"Kenapa sih kamu suka mawar hitam? Mawar merah atau bunga matahari jauh lebih cantik dibanding mawar hitam," kata Zeva kepada gadis berkulit putih pucat yang sedang memakai sweater bergambar mawar hitam. Sweater itu juga yang dipakai oleh si gadis saat hari kematiannya.
Gadis itu tersenyum. "Kamu tahu arti mawar hitam?"
"Apa artinya?" Zeva balik bertanya.
"Kematian," jawab gadis itu dengan ekspresi datar yang mengerikan. "Mawar hitam mengingatkan kematian itu sangat dekat dari kita,"
Zeva terus menatap buket bunga mawar hitam yang ada di genggamannya. Di dalam buket itu, ada sebuah surat dengan amplop kecil berwarna hitam yang bertuliskan 'Kamu tidak berhak bahagia'. Lagi-lagi tulisan itu adalah tulisan tegak bersambung khas orang tua.
Walaupun sering mendapat buket bunga dari orang-orang yang menyukainya, Zeva belum pernah mendapatkan buket bunga mawar hitam. Siapapun yang mengirim buket bunga mawar hitam ini pastilah bukan salah satu dari orang-orang yang menyukainya. Pengirim buket ini sama sekali tidak bermaksud baik.
Meskipun tidak ada nama pengirimnya, Zeva yakin sekali bunga ini adalah 'lanjutan' dari surat tanpa nama yang ia terima sebulan yang lalu. Orang yang mengirim bunga ini dan surat tanpa nama pastilah orang yang sama.
Apa orang yang mengirim buket ini ingin mengancam Zeva dengan mengatakan kalau kematian Zeva sudah dekat?
Sebelum memikirkan apa maksud si pengirim, Zeva harus memikirkan siapa sebenarnya yang mengirim benda-benda ini. Tidak mungkin gadis itu yang mengirimnya. Zeva melihat sendiri tubuh gadis itu terbujur kaku dan kulit putih pucatnya terlihat makin pucat. Dia sudah tak bernafas lagi hari itu. Zeva juga menghadiri pemakamannya.
Tidak mungkin dia yang mengirimnya kecuali dia bangkit dari kubur, Zeva tertawa dengan pemikirannya sendiri tapi tak berapa lama tawanya hilang. Ia mendadak teringat berita mengenai orang mati suri yang sudah dikubur beberapa hari tapi ternyata masih hidup.
Zeva langsung menggeleng kuat-kuat. Jika gadis itu masih hidup, keluarganya pasti akan mengabarkan Zeva. Mereka berdua bersahabat dan saling mengenal keluarga masing-masing.
Daripada takut dengan orang yang sudah mati, lebih masuk akal jika takut dengan orang yang masih hidup. Ada dua orang yang tahu mengenai kejadian satu setengah tahun yang lalu; sahabat Zeva sekaligus sahabat gadis yang sudah mati itu dan laki-laki yang dulu pernah disukai Zeva.
***
Sekolah membuat Zeva melupakan sejenak ancaman dari sosok misterius itu. Ia punya kehidupan bahagia di sekolah; sahabat yang baik, guru yang menyayanginya, dan penggemar yang selalu memperhatikannya.
Siapapun sosok misterius yang mengatakan kalau Zeva tidak berhak bahagia telah salah besar. Kebahagiaan itu datang sendiri padanya.
"Zev, lo punya waktu dua bulan ya. Kalau lo nggak bisa buat Pak Gibran jatuh cinta sama lo dalam waktu dua bulan, lo kalah." Perkataan Kiran membuyarkan lamunan Zeva.
Vira cepat-cepat menyikut lengan Kiran. "Sebulan aja kek! Biasanya juga cuma sebulan!" seru Vira tak terima. Taruhan Vira kali ini cukup besar; tas gucci kesayangannya.
"Tenang aja. Gue nggak perlu waktu selama itu buat dapetin hati Pak Gibran. Sekali Pak Gibran sadar ada seorang Zevanya di muka bumi ini, dia bakal jatuh cinta sama gue." Jawab Zeva, terdengar sangat meyakinkan. Padahal, di dalam hati, Zeva bingung setengah mati mencari cara mendekati guru ekonominya itu.
"Oh, ya? Pak Gibran kan udah tahu sama lo sejak sebulan yang lalu. Dia ngabsenin kita tiap pertemuan," sela Kiran yang langsung disetujui oleh Vira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret [Akan Diterbitkan]
Genç Kurgu"Kamu sebenarnya ke sekolah untuk mengejar masa depan atau mengejar saya?" tanya Gibran sarkastis. "Bapak kan masa depan saya." Jawab Zeva. *** Zevanya Fidelya adalah gadis kelas dua SMA yang terlihat sempurna di mata orang lain. Ia cantik, pintar...