Chapter 24

4.4K 306 36
                                    

Pertemuan kita adalah kebetulan yang sudah ditakdirkan.


Hari paling mendebarkan di hidup Zeva telah tiba. Ia akan ikut seleksi olimpiade ekonomi setelah pulang sekolah. Bagi orang lain, seleksi ini adalah kesempatan untuk mewakili sekolah dalam olimpiade ekonomi tingkat nasional. Tapi, bagi Zeva, seleksi ini adalah pertempuran hidup-mati untuk bisa dekat dan mendapatkan hati Gibran.

"Kemarin Kak David nanyain lo, 'Zeva ke mana aja? Kok nggak pernah mampir lagi?'" Vira berusaha meniru suara David.

Zeva yang sedang membaca rangkuman ekonomi yang ia buat sendiri merasa sedikit terganggu. "Gue sibuk belajar ekonomi dan nggak mau pulang kesorean juga," jawabnya singkat.

"Oh, si setan itu gimana? Masih ngejar lo?" tanya Vira sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Setan? Siapa? Fans fanatik yang ngejar-ngejar Zeva?" Kiran yang tak pernah diceritakan apa-apa merasa bingung.

"Ih, ribut banget lo berdua! Bisa diem bentar nggak? Setengah jam lagi gue harus bertarung mati-matian demi masa depan gue!" Zeva setengah berteriak. Tapi, karena Kiran dan Vira tak bisa diam juga, Zeva memutuskan pergi dari kelas mereka. Ia langsung menuju ruang kelas 12 IPA 1 yang menjadi tempat seleksi. Tadi pagi anak kelas dua belas sudah selesai melaksanakan try out sehingga sebagian besar ruang kelas mereka kosong.

Karena seleksi masih setengah jam lagi, kelas masih sepi. Hanya ada Gibran yang sedang membaca selembar kertas sambil duduk di kursi guru. Kebetulan yang seperti sudah ditakdirkan.

"Soal seleksi ya, Pak?" Zeva mengintip kertas yang ada di tangan Gibran.

Gibran sedikit terkejut dengan kehadiran Zeva. Buru-buru ia memasukkan kertas itu ke dalam map. "Kenapa kamu di sini?" tanya Gibran galak. Seperti cermin yang selalu memantulkan cahaya, kegalakan Gibran selalu bisa dipantulkan kembali oleh Zeva ke segala arah.

"Mau lihat Bapak, boleh kan?" goda Zeva sambil menatap lamat-lamat wajah Gibran yang tampan. Rasanya Zeva ingin membuka kacamata Gibran lalu mengecup pipinya, seperti yang Zeva lakukan saat berada di rumah Gibran beberapa hari yang lalu.

Gibran sedikit salah tingkah tapi ia cepat-cepat menyadarkan dirinya. "Matahari lagi cerah, ya. Pas buat lari lima putaran di lapangan." Ancam Gibran.

Keringat dingin mengucur di dahi Zeva. Ia lebih memilih disuruh mengerjakan soal fisika anak IPA dibanding lari di siang bolong. "Bapak nggak masalah calon pacarnya iteman?" Zeva berusaha agar tak terdengar panik.

"Maaf, saya nggak punya kenalan yang namanya Calon Pacar." Kata Gibran dingin.

"Di kontak hp Bapak ada tuh,"

1-0 untuk Zeva. Kemarin ia pernah memaksa Kiran untuk melihat apa masih ada nama kontak 'Calon Pacar' di hp Gibran. Walaupun Zeva harus membelikan Kiran album BTS yang terbaru sebagai imbalannya, ia bahagia karena mengetahui kontak 'Calon Pacar' masih ada di hp Gibran.

Gibran menatap Zeva tajam. Tatapannya itu seperti menusuk kepala Zeva. Tapi, Zeva sama sekali tak merasa takut. Mungkin Zeva sudah gila karena setiap Gibran marah atau kesal, Zeva malah ingin memeluk erat guru killer itu.

"Boleh nggak saya lihat dikit soal seleksinya lagi? Tadi belum selesai baca soal nomor dua." Zeva tak juga jera membujuk Gibran untuk memperlihatkan soalnya.

"Minta soal sekali lagi, saya diskualifikasi dari seleksi ini!" ancam Gibran. Kali ini, guru killer itu tampak sangat serius.

"Jangan, Pak! Saya pengen banget ikut olimpiade ekonomi!" seru Zeva, panik. Sebenarnya sih Zeva nggak begitu pengen ikut olimpiade. Yang ia kejar adalah kesempatan berduaan dengan Gibran.

Dark Secret [Akan Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang