Jisung keluar dari kelasnya ketika bel pulang sekolah berbunyi. Darah di kepalanya sudah mengering. Bahkan meninggalkan jejak sampai ke dagu lelaki itu.
Jisung tak berniat ke UKS. Dia membiarkan luka di kepalanya sampai menghilang begitu saja.
Saat di Koridor, Jisung melihat Chenle sedang berbincang dengan teman temannya. Jisung hendak melewati mereka, tetapi panggilan Chenle menghentikan langkahnya.
"Yakk, Jisung!"
Jisung berbalik dan menatap datar kakaknya itu. Sejujurnya, Chenle agak kaget ketika melihat luka yang dia buat tadi pagi telah mengering, bahkan tak ada tanda tanda selesai diobati.
"Nanti malam, halmeoni akan datang."
Jisung menegang. Neneknya akan datang malam ini?
Jisung takut setengah mati pada sang nenek. Karena kebencian sang nenek padanya, jauh melebihi kebencian saudara saudaranya yang lain.
"Aku tak akan pulang ke rumah kalau begitu.'
"Silahkan saja... Tapi jangan heran kalau kopermu ada diluar besok..."
Ucapan Chenle membuat Jisung terhenyak. Dia memang menghindari hal ini. Masih untung jika saudaranya yang lain mau menerimanya. Tapi sang nenek sebenarnya hendak mengusir Jisung dari rumah.
"Bagaimana Jisung?"
Jisung menghela nafas ketika memasuki kamarnya. Dia cemas menunggu nanti malam, Jisung tak ingin bertemu neneknya.
Dulu, Jisung adalah cucu kesayangan sang nenek. Dia selalu dimanjakan oleh semua anggota keluarga.
Tetapi sejak kejadian itu,
Dia dibenci, dimaki, dan dilupakan. Seolah dia tak pernah lahir di garis keluarga mereka.
Dulu, waktu sang nenek datang ke rumah mereka adalah hal yang paling Jisung tunggu. Karena sang nenek akan membawakan mereka banyak hadiah. Dan membawakan Jisung buku buku piano yang sangat ingin dia miliki.
Tapi saat sang nenek datang kerumah adalah hal yang paling Jisung hindari, karena dia datang bukan untuk memberi Jisung hadiah, melainkan memberi Jisung makian.
Jisung suka bermain piano. Turunan dari ibunya. Tapi semenjak sang ibu meninggal, dia tak pernah menyentuh piano dikamarnya itu lagi.
Jisung masuk ke kamar mandi. Dia hendak membersihkan lukanya tanpa melihat luka itu sedikitpun. Jisung benci melihat darah. Dan dia tak bisa melihat darah meski kepalanya terluka.
Setelah selesai membersihkan kepalanya, dan mengobati kepalanya asal asalan, Jisung bergegas turun ke bawah ketika melihat mobil sang nenek yang tampak dari balkon kamarnya.
Tampak saudara saudaranya yang lain bersemangat menuju halaman. Disusul Renjun dan Mark yang berjalan santai di belakang mereka.
Jisung menghampiri halaman rumahnya, disana tampak wanita berusia sekitar 60-an dengan gaya modisnya tengah menatap mereka sumringah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Everything || NCT dream [SUDAH TERBIT]
Fanfiction"Markeu hyung, Jisung mau tanya..." "Mau tanya apa?" "Jisung ingin buat puisi tentang saudara, tapi saem menyuruh untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa inggris. Jisung, kan sangat sayang sama hyung. Hyung itu segalanya bagi Jisung. Ohh! Segalanya b...