Bukankah ada pepatah yang pernah mengatakan, kalau musuh bisa menjelma menjadi apa saja tak terkecuali sebagai orang terdekat sekalipun.
***
"Ang—gara?" Perlahan Anggara membuka matanya mendengar suara panggilan pelan dari seseorang sangat ia kenal. Dan mungkin sangat ia rindukan.
Anggara tersenyum tipis. "R—ra?" ucapnya lemah. Lalu menggerakan tangannya untuk melepas alat bantu dihidungnya.
Zahra menggeleng dan menahan pergerakannya. "Jangan!"
Anggara menampilkan senyumnya dibalik alat bantu napasnya. "M—makasih... udah nungguin gue sampai sembuh," ujarnya. Zahra mengangguk dan air matanya kembali menetes. Sedetik kemudian dia memeluk Anggara. Ia tak bisa menahan segala kerinduan yang sudah lama terpendam.
"Hiks... lo jahat mau ninggalin gue!" kesalnya dengan agak sedikit memukul Anggara pelan di dalam pelukan.
"Hiks... hiks ...." Anggara terkekeh kecil. Entah mengapa ia merindukan, sangat merindukan gadis yang kini sedang berada di dalam pelukannya. Gadis pertama yang selalu membuat dirinya kesal dan emosi karena tingkahnya.
"Miss you too, Zahra," Zahra mendesis kesal ketika mendengar Anggara berujar seperti itu.
"Siapa yang bilang miss you, kok jawab miss you too?" balas Zahra polos dengan mendongak dan matanya kembali bertemu dengan mata Anggara. Anggara terkekeh sebagai jawaban, lalu kembali membawa gadis itu ke dalam rengkuhannya.
"Ehem!" Deheman seseorang membuat Zahra perlahan melepas pelukannya.
"Pelukan mulu, inget tempat woy!" teriak salah satu sahabatnya yang membuat Zahra hanya bisa tersenyum malu-malu.
"Alat bantunya boleh dilepas, karena pasien sudah siuman," ujar salah satu suster yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Anita—Ibu tiri Anggara berjalan menghampiri Zahra dengan senyum haru dan mengusap pelan punggungnya.
Dia senang melihat keadaan anak tirinya yang semakin membaik.
"Ngapain lo disini?!" cecar Anggara dengan nada sinis setelah alat bantunya dilepas.
"Nggak usah caper di depan sahabat-sahabat gue!"
"Pergi!" Zahra mengelus pelan pundak Anita untuk menyabarkannya.
"Pergi!" bentaknya sekali lagi yang membuat Anita memundurkan langkahnya dengan raut wajah sedihnya. "Tante tenang aja, Zahra bakal jagain Anggara kok," ucap Zahra seraya tersenyum meyakinkan sebelum Anita menghilang dari pandangan.
"Terima kasih yah nak Zahra,"
***
"Selamanya lo itu nggak bakal dianggap jadi Ibunya Anggara,"
"Jadi ngapain sampai sekarang masih berharap diakuin?" Seorang pemuda datang dengan kekehan sinisnya.
Anita menoleh ke sumber suara dan berdecak sinis. "Siapa yang berharap jadi ibunya anak bengal kayak dia?"
"Sudah saya duga, anda itu memang wanita licik!"
Anita berdiri seraya menyilangkan tangannya di depan dada. "Licikan siapa antara saya dengan kamu—"
"Musuh dalam selimut."
Orang itu lagi-lagi terkekeh. "Setidaknya saya pernah berguna dihidup Anggara, bahkan saya diakui sebagai orang terdekatnya, nggak kayak anda yang sama sekali tidak pernah diakui sebagai Ibunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] [Humor/Sad Romance] Bermulut pedas, seperti monster, berkuasa, dan suka marah-marah. Siapa sih yang tidak mengenal seorang pemuda dengan pemilik nama lengkap Malik Anggara Devario. Bahkan seantero sekolah pun tau bagaim...