Jennie dari Kafe Jenna

64 8 0
                                    

"Kisses in the back of taxis and motor-cars were no longer enough; they did a curious thing: They dropped out of their world for a while and made another world just beneath it."
F. Scott Fitzgerald, The Rich Boy

Jennifer. Jennifer.
Tabungan pada toples kaca: modal karcis ke kota tempat kamu tinggal. Nanti kita naik bianglala sebelum tengah malam saat kamu jelang kopi di secangkir cinta.

Jennifer. Jennifer.
Pasar malam akhir tahun nanti kita bergandengan tangan ya: pada punggung kuda-kuda di komidi putar, di bangku-bangku pada halilintar dan di posko penukaran kupon hadiah lawang, wah.. pasti antreannya ambyar.

Tapi itu tidak pernah terjadi.

....

Dua ribu sekian belas, pada suatu linimasa ketika kita sudah tak lagi remaja, di bangku belakang taksi daring kita saling beri kecup. Kecupan-kecupan keabadian yang meletup di sepanjang masa. Ditelusurinya zaman. Ditelusurinya musim. Ditelusurinya segala abad, segala tahun, dan segala iklim. Kecupan yang lalim. Kecupan yang menghangatkan segala rahim.

Bisa kau lihat lampu-lampu dengan warna vibrant berdecak dari dalam kaca film. Musik redam di luar, cinta tak redam di dalam. Walau jari sang Disc Jockey terdengar mencakar-cakar bunyi pada piringan hitam, kau meracau saja seperti vinyil yang digesek-gesek pada sampel musik.. aah, bisikmu asik.

*ceklek*

"maaf mas dan mba, saya baru dapat uang kembalinya nih, eh, aduh kencang betul musik di luar sana." kata pak supir mengalihkan perhatiannya.

Pesta demi pesta sebelum pada akhirnya kita bosan telah meredakan segala cemas di dada kita walau semantara saja. Lobang kenangan yang mulai rapat dan bersarang laba-laba kembali kita congkel dan kita kobel. Kita bersihkan dengan tangan-tangan waktu.

"Tetaplah seperti ini, ya sayangku?" pintamu.

Keheningan mengisi segala ruang di antara kata-kata dalam pertanyaanmu. Udara lembut dan halus muncul dalam kantung-kantung kecil waktu. Tetaplah di sini, jika kamu mau. Di ranjang merah muda. Ada begitu banyak lagu yang tersisa untuk dinyanyikan sampai kita terlelap dan ruangpun meremang neon dan setengah gelap.

Pesta demi pesta sebelum pada akhirnya kita bosan telah menunda segala cemas di dada kita walau semantara saja. Lobang kenangan yang pernah rapat dan bersarang laba-laba telah kita congkel dan kita kobel. Aku bersihkan dengan jari-jari waktu.

"Tetaplah seperti ini, ya jagoanku?" pintamu.

Aku lelaki, aku tak bisa berjanji. Kita sepakat untuk saling mencintai dengan gila, tapi aku tidak bisa berjanji. Kelak hari akan berganti bulan, bulan akan berganti tahun, dan tahun akan merubah kamu. Kamu tidak bisa berjanji. Kelak kamu akan pulang dan kamu pun akan pergi.

"Aku tidak akan pergi, dan apabila aku pulang akankah kau menyusul aku?"

"Yang benar adalah: akankah kamu tersusul aku?"

"Hah??!"

...

Jennifer. Jennifer.
Sering aku bertanya-tanya, "Jennie dari Kafe Jenna, kabarmu bagaimana?" setelah sekian kalender aku lempit, dan kamu tak pernah muncul baik di pasar malam, bianglala, halte, bahkan di jadwal tengah malam ketika kamu dulu biasanya nge-tweet. Kamu tidak pernah pamit.

Jennifer. Jennifer.
Sering aku bertanya-tanya, "Jennie dari Kafe Jenna, kini kau ada di mana?"

(2020)

Sihir Daring dan Cinta Yang KontemporerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang