☁️|03• Penghinaan

2.7K 237 39
                                    

Vania berdiri di depan kelas, memperkenalkan dirinya dengan nama samaran Aina Thalita Azahra, atau Nana, sebuah kebohongan yang sengaja ia buat untuk menyembunyikan identitas aslinya. Ia mencoba mengendalikan kegugupannya di hadapan teman-teman sekelas yang tampak penasaran. Saat itu, kelas dipenuhi dengan bisikan-bisikan dan tawa yang mengekspresikan ketidakpercayaan mereka pada penampilan Vania yang sederhana dan cenderung culun.

Seorang siswa dengan nada mengejek melontarkan komentar yang memancing tawa teman-temannya. “Oh, jadi ini anak barunya? Kambing kok di sini, bukannya makan rumput sana!” Kalimat itu disambut dengan gelak tawa yang keras dari hampir semua siswa di kelas, seolah-olah mereka menemukan kesenangan dalam menghina gadis baru yang penampilannya dianggap tidak pantas di lingkungan mereka yang mewah.

Vania, meskipun hatinya tersayat oleh penghinaan itu, menggenggam tangannya erat-erat. Dalam hatinya, ia bersumpah akan mengingat wajah-wajah yang telah merendahkannya. Ia tak membiarkan emosinya terlihat, memilih untuk tetap tenang meski amarahnya berkobar di dalam.

Bu Arlet, yang dikenal sebagai guru paling galak di sekolah, segera menegur siswa-siswanya dengan suara yang tegas. "Hust... Nggak boleh ngomong kayak gitu! Kalau sampai kalian ngomong begitu lagi, Ibu bakal nyuruh kalian bersihin toilet sampai jam pulang... ngerti!!!"

Sontak, suasana kelas yang sebelumnya riuh menjadi hening. Para siswa dengan cepat merespons serempak, "Baik, Bu..." Nada suara mereka penuh ketakutan, jelas bahwa ancaman dari Bu Arlet bukanlah sesuatu yang main-main.

"Nana, kamu duduk di dekat Diandra ya. Diandra, coba kamu berdiri!" Bu Arlet memerintahkan. Diandra, seorang gadis pendiam yang sering menjadi sasaran bully, berdiri dengan canggung, menunjukkan tempat duduknya. Vania berjalan ke arahnya, mencoba bersikap ramah meski masih merasakan bekas hinaan yang baru saja ia terima.

"Hei, kenalin, nama gue Nana," sapa Vania sambil mengulurkan tangan.

Diandra hanya menatapnya dengan wajah datar, tanpa senyum. "Oh, tadi kan udah di depan," jawabnya dengan nada datar yang membuat Vania merasa sedikit kikuk.

"Oh iya, maaf, lupa," sahut Vania sambil menahan rasa malunya.

Diandra memang gadis yang pendiam, dan itu sering kali membuatnya menjadi sasaran ejekan teman-teman sekelasnya. Meski sering di-bully, Diandra sebenarnya adalah gadis cerdas yang selalu berada di peringkat keenam secara umum. Namun, karena sifat pendiamnya, ia sering diolok-olok sebagai gadis bisu, meskipun Diandra berasal dari keluarga terpandang.

•••


Saat jam istirahat hampir berakhir, kantin SMA Galaxy International School yang semula ramai mendadak menjadi lebih hiruk-pikuk. Perhatian para siswa, terutama para siswi, tertuju pada tiga sosok yang baru saja memasuki ruangan. Mereka adalah Al Reza Praspati, Aldho Jonathan, dan Reyhan Ardiansyah—tiga pemuda yang dijuluki sebagai "most wanted" di sekolah tersebut.

Al Reza Praspati adalah sosok yang tidak bisa diabaikan. Sebagai putra dari Ezra Praspati, seorang pengusaha dengan pengaruh besar, Al Reza memiliki aura yang memancarkan karisma dan kekuatan. Tubuhnya tegap, mencerminkan disiplin dan ketegasan, sementara wajahnya yang tampan dihiasi dengan sorot mata yang tajam, seolah-olah mampu menembus pandangan siapa pun yang berani menatapnya lebih lama.

Seragam sekolahnya biasanya dikenakan dengan rapi, tampak seperti baru setiap hari, menambah kesan formal dan berwibawa yang membuatnya tampak lebih dewasa dibanding teman-temannya. Namun, ada kalanya Al Reza terlihat dengan seragam yang sedikit compang-camping, mencerminkan sisi liar dan nakalnya yang tidak sepenuhnya hilang meskipun berada di lingkungan yang penuh aturan. Sisi inilah yang membuatnya semakin menarik di mata para siswi, memberikan kesan bahwa di balik penampilan formalnya, Al Reza masih menyimpan jiwa pemberontak yang tak mudah dijinakkan.

PENYAMARAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang