Prolog

12.1K 673 47
                                    

Haloo guys.... Cerita ini sedikit aku revisi ya di bagian nama. Untuk yang mau tau baca dari awal aja ya.... Toh masih beberapa part wkwkwk....

Kenapa diganti?

Jadi waktu itu ada namanya Alvian. Nah aku kurang fokus kalo nama itu sudah sering aku pakai. Bahkan yang lebih parah, anaknya Gio nama itu. Jadi aku putuskan ganti.

Dan nama Akbar kuganti menjadi peran utama hahahah. Soalnya aku suka namanya awokawok

Thank you

***

Perasaan cemas yang beberapa hari lalu menyapa, kini benar-benar membuat wanita cantik itu ketakutan. Ia tanpa sadar jatuh terduduk di lantai kamar mandi ketika menemukan dua garis merah pada test pack yang baru saja ia coba. Air mata langsung saja turun membasahi pipi mulusnya begitu menyadari kalau ia sedang berbadan dua. Ia hamil. Positif hamil!

Shanum menangis terisak seraya menyentuh perutnya sendiri. Ia tidak menyangka kalau akan hamil seperti ini. Memang ia pernah khilaf berhubungan badan dengan kekasihnya. Tapi itu pun hanya sekali. Ia sama sekali tidak menduga kalau hasil hubungan mereka waktu itu menghadirkan nyawa lain di perutnya.

"Aku mesti gimana? Mama sama Papa pasti bakal marah banget... Apalagi Mama... Ya Tuhan... Aku kembali mengulang kisah Mama yang berhubungan di luar nikah. Mama pasti kecewa banget...," lirih Shanum berderai air mata.

Penyesalan memang selalu datang di akhir. Dan tidak ada gunanya Shanum menyesali semua yang sudah terjadi. Yang perlu ia lakukan saat ini adalah memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Shanum bangkit dari tempatnya tadi lantas keluar dari kamar mandi. Ia bergegas meraih ponselnya untuk menghubungi sang kekasih. Semoga saja kekasihnya itu mau bertanggung jawab, karena Shanum jelas tidak mungkin menggugurkan kandungannya sendiri. Ia sudah sangat berdosa karena berhubungan badan di luar ikatan pernikahan bersama sang kekasih. Tidak mungkin ia tambah lagi dosanya dengan menggugurkan janin yang saat ini ada di dalam rahimnya. Tidak mungkin ia setega itu membunuh darah dagingnya sendiri.

Shanum menunggu dengan gelisah ketika panggilannya belum juga diangkat. Ia menggigit ujung kukunya karena takut kalau Andra tak mau menerima bayi dalam kandungannya. Seperti apa nasibnya dan bayi mereka kelak jika sang kekasih tak mau bertanggung jawab?Tapi semoga saja kekasihnya itu mau mengakui calon anak mereka dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Halo, Sayang..."

Huft. Akhirnya Shanum bisa bernapas lega karena panggilannya tersambung. "Halo... Kamu dari mana aja sih? Kok lama banget nerima telepon aku?"

"Aku habis dari kamar mandi, Sayang. Kenapa, hm? Kok suara kamu serak? Kamu habis nangis?" tanyanya beruntun.

Lagi-lagi Shanum terdiam dalam gelisah. Ia bingung bagaimana cara mengatakan kehamilannya ini. Seolah menyadari keheningan Shanum, sang kekasih pun kembali bertanya. "Sayang... Kamu kenapa? Bilang sama aku ada apa sebenarnya," ujar Andra lagi.

"Andra... Aku..."

"Ya? Kamu apa? Jangan bikin aku bingung, Sayang."

"Aku hamil...," lirih Shanum akhirnya. Setelah ia mengucapkan hal itu, tiba-tiba saja Andra terdiam. Shanum pun menjadi semakin dilema dibuatnya. Ia takut kalau kekasihnya itu tak mau bertanggung jawab.

"Kamu hamil? Serius?"

"Iya, aku hamil anak kamu. Aku takut, Dra. Aku pasti udah mengecewakan Papa sama Mama. Hiks..."

"Sayang... kamu jangan nangis ya. Aku janji bakal tanggung jawab. Besok aku pulang dan nemuin orang tua kamu. Okey. Kamu jangan sedih-sedih lagi. Semuanya bakal baik-baik aja. Percaya sama aku ya..."

Unpredictable WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang