Proses Revisi
Spinoff My Future Gus,
Aku berada di tempat ini untuk mencari ilmu, melupakan luka yang pernah tertoreh dahulu. Menggapai cinta yang sebenarnya, cinta pada sang pemilik setiap hembusan nafas.
Namun ditengah kobaran semangat mencari ilm...
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
****
Kang Fikri tampak gelisah, masih tak percaya jika Aida adalah pilihannya. Dua cincin yang menjadi lambang Aida menurutnya bukan perak, melainkan emas. Apa menurut Abahnya berbeda? Jika benar, lalu siapa emasnya?
"Lan, sudah siap untuk hari ini?" Kang Fikri hanya menjawab dengan senyum tipis nyaris tak terlihat.
"Abah ingin memastikan saja."
"Apa Wanita pilihan Abah adalah Ning Aida?"
Kiai Ghofur tersenyum, pria yang dipanggil Abah itu merasakan ada sedikit ragu dalam hati putranya. "Kamu maunya pilih Aida?"
Kang Fikri bergeming, "Lana ndak tahu siapa wanita pilihan Lana sendiri. Tapi Lana yakin dengan keputusan sebelumnya, Bah." Shalat istikharah telah dijalankan, hasilnya pun hanya kemantapan untuk melanjutkan. Apalagi yang dikhawatirkan? Manusia memang selalu membingungkan dirinya sendiri.
Kiai Ghofur hanya menepuk pundak Kang Fikri pelan. Tidak berniat membalas ucapan putranya.
Satu jam berlalu, mobil yang mereka naiki sampai di pelataran cukup luas sebuah rumah sederhana dengan hamparan tanaman bayam. Kang Fikri mengikuti Abahnya turun dari mobil, membenarkan setelan baju yang dikenakan. Cukup sederhana, sebuah baju Koko merah dipasangkan dengan sarung batik ditambah peci hitam yang setia menutup sebagian rambut hitam lebatnya.
Dengan sekali tarikan napas sebuah keyakinan akhirnya didapatkan. Putusan takdir Allah telah menunggu untuk menjadi nyata.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
****
"Alfa, bisa tolong rapikan kamar Lana." Pinta Ning Nana dengan suara pelan dari belakang poisi Fany berdiri. Wanita dengan perut buncit itu tampak duduk di karpet sembari meletakkan tangan dipermukaan perutnya. Bukan bermaksud menjadi mandor, tubuh lebar dengan perut buncitnya membatasi geraknya. Memilih mengawasi berbagai kegiatan santri di ndelem.
Ada yang istimewa hari ini, beberapa warga ndalem disibukkan dengan acara syukuran yang katanya untuk Gus mereka. Ada yang memasak, menata kotak makanan yang nantinya akan dibagikan pada tetangga sekitar pondok serta menyiapkan ratusan tampah untuk makan bersama para santri. Syukuran Gus Lana melepas masa lajang, lebih tepatnya telah melamar seorang wanita pilihannya.
Semua sudut ndalem tampak ramai dengan santri yang ditugaskan membantu. Namun berbeda dari biasanya, khusus pada kamar Gus Lana hanya ada dua orang santri yang menata, mereka yang mendapat tugas adalah Fany dan Syifa, sisanya di bagian lain ndalem. Kedua santri itu patuh saja, bagi mereka dengan manut pada keluarga ndalem adalah bentuk takdzim pada guru mereka.
Memasuki kamar yang berada dekat ruang tengah tempat biasa santri huffadz setoran pada Abah, terlihat sudut ruangan bercat abu-abu itu tampak sedikit dihiasi sarang laba-laba pertanda pemiliknya jarang menempati. Memang benar, dari satu tahun mungkin bisa dihitung dengan jari Gus Lana pulang. Karena masih mondok juga di tempat lain. Akhir-akhir ini saja Pria itu menempati kamarnya.