Rutinitas hari senin masih terasa sama bagi Gia. Hari senin akan selalu menjadi hari yang sibuk menurutnya. Biasanya pada hari itu baik dirinya maupun Arza akan disibukkan dengan berbagai meeting, baik meeting dengan klien maupun meeting koordinasi dengan beberapa kepala divisi yang ada di perusahaan.
Sejak pagi Gia merasakan perasaan tidak nyaman. Mungkin ini efek datang bulannya, membuat Gia berkali-kali lipat menjadi tidak bersemangat. Seperti saat ini, wanita itu justru terlihat berdiri sambil bersandar di salah satu dinding sambil menunggu lift terbuka. Semua orang yang melihatnya akan paham kalau Gia saat ini sedang dalam mode tidak mood, maka siapapun yang berpapasan dengannya hanya bisa menyunggingkan senyum tanpa berusaha menyapa, karena mereka tau Gia hanya akan menjawabnya dengan anggukan atau sekedar melempar senyum tipis.
Begitu pintu lift terbuka, Gia kemudian menarik kakinya yang terasa berat untuk melangkah memasuki lift dan lagi-lagi ia memilih untuk bersandar pada dinding lift dibandingkan berdiri tegak. Bahkan hingga ia sampai di meja kerjanya pun, Gia masih tetap mempertahankan ekspresi wajah yang datar. Gia kemudian menyalakan laptopnya dengan malas lalu mengecek beberapa dokumen yang harus ia persiapkan untuk ditanda tangani oleh Arza.
Sementara Arza baru saja sampai di lantai tempatnya bekerja. Pandangan matanya langsung tertuju pada sosok yang tengah fokus mengerjakan sesuatu. Melihat sosok gadis itu, tanpa sadar membuat Arza menyunggingkan senyum tipis, entah apa yang dipikirkan oleh pria itu.
"Pagi," sapa Arza sambil melangkah melewati meja Gia. Namun baru berapa langkah, Arza sudah menghentikan langkahnya dan menoleh pada Gia yang tidak menjawab sapaannya tadi. Membuat Arza mengerutkan keningnya dengan perasaan heran.
Tidak biasanya asistennya ini tidak merespon sapaannya. Biasanya Gia akan membalas, dengan ikut menyapanya balik, tapi mengapa wanita itu seakan menganggap Arza tak ada, seolah pria itu makhluk yang tak terlihat. Diacuhkan oleh Gia ada salah satu hal yang paling tidak disukai oleh Arza, terbukti pria itu kini mulai menyuarakan isi kepalanya dengan tatapan tidak suka.
"Gi, kamu gak denger sapaan saya?" tanya Arza sambil menatap Gia yang hanya menoleh sekedarnya.
"Saya jawab kok." Gia menjawab dengan enteng, kemudian tatapan gadis itu beralih pada laptopnya kembali.
"Apa? Saya gak dengar kamu jawab," Arza kembali melangkah mendekati Gia, mempertahankan argumennya
Terima kasih sudah membaca cerita ini, untuk tau kelanjutannya bisa melanjutkan membaca melalui aplikasi dreame/innovel, gratis...
Akun dreame: Iennerr
Tetap follow akun ini yah untuk mendapatkan kabar terupdate dari cerita-ceritaku. Sampai jumpa diceritaku selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Word Called Love (Complete) Move To Dreame/Innovel
RomanceJika ada pemilihan wanita paling setia, pasti Gia pemenangnya. Jika ada pemenang wanita paling banyak berkorban Gia juga akan memenangkannya. Hubungannya dengan sang kekasih yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun membuatnya enggan untuk berpin...