Chapter 11

4.4K 313 29
                                    

Terlihat seperti tak ada apa-apa bukan berarti tak ada yang salah.


Zeva sampai di bagian belakang gedung yang lumayan sepi, kontras dengan bagian depan yang ramai. "Jangan-jangan Pak Gibran itu sebenarnya suka sama gue tapi dia malu nunjukinnya di sekolah," tebak Zeva sampai loncat-loncat kegirangan.

Tiba-tiba terlihat siluet seseorang sedang berjalan cepat ke suatu tempat. Karena tak ada orang lain di sekitar sini, Zeva yakin itu Gibran. Ia bergegas mengikuti orang itu. Langkah Zeva terhenti di depan ruangan tak terpakai di belakang gedung. Ruangan itu sepertinya bekas ruang latihan. Ada beberapa alat musik dan sound system yang sudah usang di dalamnya.

"Pak Gibran?" panggil Zeva. Karena mendengar suara langkah kaki dari dalam ruangan, Zeva masuk ke sana. "Bapak mau main petak umpet ya?" tanya Zeva ragu.

Saat tiba di ujung ruangan, suara langkah kaki itu terdengar lagi. Orang yang diikuti Zeva berlari meninggalkan ruang latihan lalu mengunci pintu dari luar. Zeva langsung panik. "Pak, jangan tinggalin saya!" teriak Zeva sambil menggedor-gedor pintu.

Mendadak Zeva menghentikan teriakannya. Ia baru sadar sesuatu. Tidak mungkin Gibran melakukan hal seperti ini padanya. Hanya satu orang yang berani mengunci Zeva dari luar. "Rachel! Bukain!" Zeva kembali berteriak. "Mulai sekarang, kita bersaing secara sehat buat dapetin Pak Gibran, ya? Lo cantik sih, tapi gue lebih cantik. Kalau lo nggak dapetin Pak Gibran, gue jodohin lo sama Keenan. Oh, ya! Kalau nanti gue udah kenal sama keluarga Pak Gibran, mungkin gue bisa jodohin lo sama saudaranya. Pasti mereka mirip banget, kan?" bujuk Zeva.

Tak ada jawaban dari luar. Zeva mengamati ruangan ini, berharap ada jalan keluar. Tapi, satu-satunya jalan keluar hanya pintu. Ruangan ini punya jendela kecil di bagian atas yang tak akan muat jika Zeva masuki. Setelah diamati dengan seksama, ruangan ini sepertinya kedap suara. Percuma saja Zeva berteriak dari tadi. Tidak akan ada yang mendengarnya.

Sialnya, baterai ponsel Zeva habis. Ia sempurna terjebak di ruangan ini. Di tengah situasi memuakkan ini, suara langkah kaki itu terdengar lagi. Zeva tak bisa memastikan orang yang menjebaknya di dalam ruangan ini perempuan atau laki-laki. Dari awal, ia hanya melihat siluet orang itu saja.

Tentu saja orang itu tak berbaik hati membukakan pintu untuk Zeva. Ia memasukkan sesuatu dari bawah pintu.

Deg. Jantung Zeva berdebar sangat kencang saat melihat amplop hitam itu muncul dari bawah pintu. Orang yang menjebak Zeva adalah.... si Misterius.

Setelah langkah kaki itu terdengar menjauh, Zeva baru berani menyambar amplop hitam itu. Tangannya gemetar hebat. Tapi, ia menguatkan dirinya untuk membuka amplop itu dan membaca surat di dalamnya.

Ada oleh-oleh kecil untukmu.

Zeva meraba-raba amplop itu untuk mencari tahu apa yang diberikan oleh si Misterius. Ada sesuatu yang terasa seperti batu kerikil di sana. Saat Zeva mengambilnya, itu ternyata sebuah anting-anting berbentuk mawar hitam.

"Zeva, liburan kemarin aku pergi ke tempat nenekku. Ini oleh-oleh untukmu." Gadis berkulit putih pucat itu memberikan sebuah anting-anting berbentuk mawar hitam.

Zeva menerima anting-anting itu dengan bingung. "Kok cuma satu? Mana pasangannya?"

Risa menyampirkan rambutnya ke belakang telinga dan terlihatlah anting-anting mawar hitam di telinga sebelah kirinya. "Aku yang pakai," ia tersenyum.

"Wah, sekarang kita punya barang couple ya," kata Zeva senang. Ia langsung memakai anting-anting itu di telinga sebelah kanan.

Dark Secret [Akan Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang