Part 20

1.5K 250 38
                                    

Aku keluar dari kamarku dengan melangkah perlahan-lahan. Tapi rasa sakitnya sudah jauh berkurang dibanding saat aku baru bangun dari tidurku. Tadi rasanya kakiku seperti tidak sanggup bahkan hanya untuk berdiri tegak. Aku seperti bayi yang baru saja belajar berjalan.

Tentu saja tadi malam adalah pertama kalinya untukku. Aku juga tidak tahu kami akan berbuat sejauh itu. Awalnya kami berniat hanya untuk berbicara, bertukar pikiran, berbagi keluh kesah, tapi ternyata akhirnya diluar dugaanku.

"Aku tahu ini yang pertama kali untukmu, tapi aku tidak menyangka akan senikmat ini."

Perkataannya kembali terbayang di benakku. Belum lagi harus mengingat suaranya yang berat disela nafasnya yang masih terengah-engah, tatapan matanya yang dalam walaupun matanya terlihat sayu, belum lagi rambutnya yang sedikit berantakan dengan sedikit keringat di sekujur tubuh dan wajahnya, membuat dia semakin terlihat menggoda.

"Aku berharap akan ada malam-malam seperti ini lagi." katanya sambil tersenyum menyeringai menggodaku. Aku ikut tersenyum sambil menggigit bibirku, aku tidak tahan lagi dia benar-benar terlihat sangat "panas" sekarang. Aku merangkul lehernya dan langsung menariknya lagi ke dalam ciuman.

Aku tersenyum sendiri seperti orang gila mengingat semua kejadian tadi malam. Maaf, tapi sejujurnya aku juga tidak ingin itu terjadi hanya satu kali.

Tiba-tiba aku melihat Johnny masuk ke ruang makan dengan telepon genggamnya. Aku berusaha menghapus senyumanku dan kembali fokus dengan sarapan yang ada dihadapanku. Aku tidak ingin Johnny tahu kalau aku sedang memikirkan kejadian tadi malam.

Dan ternyata aku baru sadar. Daritadi aku hanya mengaduk-aduk makananku. Bukan hanya bentuknya yang sudah tidak utuh lagi, bahkan makanan ini sudah dingin. Padahal seingatku aku baru saja mengeluarkan makanan ini dari oven.

Johnny duduk di depanku menyiapkan peralatan makannya. Tapi dia tidak langsung menyantapnya, melainkan kembali fokus dengan telepon genggamnya. Wajahnya terlihat sedikit panik dan cemas.

"Ada apa?" tanyaku.
Aku tidak dapat menahan rasa penasaranku. Sebenarnya aku tidak begitu berharap Johnny akan menjawabku, karena aku tahu dia tidak akan suka kalau aku mencampuri urusannya.

"Aku tidak bisa menghubungi Ten." tiba-tiba jawab Johnny.

"Kau tidak melihatnya pergi bekerja?" tanyaku masih sedikit bingung.

"Iya. Pihak hotel mengatakan kalau dia tidak jadi menginap disana dan kamar kami juga sangat rapi, jadi dia pasti tidak menginap di rumah juga. Sekarang teleponnya juga tidak aktif." jawab Johnny sambil mencoba terus menghubungi Ten.

Aku jadi ikut panik dan mengeluarkan telepon genggamku.

"Pergilah ke butik untuk mencarinya. Aku akan mencoba menghubungi dia juga." kataku memberi saran.

Johnny melihatku sambil menganggukkan kepalanya. Dia langsung bergegas pergi ke butik untuk mencari Ten. Aku jadi terpikir, "Kalau aku yang menghilang seperti itu, apa dia akan sekhawatir ini juga?"

Selama menyantap sarapanku aku terus berusaha menghubungi nomor Ten yang masih tidak aktif. Aku mengirimnya beberapa pesan mengatakan kalau Johnny khawatir dengan keberadaannya.

Setelah sarapanku habis, aku membersihkan meja makan dan mengangkat piring kotor ke mesin pencuci piring. Setelah menatanya dengan rapi di dalam mesin, aku menekan tombol on mesin tersebut.

Aku mencoba lagi menghubungi Ten, dan kali ini teleponnya tersambung. Aku langsung menjadi bersemangat. Tapi baru beberapa kali terdengar nada terhubung, teleponku langsung terputus. Sepertinya dia menolak panggilanku.

The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang