Part 9

1.6K 290 31
                                    


"Sekarang aku bertanya kepadamu, apa kau benar-benar mencintaiku?"

Laki-laki itu hanya diam. Dia tidak berani menjawab pertanyaannya. Bahkan menatapnya saja tidak berani.

Tidak jauh dari tempat itu, tanpa mereka sadari seorang anak sedang melihat mereka dan mendengar percakapan mereka berdua.

"Aku sudah mempertaruhkan segalanya! Tapi kenapa kau setega ini!" teriak wanita itu semakin histeris.

"Ma- maaf." hanya itu yang dapat keluar dari mulut laki-laki itu.

Wanita itu semakin menjadi. Dia mendorong laki-laki itu sampai terjatuh ke tanah. Laki-laki itu tidak berani melawan sedikit pun, karena dia juga menyadari kalau dia yang bersalah.

"Kau tahu? Aku akan membunuhnya!"

Setelah mengatakan itu, wanita itu langsung berjalan cepat ke arah orang yang dia maksud. Laki-laki itu langsung berdiri dan berusaha menahan langkah wanita itu. Tetapi karena sudah dalam keadaan yang sangat marah, wanita itu tidak peduli dan berusaha sekuat tenaga melepaskan diri.

"Tolong! Bunuh saja aku! Jangan dia!" teriak laki-laki itu sambil menahan wanita itu dengan menarik kakinya.

Wanita itu semakin marah lagi dan dengan kuat dia menendang wajah laki-laki itu. Pelipis mata laki-laki itu terluka sobek yang cukup parah karena terkena sepatu hak tinggi yang wanita itu kenakan.

Wanita itu tidak peduli dan tetap melanjutkan niatnya. Laki-laki itu mengumpulkan tenaganya dan mengambil sebuah batu yang berada tidak jauh darinya. Dengan satu mata yang terbuka, dia melemparkan batu itu ke arah wanita itu, dan mengenai leher belakangnya. 

Wanita itu langsung kesakitan dan tersandung ke tanah. Dia memegang leher bagian belakangnya dan merasakan sesuatu. Lehernya juga terluka. Tapi tentu saja tidak separah luka di mata laki-laki itu.

Laki-laki itu berusaha untuk berdiri agar dapat menyelamatkan orang yang akan wanita itu lukai. 

Prang!

Laki-laki itu terjatuh lagi ke tanah. Namun kali ini dia sudah tidak sadarkan diri. Darah dari kepalanya mulai mengalir diantara pecahan botol kaca yang melukai kepalanya.


🌸

Sudah satu bulan sejak insiden aku dan Johnny waktu itu. Tentu saja hal itu membuat aku dan Johnny semakin canggung. Bahkan kami tidak akan berada di dalam satu ruangan secara bersamaan.

Begitu juga Ten, kami juga tidak banyak berbicara sejak kejadian itu. Tapi kenapa dia seperti itu? Aku dan Johnny tidak melakukan apapun. Ini juga bukan kesalahanku sepenuhnya. Apa Johnny tidak menjelaskan kepadanya kalau kami tidak melakukan apapun?

Sekarang Johnny dan Ten sedang sarapan bersama. Aku memberanikan diri untuk masuk ke ruang makan. Saat aku menarik salah satu kursi, Ten langsung menatapku dan langsung mengalihkan pandangannya lagi. Sepertinya dia tidak mau melihatku.

Sedangkan Johnny sepertinya tidak terganggu sedikitpun. Dia tetap melanjutkan menyantap sarapannya.

"Aku sudah memutuskan untuk menjalani proses bayi tabung." kataku sambil menuang susu ke gelasku.

Ten dan Johnny langsung melihatku. Mereka terkejut dengan apa yang aku katakan barusan.

Tapi perkataan Johnny selanjutnya membuat aku lebih terkejut.

"Tidak perlu. Kita bisa mencobanya lagi."
Sekarang giliran aku dan Ten yang melihat Johnny.

"Apa-"

"Bisa kita bicara sebentar?" Johnny langsung memotong perkataanku.

Johnny langsung berdiri dan berjalan ke arah taman belakang, sedangkan Ten langsung pergi meninggalkan ruang makan. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran Johnny.

"Apa maksud ucapanmu tadi?" tanyaku begitu menghampiri Johnny.

"Untuk apa kau melakukan bayi tabung?" Johnny malah bertanya kembali.

"Yang penting aku bisa punya anak, kan?"

"Tapi anak itu akan bukan menjadi darah dagingku."

"Lalu apa bedanya kau menyuruhku untuk tidur dengan laki-laki lain? Lagi pula kalau kau mau mereka bisa menggunakan sel telur darimu."

Sepertinya Johnny kehabisan kata-kata. Dia diam dan hanya menatapku. Aku tidak bisa membaca ekspresinya. Dia terlihat sangat datar.

"Johnny.. apa kau menyembunyikan sesuatu dari Ten?"

Sepertinya pertanyaanku barusan sangat berpengaruh untuk Johnny. Aku dapat melihat dengan jelas kelopak matanya sedikit melebar, walaupun dia berusaha untuk menutupinya.

"Aku akan menjelaskan kepada Ten kalau kita tidak pernah melakukan apapun." kataku dan langsung bergegas pergi.

Tapi Johnny menahanku dengan memegang lenganku.

"Lakukan apapun yang kau mau agar kau bisa hamil. Tapi tetap jangan katakan kepada Ten kalau kita tidak berhubungan intim."

Setelah mengatakan itu, Johnny langsung pergi meninggalkanku. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi yang pasti, Johnny pasti menyembunyikan sesuatu.

Aku melihat Johnny pergi ke kantor tanpa Ten mengantarkannya. Tidak seperti biasanya.

Sekarang aku benar-benar bingung bagaimana harus berbicara kepada Ten. Padahal hari ini aku berencana untuk mengajak Ten pergi mengurus butik yang akan kami buka. Kenapa aku harus menjadi korban lagi?

Aku memberanikan diri untuk berjalan ke arah kamar Ten dan Johnny. Aku yakin dia berada didalam kamarnya. Tetapi aku hanya berdiri didepan pintu kamarnya. Aku tidak berani.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Ten juga terkejut karena melihat aku sudah berdiri didepan kamarnya.

"Ten." Aku langsung memanggilnya, berusaha untuk mencairkan suasana.

"Apa hari ini kau sibuk?" tanyaku lagi.

Tapi Ten hanya diam melihatku membuat aku semakin gugup.

"Be-begini kau ingat kan, hari ini kita harus bertemu dengan vendor kita."
Sial. Aku benar-benar gugup.

"Baiklah."
Suara Ten sangat kecil, tapi untungnya aku dapat mendengarnya. Dia langsung masuk lagi ke dalam kamarnya. Mungkin untuk bersiap-siap. Jadi aku memutuskan untu menunggu di ruang tamu.

🌸

Setelah selesai rapat dengan vendor kami, kami langsung pulang. Aku tidak berani mengajak Ten untuk minum bersama seperti waktu itu. Selama diperjalan pergi tadi, kami hanya diam. Dan begitu juga seperti saat ini diperjalanan pulang.

"Maaf."

Tiba-tiba aku mendengar Ten mengatakan itu. 

"Ha?" spontan aku hanya bisa merespon itu.

"Maaf aku menjadi perusak di rumah tanggamu."

Setelah mendengar ucapan Ten, aku meminggirkan mobil ke tempat yang aman. Sepertinya kami memang harus berbicara.

"Aku juga minta maaf." kataku sambil melihat Ten. Ten hanya menunduk dan bermain dengan jari kecilnya.

Aku benar-benar merasa bersalah karena aku harus berbohong kepada Ten. Pasti sangat sakit baginya membayangkan kekasihnya harus tidur dengan orang lain. Padahal kami tidak melakukan apapun.

Aku mengingat bagaimana cara Johnny memintaku agar tidak memberitahu Ten yang sebenarnya. Mata Johnny sangat penuh permohonan. Seakan-akan ini adalah jalan terbaik untuk dia dan Ten.

"Apa dia melakukannya dengan baik?" Ten melihatku sambil tertawa kecil. Aku tahu dia sangat memaksakan diri untuk tertawa. Jelas terlihat kalau dia sangat terluka.

"Ten.." Aku hanya bisa mengatakan itu sambil menghela nafasku. Aku bersumpah didalam hatiku, setelah aku memiliki anak mereka berdua akan kembali bahagia seperti dulu. Aku juga akan bahagia dengan anakku nanti. Ya. Aku akan memastikan hal itu terjadi.

"Apa sebaiknya aku pergi saja?"

The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang