بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمدJADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
****
'Detak jantung ini masih sama riuhnya saat namamu kembali melintasi pikiranku'
~Alfany Ramadhani~
________
Terik matahari kian menyengat seiring waktu beranjak tengah hari. Tak ada satupun angkutan umum yang lewat, kaki ini terus saja berjalan meski lelah mulai mendera.
Sebenarnya Ayah telah menawarkan untuk mengantarku kembali ke pondok pesantren tapi aku menolak, melihat kondisi Ayah yang sedang kurang sehat membuatku tak tega jika beliau harus mengantar. Aku istirahat sejenak di sebuah angkringan kecil pinggir jalan, mengumpulkan kembali tenaga untuk melanjutkan perjalanan.
Aku berdiri, kembali mengangkat tas jinjing bersiap melanjutkan perjalanan. Kakiku kembali melangkah menuju pondok. Belum terlalu jauh dari tempat istirahat tadi, sebuah mobil tiba-tiba berhenti dan membunyikan klakson cukup keras dari arah belakang hingga membuatku terkejut. Aku menoleh, melihat pintu mobil terbuka lalu menampakkan pria berkulit putih dengan setelan kemeja warna maron dan celana bahan hitam berjalan mendekat.
"Apakah kau ingin bunuh diri?! Berjalan di tengah jalan raya dengan santai. Kau pikir jalan ini milik Nenek moyangmu!" ucapnya penuh emosi. Aku hanya diam, memandangnya sekilas lalu meminta maaf kemudian pergi dari hadapannya. Malas berurusan dengan pria kaya sepertinya.
"Hei! Kau mau kemana?! urusan kita belum selesai!" teriaknya padaku.
Aku menoleh, melihat ia berjalan menghampiriku dengan kernyitan di dahi. "Urusan apa lagi? Aku sudah tidak menghalangi jalanmu."
Tak ada balasan, tiba-tiba pria itu menarik pergelangan tanganku yang terbalut pakaian. Memaksaku masuk ke dalam mobilnya.
"Apa yang kau lakukan? kau ingin menculikku, hah?!" balasku marah. Melepas paksa cengkraman tangannya. Berusaha membuka pintu mobil yang ternyata sudah dikunci otomatis olehnya. Dasar pria gila.
"Kau tidak akan bisa keluar, Nona. Sebagai hukuman karena membuatku telat ke bandara, kau harus mengantarku mencari tempat istirahat dan toilet di sekitar sini." Aku mendengus, membuang muka. Ternyata ada manusia seperti pria menyebalkan ini.
Sekitar dua puluh menit kami sampai di pelataran masjid. Kuputuskan membawanya ke masjid karena waktu Dzuhur telah tiba. Terlebih, masjid ini tidak terlalu jauh dari pondok, aku bisa berjalan kaki kesana.
"Ayo turun. Kau ingin tempat istirahat dan toilet bukan?" ajakku yang membuat pria itu bergeming. Tanpa menunggu balasannya aku memilih lebih dulu turun dari mobil. Tak berselang lama pria itu akhirnya turun juga dari mobilnya. Berjalan mengikutiku sambil memandang lalu lalang orang yang masuk dan keluar dari masjid.
"Kenapa kau mengajakku ke tempat ini?" tanyanya dingin ketika aku akan masuk ke dalam masjid. Aku diam, kenapa ia bertanya begitu. Bukankah ia mencari tempat istirahat dan toilet, masjid ini bisa untuk beristirahat sejenak setelah salat dan juga ada tolilet. Tidak salah, kan?
Matanya menatapku tajam. Tiba-tiba pria itu kembali mencengkram tanganku lebih kuat dari sebelumnya. Membuatku meringis kesakitan.
"Apa salahku? kamu bisa salat di sini juga bukan?" balasku sambil menahan sakit. Membuat pria itu perlahan melepaskan cengkraman tangannya.
"Saya tidak salat." Aku tidak paham akan ucapannya. Bukannya pria ini seorang muslim, terlihat tadi gantulan lafadz Allah ada di dalam mobilnya.
Mungkin tahu apa yang ada dalam pikiranku. Pria itu menghela napas panjang, membuka suara. "Saya bukan seorang muslim." Mataku membulat, terkejut atas pengakuannya, tapi secepat mungkin mengembunyikan raut keterkejutanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Hati (End)
EspiritualProses Revisi Spinoff My Future Gus, Aku berada di tempat ini untuk mencari ilmu, melupakan luka yang pernah tertoreh dahulu. Menggapai cinta yang sebenarnya, cinta pada sang pemilik setiap hembusan nafas. Namun ditengah kobaran semangat mencari ilm...