butterfly effect

7.6K 1.3K 434
                                    

jeongin kalah telak di bawah tatapan hyunjin, sepenuhnya tersihir di bawah kuasa pria itu.

dia mengerjap pelan lalu meminum wine-nya dengan gugup.

"kamu ... kamu ingat obrolan kita di malam itu, tujuh tahun lalu?"

hyunjin mengernyit ragu, berusaha menggali potongan memori itu. "kamu cerita kalo kamu keterima di harvard—oh iya, kok sekarang kamu bisa buka toko kue ini? kamu jadi sekolah kuliner dan lepas dari harvard? aku ikut seneng."

"iya. dan kamu inget? saya—"

"aku." koreksi hyunjin.

"—aku tadinya harus ke harvard karena apa?"

"... karena kamu dipaksa sama papa kamu." suara hyunjin melemah.

"dengan alasan yang sama, aku harus melepas anak yang aku kandung sembilan bulan terus aku lahirkan dengan bertaruh nyawa. anak yang langsung aku cintai begitu tau dia ada." jeongin menatap botol wine dari perancis di hadapannya dengan pandangan nanar. "kamu nggak bisa bayangin gimana perasaan aku. juga rasa bersalah yang aku tanggung setelahnya."

"aku minta maaf ...." lidah hyunjin kelu, dia ingin minta maaf karena sudah menuduh jeongin dengan keji, minta maaf karena jeongin harus berpisah dengan el, dan minta maaf karena tidak ada untuk jeongin di masa sulit itu.

tapi sekarang dia di sini. jeongin tak akan sendirian lagi. diam-diam, hyunjin bertekad pada diri sendiri untuk menemani si mungil-yang-imut-dan-tidak-kelihatan-sudah-memiliki-satu-anak ini mulai sekarang.

"tenang aja, papa kamu bakal berubah pikiran begitu ketemu el. i'm sure about that. el itu kayak ayahnya, mempesona dan gampang disukai orang."

jeongin melipat bibir menahan tawa mendengar celetukan narsis hwang hyunjin. "absolutely."

hyunjin tersenyum bangga melihat wajah jeongin yang nampak lebih santai—karena dirinya.

"ngomong-ngomong, gimana pas dulu kamu hamil el? apa dia ngerepotin?"

"pas trimester pertama. morning sickness-nya bikin aku hampir gila. el nggak ngizinin aku makan apa-apa kalo pagi."

hyunjin berdecak menampilkan wajah prihatin, "dasar el anak nakal."

jeongin tersenyum hangat. "tapi abis itu mendingan. el nggak mau ngerepotin aku lama-lama. semuanya lancar —oh! aku punya sesuatu!" jeongin merogoh saku mengeluarkan dompetnya. pemuda manis itu mengeluarkan secarik kertas usang dari sana lalu menyerahkannya ke hyunjin.

kening hyunjin berkerut menerimanya. menatap foto hitam putih berukuran 4x6 sentimeter yang blur dan menampilkan gambar tidak jelas itu dengan bingung.

"apa ini? aneh banget bentuknya, kayak gumpalan nggak jelas gini."

bola mata jeongin terbelalak kesal lalu refleks memukul bahu hyunjin. "itu el, hyunjin! 19 minggu di perut aku."

hyunjin tampak lebih terkejut. benarkah? kalau begitu, dia meralat ucapannya. gumpalan aneh ini tampak sangat lucu dan menggemaskan.

pria yang lebih tua tersenyum haru menatap foto itu melalui sudut pandang yang berbeda.

"kamu simpen foto ini selama tujuh tahun? sampe lecek begini."

"foto itu berharga banget buat aku."

"tenang, aku punya banyak foto el di rumah. ada berapa album ya? lupa. itu anak bener-bener narsis, suka banget difoto."

jeongin tertawa kecil lalu menyesap wine-nya lagi. "makanan favorit dia apa?"

"dia suka sushi kayak aku. dia juga suka banget klepon, ehmm ... lupis juga suka. kalo ke jogja dia makan dua makanan ituuu terus." hyunjin menggelengkan kepala gemas.

Ayah | Hyunjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang