ruang terang

242 35 1
                                    

~("Kita sama-sama membangun dan memulai dari awal lagi. Tapi kita juga sudah terlalu sering berlari, jadi bukankah sudah saatnya kita berjalan perlahan dan hati-hati?")~

.

.

Thomas dan Newt tengah berkumpul dengan puteri mereka di ruang depan. Cahaya putih terang yang berpendar dari lampu di tengah-tengah ruangan, mengecat setiap jengkal dinding kayu. Jendela yang terbuka menampilkan beranda rumah langsung menuju jalan ke arah pantai.

Itu malam saat kali pertama listrik menerangi rumah mereka. Penyalurannya masih sangat terbatas. Mereka harus puas dengan satu lampu listrik di setiap rumah. Ruangan lain seperti dapur, kamar, dan kamar mandi, lebih sering diterangi oleh lampu gas atau lampu minyak.

Thomas tak henti memandangi langit-langit ruangan di mana cahaya lampu itu berasal. Memikirkan semua hasil tangan dan otaknya; semua yang dia usahakan demi membuat kemajuan di desa.

Newt merapat di sisi kanan, mengistirahatkan kepala di bahunya.

Sophie tenang di pangkuan Thomas. Tangannya sibuk mencoret-coret pensil warna di kertas buku gambar.

Thomas senang Sophie kini tak segan-segan mendekatinya, dan sering melekat padanya dalam kadar yang sama seperti keakraban Newt dengannya.

Newt menelusuri lengan Thomas dengan jari-jemari. Ketika kemudian tangannya menemukan telapak tangan Thomas, ia lekas mengaitkannya. Ibu jari bergerak dalam usapan lembut.

"Memikirkan sesuatu, Tommy?" Newt bertanya.

Thomas membalas genggaman itu sama erat dan meremas telapak tangannya. Satu tangan mengusap kepala pirang Sophie dengan perlahan dan hati-hati. Memikirkan bahwa di kesempatan sebelumnya mereka pernah melakukan pembicaraan semacam ini tanpa kehadiran Sophie. Rasanya seperti anugerah keajaiban.

"Kita harus sedikit berpuas diri atas hasil kerja keras kita, bukan?" Thomas berisyarat ke lampu.

"Ini sungguh luar biasa, Tommy."

Pandangan Newt naik ke arah lampu. Sinarnya agak menyilaukan. Ia mengerjapkan mata. "Keberhasilan ini milikmu. Lihat itu"

Tak luput mengamati gerak-gerik puteri mereka yang tenggelam dengan kegiatannya. Newt sempat khawatir Shopie bisa sakit mata menggambar di bawah pencahayaan artifisial itu, tetapi kemudian sirna saat menyadari bahwa kondisi ini sudah cukup terang.

Thomas menarik napas. "Ya. Mungkin. Entah mengapa aku sedikit kurang puas atas hasilnya."

Newt mengernyit tajam. Wajahnya mendongak mencari-cari mata Thomas. "Aku tahu kau masih kesal atas keputusan tetua. Untuk kali ini saja, Tommy. Turunkan kadar obsesimu itu dan jadilah jiwa yang puas."

"Aku hanya tidak suka bekerja setengah-setengah, Newt."

"Aku mengerti, Tommy. Kita sama-sama membangun dan memulai dari awal lagi. Tapi kita juga sudah terlalu banyak berlari, jadi bukankah sudah saatnya kita berjalan dengan pelan dan hati-hati?"

Thomas tidak menjawab. Newt selalu tahu cara untuk membungkamnya. Newt memang selalu mengikutinya━seperti yang dikatakannya sendiri dalam surat wasiat berdebu yang tersimpan di bawah tumpukan dalam laci meja di kamar━tetapi itulah peran Newt yang sesungguhnya; sebagai penasihat dan kepanjangan tangan Thomas. Newt akan selalu mengarahkan Thomas bila ia hampir melampaui batas. Mendengar keluh-kesah dan menyemangatinya setiap ia putus asa.

Pandangan Thomas jatuh ke bawah, mencari tatapan Newt, yang sudah menundukkan dahinya. Ia mengagumi bagaimana rambut pirang itu berkilau di bawah pendar cahaya lampu.

Semua Bintang di Langitmu | NewtmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang