41. Terbukanya mata Fany

1.5K 207 17
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***

Mataku terbuka perlahan, menatap ruangan bercat putih. Membuatku menyadari satu hal jika sekarang aku sedang di rumah sakit. Menangkap sosok anak kecil tengah menatapku lamat. Ketika aku hendak bertanya, rasanya suaraku hanya tercekat di tenggorokan.

Bocah itu tersenyum lebar lalu berlari keluar saat menyadari aku menatapnya. Tak lama setelah itu dokter dan perawat serta sosok pria yang selama ini mengukir kisah denganku masuk ke dalam ruangan tempatku berada.

Dokter yang memeriksaku langsung menepuk pundak Kang Fikri. Mengatakan bahwa aku telah sadar dari koma dan kondisiku sudah stabil. Setelah itu dokter dan perawat meninggalkan ruangan, menyisakan aku, Kang Fikri serta sosok yang kini tengah dalam gendongan Kang Fikri.

Pelan bibirku bergerak hingga berhasil mengatakan jika aku haus. Tenggorokanku rasanya sangat kering seakan sudah lama sekali tidak diguyur air minum.

"Alhamdulillaah Umi sadar, Abah. Allah kabulkan doa Malik."

Mataku mengerjap tak percaya, bocah yang kini tengah duduk di pinggir ranjangku ini memanggil Kang Fikri dengan sebutan Abah dan memanggil nama Malik, anak kami.

"Mas, ini siapa?" Dengan lirih suaraku akhirnya keluar sembari berusaha bangkit dari pembaringan namun tumbuhku ternyata belum mampu karena terlalu lemas.

"Biar Mas bantu."

Tatapanku tak lepas memandang bergantian dua sosok di depanku ini. Bahkan bocah kecil ini langsung memelukku erat dengan suara tangis yang cukup kuat usai tubuhku berhasil bersandar di kepala ranjang.

Tak jauh berbeda, Kang Fikri yang melihat hal ini juga turut menangis. Merengkuh tubuhku serta bocah kecil yang memelukku.

"Alhamdulillaah, akhirnya kamu sadar, Fan. Sudah lama aku menunggu saat ini tiba."

"Maksud Mas apa?" Aku menatap lekat Kang Fikri dengan pikiran dipenuhi tanya.

"Kamu koma setelah kecelakaan yang tiga tahun lalu menimpa kita. Dan yang ada dalam pelukanmu adalah Malik Abdul Fikri."

Ingatanku dipaska mundur, mengumpulkan kepingan memori mengenai kejadian yang Kang Fikri maksud. Seketika kilasan sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan dengan mobil yang kutumpangi dengan Kang Fikri muncul. Setelah itu hanya suara benturan keras dan pandangan gelap yang kuingat.

Pandanganku langsung beralih pada bocah kecil yang masih setia menyembunyikan wajahnya di tubuhku dengan tangan tak sedikitpun lepas dari pinggangku bahkan hingga tangisnya berhenti.

"Malik .... " Jantungku berdetak kencang saat menatap wajahnya yang tengadah, bertatapan denganku.

"Umi, Malik rindu ...." Tangis bocah ini kembali pecah. Membuat mataku memanas usai mendengarnya memanggilku Umi. Menyadarkanku jika ternyata aku sudah lama dalam keadaan koma.

Tanganku bergerak mengusap puncak kepala Malik, mengurai pelan pelukannya lalu mengusap sisa air mata di pipinya. "Umi sayang sekali sama Malik."

"Malik sudah lama nunggu Umi buka mata. Kata Abah, Umi masih sare. Malik harus sabar nunggu Umi bangun biar kita bisa sama-sama. Umi janji jangan sare lama lagi, ya. Malik Ndak mau jauh sama Umi lagi."

Seketika tanganku membawa Malik dalam pelukan, bahkan bertubi-tubi kudaratkan kecupan padanya.

"Kamu Ibu yang luar biasa, Fan. Melindungi Malik begitu hebat hingga dia benar-benar tidak terluka. Dan Alhamdulillah akhirnya kita bisa bersama lagi." Kang Fikri duduk di ujung ranjang. Meraih sebuah buket bunga yang diikat dengan hijab warna pastel lalu menyerahkannya padaku.

Sepasang Hati (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang