Chapter 29

4.6K 337 64
                                    

Dari semua buku yang kubaca, tak ada satu pun yang bisa menjawab persoalan perasaanku padamu.


Pagi ini hujan turun dengan sangat deras. Rasa dingin yang dibawa oleh hujan benar-benar membuat tubuh menggigil. Zeva membalut dirinya dengan jaket yang dicurinya dari Gibran. Jaket itu belum pernah dicucinya agar aroma Gibran tetap ada di situ.

Saat menginjakkan kaki di lobi sekolah, sekelebat kejadian masa lalu muncul dalam benaknya.

"Dingin banget," Zeva memeluk dirinya sendiri untuk menyingkirkan rasa dingin yang menusuk kulit. Hari itu hujan sangat deras. Udara tetap terasa dingin walaupun sudah berada di dalam ruang kelas.

"Pakai ini." Risa menyodorkan jaketnya kepada Zeva. Gadis itu selalu baik sampai-sampai Zeva berpikir Risa tak bisa melakukan hal yang buruk.

"Nggak usah, nanti kamu yang malah kedinginan." Tolak Zeva dengan halus. Padahal, di hatinya, ia sangat ingin langsung menyambar jaket itu lalu memakainya.

"Taekwondo sudah membuatku kuat, termasuk dalam menghadapi rasa dingin." Tutur Risa, lalu ia menyampirkan jaket hitam miliknya di pundak Zeva. "Lagian, aku sudah janji akan melindungimu dari apapun. Rasa dingin juga salah satunya." Gadis berkulit putih pucat itu terkekeh pelan.

"Habis kamu pakai, jangan dicuci ya." Tambah Risa.

"Kenapa? Cucianku kurang bersih, ya?" tawa Zeva. Lebih tepatnya, ia memaksakan dirinya untuk tertawa. Sebenarnya, ia sedang berada dalam mood yang buruk. Sejak kejadian di kantin, ia belum bicara dengan Aura. "Ngomong-ngomong, kamu juga mikir kayak Aura? Kalau Efan itu... playboy?" Zeva tak tahan untuk tidak membicarakan hal ini dengan Risa.

Risa berpikir sesaat sebelum menjawab. "Yang jelas, kamu tetap harus ngelakuin apa yang kamu inginkan. Kamu nggak perlu takut bakal disakiti Efan. Ada aku yang akan melindungimu." Hibur Risa.

Risa memang berkata begitu, tapi ia tetap memasang wajah muram tiap mereka berpapasan dengan Efan.

"Kenapa gue nggak sadar dengan perasaan Risa sejak awal sih?" Zeva merutuki kebodohannya di masa lalu. Tapi, sebanyak apapun ia merutuk, waktu tak akan bisa diputar. Risa tak mungkin kembali lagi ke dunia ini.

Tiba-tiba pundak Zeva ditepuk dari belakang. "Lo kenapa akhir-akhir ini, Zev? Lagi ada masalah?" itu Vira. Raut wajahnya terlihat cemas. Manusia setidak peka Vira saja sadar ada yang salah dengan Zeva.

"Bukannya hubungan lo sama Kak David yang bermasalah?" Zeva mengalihkan topik pembicaraan.

Seperti yang diduga Zeva, Vira langsung kesal karena ditanya seperti itu. "Haha, lucu lo. Kami aja belum punya hubungan." Vira tertawa sarkastis.

"Seenggaknya lo dikasih kado pas ulang tahun kemarin," ujar Zeva. "Itu tandanya Kak David masih ingat sama lo." Lanjutnya, antara menghibur dan meledek.

"Lo sendiri gimana sama Pak Gibran?" sindir Vira.

Zeva tertawa angkuh. "Pak Gibran itu sebenarnya suka sama gue, tapi dia berusaha bersikap profesional sebagai guru. Gue cuma perlu kasih dia sedikit dorongan. Jadi, lo siap-siap aja kalah taruhan." Tutur Zeva.

"Idih! Lagian, lo tahu dari mana dia suka sama lo?" tanya Vira curiga.

"Gue menyimpulkan sendiri," jawab Zeva yang langsung disambut dengan jitakan dari Vira. "Iri banget sih lo! Temen gue bukan sih?" rutuk Zeva.

"Maksud gue, apa yang buat lo nyimpulin kayak gitu?" Vira frustasi melihat tingkah sahabatnya yang satu itu.

Zeva menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ia ragu apakah ia harus menceritakan soal dirinya yang menyamar sebagai Kiran lalu mencuri kesempatan untuk mencium Gibran. Dilihat dari sisi mana pun, kelakuannya itu memang memalukan. Bisa-bisa citra Zeva sebagai cewek tercantik di sekolah ini turun drastis.

Dark Secret [Akan Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang