"Aku baru sadar, selama ini aku terlalu baik. Kau memang kekasihnya, tapi tetap saja kau adalah suamiku. Jadi mulai sekarang, kita harus bertingkah selayaknya pasangan suami dan istri."
Setelah aku mengatakan hal tersebut, Johnny langsung mendekat lalu menggenggam lenganku dengan sangat kuat. Sungguh, rasanya sangat sakit. Tapi aku harus tetap berpura-pura kuat.
"Ada apa ini sebenarnya?!" bisik Johnny tepat ditelingaku. Aku hampir bisa mendengar gertak giginya yang merapat karena menahan emosi.
"Aku hanya ingin mendapatkan hakku sebagai seorang istri." jawabku dengan santai.
Johnny menatap mataku dengan penuh dendam dan amarah. Dia seperti dapat membunuhku hanya dengan matanya yang tajam. Setelah itu dia melepaskan tangannya dengan kasar.
"Berhentilah bersikap bodoh. Aku akan mengambil barang-barangku kembali besok." kata Johnny berusaha untuk tenang.
Dia berjalan ke arah Ten dan langsung menggandeng tangan Ten untuk pergi dari ruangan ini. Belum ada mereka beranjak lima langkah, aku menghentikan mereka dengan perkataanku.
"Aku akan memberitahu keluarga kita kalau kau tidak menuruti perkataanku." ucapku dengan sangat dingin. Aku sudah tidak peduli lagi dengan perasaan orang lain. Aku memilih untuk menjadi perempuan egois.
Johnny membalikkan tubuhnya. Wajahnya sudah sangat merah karena emosi. Sepertinya dia sudah berancang-ancang untuk menghajarku, tapi Ten menahan Johnny dengan menarik tangan Johnny.
Aku memalingkan pandanganku ke arah mana saja, asalkan aku tidak melihat wajah mereka. Entah kenapa tiba-tiba air mataku bergelinang. Aku berusaha agar tidak ada air mataku yang menetes.
Ten berbisik kepada Johnny,
"Kamu sudah berjanji tidak menyakitinya lagi."Johnny menatap Ten tidak percaya. Dia benar-benar sangat kesal sekarang. Tapi dia tidak bisa membantah perkataan Ten, apalagi dia sendiri yang sudah berjanji.
Ding! Dong!
Terdengar suara bel rumah kami. Aku langsung bergegas menuju pintu depan untuk melihat siapa yang datang. Aku juga tidak mau berlama-lama di tempat ini.
"Oh- Hai?"
Wanita ini agak sedikit terkejut melihatku begitu aku membukakan pintu. Dia sangat cantik. Tapi aku tidak mengenalnya."Maaf, Anda mencari siapa?" tanyaku dengan sopan.
"Sepertinya saya salah alamat. Saya pikir ini rumah Tuan Ten." jawab wanita itu.
"Anda tidak salah alamat, Ten memang tinggal disini. Saya akan memanggilnya. Silahkan masuk." tawarku dengan senyuman kecil.
"Oh tidak perlu. Saya bisa menunggu disini, saya tidak akan lama." tolak wanita itu.
Aku membalasnya dengan gumaman sambil tersenyum. Saat aku membalikkan tubuh, Johnny dan Ten keluar dari ruang makan bersama-sama, bergandengan tangan. Ya, bergandengan tangan!
"Ten!" teriakku cukup kuat.
Karena bukan hanya memanggil Ten, aku juga ingin agar Johnny melihat kalau sedang ada tamu yang datang, jadi mereka bisa melepaskan kaitan tangan mereka.Tentu saja Ten dan Johnny terkejut mendengar suaraku yang kuat. Dan untungnya begitu melihat ada tamu, mereka langsung peka dan melepaskan gandengan tangan mereka.
Ten langsung bersikap natural dan tersenyum ke arah wanita itu, sedangkan Johnny berdiam diri. Dia terlihat sangat terkejut, seperti melihat hantu.
"Nancy? Ada perlu apa kesini?" sapa Ten dengan ramah sambil berjalan ke arahku dan wanita itu.
"Johnny? Kau Johnny Suh, kan?" tetapi wanita itu malah berbicara kepada Johnny.
Johnny masih terlihat diam mematung menatap wanita itu. Sedangkan aku dan Ten bertukar tatap kebingungan, apa Johnny dan wanita ini saling kenal?
Tapi tunggu. Nancy? Aku seperti pernah mendengar nama itu.
Seketika ekspresi wajah Johnny berubah menjadi ramah. Sambil tersenyum dia berjalan ke arah kami.
"Hai, sudah lama tidak bertemu." sapa Johnny.
Aku sedikit terkejut saat Johnny berdiri sangat rapat denganku. Bukan hanya itu, dia juga merangkul pinggangku dengan sangat erat. Aku bahkan sampai merasa sedikit sesak. Aku tahu kami harus berpura-pura jika didepan orang lain, tapi aku rasa ini sedikit berlebihan.
"Oh My God! Jadi ini istrimu?" tanya Nancy sambil memegang mulutnya. Dia terlihat sangat terkejut.
Johnny tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Lalu dia menatapku dengan tatapannya yang "penuh cinta". Akupun berusaha mengikuti permainannya. Aku sudah sangat merasa geli sekarang.
"Hai! Ya ampun, maafkan aku. Aku benar-benar tidak tahu. Namaku Nancy." sapanya lagi sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Aku pun membalas uluran tangannya.
"Tunggu, jadi kalian tinggal satu rumah?" tanya Nancy sambil melihat ke arah kami bertiga.
"Ten adalah asisten pribadiku. Jadi dia juga tinggal disini." jawabku dengan tenang. Aku sudah mulai terbiasa menghadapi pertanyaan seperti ini.
"Oh begitu. Jadi ini Nyonya Suh yang tadi kau ceritakan? Astaga, aku tidak tahu dunia sesempit ini." kata Nancy sambil tertawa kecil kepada Ten.
"Tapi ngomong-ngomong, bagaimana bisa kau mengenal Johnny?" tanya Ten kepada Nancy.
Nancy melihat Ten dengan sedikit bingung.
"Ah- maksudku, Tuan Suh." Ten memperbaiki ucapannya.
"Dia teman lamaku saat masih di Chicago." Johnny menjawabnya untuk Ten. Aku masih bisa sedikit merasakan Johnny menjawabnya agar Ten tidak curiga.
Nancy melihat Johnny dengan sebuah tatapan yang tidak dapat di menegerti. Lalu tiba-tiba dia tertawa dengan kuat. Kami bertiga terkejut karena suara tawa Nancy. Walaupun suara tawanya cukup kuat, dia masih saja terlihat anggun.
"Johnny.. Johnny.. Ayolah, kita sudah sama-sama dewasa. Aku rasa istrimu tidak akan apa-apa. Iyakan, Nyonya Suh?"
Aku melihat Nancy sambil mengerutkan keningku karena aku tidak mengerti ucapannya.
"Aku mantan kekasih Johnny." kata Nancy lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-
Fanfiction"Jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Saya seorang gay." ps : "Don't judge a book by it's cover" #1 : ffindo (150121) #1 : ffnct127 (191120) #1 : johnnysuh (060121) #1 : johnnyff (060121) #1 : tennct (150121) #1 : johnnyten (150121)