Part 10

1.8K 278 40
                                    

"Apa sebaiknya aku pergi saja? Mungkin kalian bisa memulai hidup baru yang bahagia."

"Apa kau gila? Dia bisa membunuhku kalau kau tidak ada." Protesku begitu mendengar perkataan Ten. Berbeda ruangan dengan Ten saja Johnny bisa melakukan hal sekasar itu kepadaku. Bagaimana kalau Ten benar-benar tidak ada? Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi kepadaku.

"Membunuhmu? Apa dia pernah menyakitimu?" tanya Ten.

"A- tidak. Bukan seperti itu maksudnya. Dia sangat mencintaimu. Dia pasti akan sangat frustasi kalau kau pergi dan mengira aku yang menyuruhmu pergi. Dan tentu saja dia akan membunuhku. Tidak benar-benar membunuh, ya kau tau apa maksudku kan?"
Mudah-mudahan alasanku cukup meyakinkan Ten.

Ten diam dan mengamati wajahku. Aku berusaha setenang mungkin sambil tersenyum agar Ten tidak mencurigai sesuatu. Walaupun hubungan pertemanan kami sangat aneh, tapi aku sangat yakin kalau Ten tidak ingin aku disakiti. Begitu juga denganku. Aku tidak ingin Ten disakiti.

"Adora.. aku ingin bertanya sesuatu."

Aku diam dan menunggu pertanyaan Ten. Sepertinya dia sedikit ragu untuk bertanya.

"Hmm.. Apa yang kau pikirkan tentang pasangan seperti kami? Apa kau tidak jijik melihat aku dan Johnny?"

Aku menyandarkan tubuhku dengan nyaman dikursi mobil. Aku bahkan sampai membuka safety belt-ku agar bisa lebih leluasa. Pertanyaan ini cukup berat. Apalagi orang yang bertanya adalah subjek utamanya.

"Sebenarnya kalian pasangan pertama yang aku temui secara langsung. Selama ini aku hanya mendengar cerita dari orang lain atau melihat dari sosial media."

Aku melihat reaksi Ten dulu sebelum melanjutkan perkataanku lagi. Karena dia cukup tenang, jadi aku rasa aku bisa melanjutkannya.

"Dari awal pun aku tidak pernah membenci orang atau pasangan seperti kalian. Lagi pula aku tidak punya hak untuk menghakimi orang lain. Orang straight seperti kami juga belum tentu lebih baik dari kalian, bukan?" 
Aku tersenyum, dan syukurlah Ten juga membalas dengan senyuman kecil.

"Aku pernah mendengar seseorang berkata, kalau surga, neraka, atau bahkan kehidupan kita selanjutnya tidak ditentukan oleh apa yang kita sukai selama hidup. Termasuk jenis seksualitas kita. Tapi itu semua ditentukan dengan perbuatan kita selama hidup, apakah baik atau jahat. Jadi menurutku, tidak masalah kalau kita menyukai pria, wanita, tua, ataupun muda. Yang terpenting adalah tidak mempraktikkannya. Kau paham maksudku?"

Aku tidak dapat lagi menahan pendapatku. Walaupun aku tahu itu akan sangat menyinggung perasaan Ten. Mereka pasti pasangan yang sudah melakukan "itu". Tapi sekali lagi, aku tidak berhak menghakimi mereka salah atau benar. Aku hanya mencoba untuk memberitahu kebenaran.

Ten masih tersenyum kecil, lalu berkata,
"Kau pasti sangat rajin mendengar khotbah di gereja."

Aku tertawa mendengar perkataan Ten.
"Aku tidak punya agama." kataku.

"Ta-tapi kau dan Johnny menikah secara Kristen. Da-dan juga.. kau sangat baik." jawab Ten masih tidak percaya.

"Oh.. come on, Ten! Baik dan jahat seseorang bukan karena agamanya. Lagi pula aku dan Johnny menikah secara Kristen karena orang tua Johnny yang memintanya." 
Aku mengatakannya sambil tertawa kecil.

Ten masih melihatku kebingungan. Dia masih mencerna setiap perkataanku. Sedangkan aku hanya bisa tertawa melihat wajahnya yang sangat polos.

Telepon genggamku berbunyi, aku mengangkat telepon dari ibuku. Dan Ten masih melihatku dengan wajahnya yang menggemaskan.

"Apa kau mau ikut kerumahku? Ibuku memintaku untuk datang karena dia ingin memamerkan hasil masakannya." kataku setelah mengakhiri panggilan dengan ibuku.

The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang