan semangkuk bakso. Cowok itu susah payah berdesakan memesan bakso untuk Zeva. Saat itu, Zeva pikir perasaannya sudah terbalaskan.
***
"Kok seragammu kotor begitu? Kamu tadi jatuh, ya?!" Risa langsung khawatir begitu melihat baju seragam Zeva yang tadinya putih bersih kini agak kotor dan lecek. Tanpa perlu mendengar jawaban dari Zeva, Risa langsung melotot ke arah Aura. "Cuma sebentar nggak bisa jagain Zeva, huh?"
Aura yang dituduh seperti itu langsung kesal. "Memangnya Zeva itu anak bayi yang harus selalu kulihatin?" cibirnya.
"Bukan begitu, tapi Zeva orangnya selalu berhati-hati. Kalau dia lagi nggak buru-buru, dia nggak akan tersandung dan jatuh." Jelas Risa. Ia sangat kesal, berbeda dengan Risa yang biasanya terlihat sangat tenang.
Zeva terperangah mendengar penjelasan Risa. Risa seperti lebih mengenalnya dibanding dirinya sendiri.
Aura yang hendak protes langsung terdiam begitu mendengar kalimat Risa selanjutnya. "Zeva, tadi ada orang yang sengaja mendorongmu kan?" tebak Risa. Gadis berkulit putih pucat itu terlihat khawatir. Ia juga siap meluapkan amarahnya jika tahu siapa yang telah mendorong Zeva.
Zeva tak mengeluarkan suara. Risa sudah tahu Zeva akan bungkam. Ia mengenal Zeva lebih dari siapapun, bahkan melebihi Zeva sendiri.
"Tapi, siapa? Kita sudah kelas sembilan. Kakak kelas sok cantik itu sudah tamat tahun lalu!" celetuk Aura panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret [Akan Diterbitkan]
Teen Fiction"Kamu sebenarnya ke sekolah untuk mengejar masa depan atau mengejar saya?" tanya Gibran sarkastis. "Bapak kan masa depan saya." Jawab Zeva. *** Zevanya Fidelya adalah gadis kelas dua SMA yang terlihat sempurna di mata orang lain. Ia cantik, pintar...