Jason Murung

2.3K 269 5
                                    

" entahlah ma, nanti kita bisa obrolin sama-sama " ucap papa lalu beranjak dari duduknya.
"Iya pa" sahut mama lalu membereskan meja makan.

"Ma, Dinda berangkat dulu" pamit ku ke mama saat menuruni tangga.
"Iya hati-hati" ucap mama.

"Mana papa ma?" Tanyaku ke mama saat tak mendapati papa lagi.
" Lagi siap-siap mau berangkat ke kantor. Oh ya Din nanti malam kita ada acara jadi kamu harus cepat pulang ya semua harus ikut, gak ada alasan" perintah mama.
"Iya ma" sahutku lalu berjalan menuju halaman.

Saat sampai di halaman, saat itu juga aku baru sadar bahwa motor milikku ku tinggal di kantor kemarin karena di antar Jason.

"Sial mau berangkat pakek apa cobak. Mana si Gita udah berangkat lagi" gumamku saat tak mendapati motor milik Gita.

Aku pun memesan taxi onlen. Setelah 10 menit menunggu taxi pesanan ku datang.
"Sesuai aplikasi ya mbak" ucapnya.
"Iya pak" sahutku.

Saat sampai halaman kantor aku pun segera turun. Dan saat yang bertepatan atasnku juga baru saja masuk ke kantor. Ku amati dari jauh wajahnya nampak kusut dan suram.

"Kenapa tuh anak" batinku.
" kusut amay wajahnya, lupa belum di strika mungkin."gumamku

Aku bergegas masuk untuk segera menuju ruanganku.
Saat berjalan menuju ke ruangan ku, nampak banyak pasang mata yang memperhatikanku tapi tak ku hiraukan sama sekali. Dari beberapa kata pujian atau pun hinaan yang samar terdengar olehku.

"Hay Din" sapa Tia.
"Hay Tia," sapaku balik.
"Nanti makan siang barenga ya" pintanya.
"Kayaknya nanti aku ada meeting deh di luar" ucapku malas.

"Wah jalan terus nih sama ko Jason" ledeknya.
"Apaan sih" cibirku.

"Aku keruanganku dulu ya" pamitku padanya.
"Okey, hati-hati lo" ucapnya, aku meninggalkannya lalu menuju ke ruanganku.
Tak napak Jason ada di ruangannya.

Selang 25 menit ada telfon berbunyi.
"Hal.." ucapku terputus.
"Keruangan gue sekarang" selanya. Ya siapa lagi kalok bukan atasanku itu.

Aku pun bergegas menuju keruangannya.

Tookkk toookkk tokkk.

"Iya masuk" perintahnya, langsung saja aku membuka pintu dan memasuki ruangannya.

Berbeda dengan hari kemarin hari ini dia tampak murung dan terlihat tatapan matanya kosong.
Itu membut ku sedikit khawatir.

"Dia kenapa sih kok murung gitu. Kasian juga" batinku.

Dia menatap lesu kearahku.
"Jadwal kita nanti siang di Handle sama papi. Jadi nanti kita tidak ada pertemuan dengan tuan Prasetyo" jelasnya.

"Hmm baik lah" sahutku.

"Huft untung saja" batinku.

"Gue boleh tanya gak? Kalok gak boleh ya udah gak papa kok" sedikit ada ke ragu saat aku berbicara seperti itu padanya.
"Mau tanya apa" sahutnya malas.

"Lo gak papa kan? Lo tampak murung banget" tanyaku padanya dan dia hanya menghela nafasnya kasar.

"Gue gak papa kok cuma ada masalah aja. Oh ya untuk hari ini tolong kosongin jadwal ya. Gue lagi males ngapa-ngapain" jelasnya.
"Baik lah" sahutku lalu beranjak untuk pergi.

"Dinda" panggilnya.
"Iya," ucapku sambil menoleh kearahnya.

"Kenapa?" Tanyaku.
"Temenin gue,"ucapnya lalu beranjak dari duduknya. Dia menarikku ke sebuah sofa yang berada di sana.

"Duduk" ucapnya datar tanpa expresi. Aku hanya bisa menuruti .

"Gue lagi banyak fikiran" ucapnya malas.
"Gue gak tau gue harus gimana" ucapnya sambil memandang ke arahku.

"Emang elo ada masalah apa sih, lo boleh cerita sama gue, gue gak keberatan kok. Tapi kalau pun lo gak mau cerita gak papa kok gak masalh juga" ucapku

Dia hanya diam dan terus menatap ke arahku lalu mendekat ke arahku.
Dia meletakkan kepalanya di pundakku.

"Gi** bisa copot jantung gue" batinku.

Aku ingin menyingkirkan kepalanya dari pundakku.

"Please bentar aja" pintanya sambil menatapku sayu.
"Aku lagi butuh sandaran" ucapnya lirih.

" Baik lah" ucapku.
Lalu dia pun menaruh kepalanya di pangkuanku.

"Kenapa gue bisa senyaman ini sih sama lo" ucapnya pelan.
"Jujur gue suka sama elo" ucapnya padaku.

"Sudah lah lo istirahat aja" ucapku agar dia tak banyak bicara.

Dia tetap memandang kearahku, namapak senyum tipis yang dia berikannya padaku. Reflex aku mengusap- usap rambutnya, senyumnya terlihat seperti semula hanya saja namapk sedikit terpaksa, tapi itu lebih baik ketimbang dia murung.

"Aku ingin terus seperti ini bersamamu" ucapnya sambil tersenyum.
"Iya" sahutku.
"Dinda" panggilnya.
"Kenapa?" Tanyaku sambil menundukan wajahku agar aku dapat melihat wajahnya.
'Jangan di tanya bagai mana perasaanku kali ini.'

"Berjanji lah padaku. Kau akan selalu menemaniku" pintanya dengan mata berbinar menandakan permohonan yang sangat tulus darinya.

"Iya gue janji" ucapku.
Dia pun mengacungkan jari kelingkingnya, aku menyambutnya lalu tersenyum.

"Lo tau gak?" Tanyanya.
"Apa?" Tanyaku balik.
"Gue di jodohin sama bonyok gue" ucapnya. Entah kenapa hatiku terasa teriris saat dia bicara seperti itu.

"Lalu" tanyaku seolah tak terjadi apa-apa dengan hatiku

Jangan lupa like dan komennya ya, kritik dan saran boleh juga. See you next part

Suamiku CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang