Proses Revisi
Spinoff My Future Gus,
Aku berada di tempat ini untuk mencari ilmu, melupakan luka yang pernah tertoreh dahulu. Menggapai cinta yang sebenarnya, cinta pada sang pemilik setiap hembusan nafas.
Namun ditengah kobaran semangat mencari ilm...
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA
***
Part ini agak aku revisi, agar ndak pada mengira menyinggung agama manapun. Karena tokoh David dan Siska disini aku dijelaskan tidak beragama. Lalu keduanya memilih menjadi mualaf.
____________________________________
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alfany Ramadhani
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Maulana Abdul Fikri
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
David Imanuel
Itu cast mereka . Saran kalian untuk cast aku terima, tapi hasil voting sama teman foto mereka lah yang terpilih.
'Tak perlu menanyakan alasan kenapa kita diuji, karena Allah tahu ujian seperti apa yang sanggup kita lewati.' __________________
"Semuanya sudah berbeda."
Pria berkulit putih berwajah keturunan cina itu terpaku. Sebuah kalimat yang baru saja terucap dari bibir tipis wanita di depannya tidak membuatnya memahami apapun.
"Apa maksudmu?"
"Aku sudah nyaman seperti ini. Islam membuat jiwaku tenang, Islam membuat hatiku hidup, dan Islam membuatku benar-benar merasakan keyakinan akan penguasa tunggal jadat semesta ini. Dialah Allah."
Senyuman terbit dari bibir wanita berhijab navy itu. Tak ada satupun keraguan, sorot mata teduhnya menjelaskan bahwa pilihannya sudah benar.
"Aku tidak percaya, ternyata begitu mudah bagimu melepas keyakinan bahwa tidak ada agama. Dulu kamu bangga dengan keyakinan itu. Tapi sekarang kamu seperti orang asing," balas pria berkulit putih itu sambil tersenyum remeh.
"Dimana Siska yang dulu? sekarang kamu berubah," sambungnya.
Tidak ada yang tahu takdir esok. Sang Ilahi Robbi berkuasa melabuhkan hati seorang manusia pada jalan yang ditetapkan. Menakdirkan seorang pencela mencintai apa yang dicela pada akhirnya.
Masih dengan senyum, bahkan lebih merekah dari sebelumnya. Wanita itu kembali menjawab dengan tenang. "Aku disini. Raga ini masih sama namun dengan jiwa yang baru, jiwa yang lebih tentram dari sebelumnya."
"Tapi sekarang aku tidak mengenalmu." Kembali pria itu membalas. Mendesis, menahan amarah. Memalingkan wajahnya yang memerah.
"Apa tujuanmu melakukan ini? semua telah kamu dapatkan. Tidakkah kamu mengingat bagaimana agama itu meracuni pikiran kedua orang tuamu? Mereka meninggalkanmu dan tidak mengakui keyakinan kita hanya untuk agama itu," ucapnya penuh penekanan. Tatapan kecewa tersirat jelas di sana.
"Kembalilah, Siska." Pinta pria bermata sipit itu lirih dengan manik mata berkaca. Biarlah dianggap pria lemah, karena dari lubuk hati dia benar-benar tidak bisa menerima kenyataan ini.
Wanita yang dipanggil Siska itu menggeleng. "Aku sudah nyaman seperti ini, David. Tolong, mengertilah."
"Aku akan selalu berdoa pada Allah, semoga setelah ini hidayah juga datang untukmu," imbuhnya.
Semua sudah berlalu. Kalimat terakhir dari wanita masa lalunya itu sekarang kerap mengganggu. Hati dan pikirannya tak tenang, selalu beradu. Keyakinan dan kemantapan wanita itu sekarang juga mulai menjamah hatinya. Menyusupkan ketenangan di sana. Membuat ruang baru di hatinya dengan percikan cahaya benderang.
Bukan cuma karena tertarik pada wanita bernama Alfany, jauh sebelum pertemuan itu dia telah belajar banyak tentang Islam. Bahkan kedua orang tuanya yang dia benci karena agama itu pun sangat mendukung. Mereka pasti bahagia begitu tahu hati David diam-diam telah memilih agama rahmatan Lil 'aalamin meski syahadat belum terucap.
Apakah hidayah benar-benar telah Allah hadirkan dalam hatinya? Inikah jalan Allah membuka mata hatinya yang selama ini terhalang tabir kekufuran? sungguh, kali ini jiwanya tidak mampu mengelak. Hatinya benar-benar telah memilih.
Matanya terpejam sesaat lalu membukanya sembari beberapa kali mengatur napas. Memantapkan niatnya. "Jika ini petunjuk yang Engkau kirimkan untuk mengikuti jalan-Mu, maka permudahkanlah semuanya, Ya Allah."
****
Cukup lama aku duduk di kursi kecil dekat toko pakaian tak jauh dari pasar. Bukan selesai membeli pakaian, melainkan berhenti sejenak untuk mengalihkan pikiran tentang pinangan dokter David tadi dan wajah Kang Fikri. Namun pinangan dan wajah pria masa lalu itu masih saja berkelebat. Seperti saling berebut berkuasa di sana.
Aku harus pergi, semakin lama berada di sekitar sini membuatku pusing. Berulangkali tangan kiriku melambai pada angkutan umum yang lewat, tapi selalu saja penuh. Mengembuskan napas berat, mengusap keringat yang berlomba turun dari kening.
Di tengah kegusaran, tiba-tiba seseorang menepuk pelan punggungku. Sedikit terkejut. Ketika kepalaku menoleh mengetahui siapa orang itu, seketika tubuhku membeku.
Aku kian membeku, tidak menyangka kami akan dipertemukan oleh Allah lagi dengan keadaannya tengah berbadan dua. Wanita dengan wajah berparas ayu itu tersenyum simpul, berdiri di hadapanku. Tatapan teduhnya membuatku semakin merasa tak sepadan dengannya.
Seketika mataku memanas. Tak banyak bergerak, langsung kupeluk erat tubuh wanita di depanku ini untuk menyembunyikan linangan air mata yang siap luruh. Menghalau hati yang perih. Takdir seolah-olah kembali membawaku masuk dalam kubangan kisah lama yang terlalu menyedihkan. Memposisikanku sebagai tokoh yang dipaksa mundur dalam pertempuran karena kalah dengan kenyataan.