Part 13

1.5K 282 31
                                    

Aku sedang berbaring dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bahkan sampai sekarang pun aku tidak bisa berhenti menangis. 

Aku kehilangan bayiku.

Ini bukan soal uang yang sangat banyak yang sudah aku keluarkan untuk proses bayi tabung. Tapi aku kehilangan satu-satunya harapan yang akan menjadi jaminan aku akan hidup bahagia kedepannya.

Aku meminta agar semua orang untuk tidak masuk ke ruanganku karena aku tidak ingin diganggu. Aku tidak ingin ada orang yang berusaha untuk menghiburku. Aku hanya ingin sendirian untuk saat ini.

Secara tidak langsung, aku merasa sudah menjadi seorang pembunuh karena gagal menjaga bayiku.

🌸

Johnny sedang duduk di depan ruangan Adora. Dia benar-benar tidak bisa fokus sekarang. Bahkan sangkin tidak fokusnya, dia tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang. Sedih, kecewa, marah, entah apapun itu. Dia layaknya mayat hidup yang tidak memiliki perasaan apapun.

Ten melihat Johnny dari kejauhan sedang duduk dengan pandangan kosong. Dia memutuskan untuk menghampiri Johnny. Setelah berada di dekatnya, Ten duduk disamping Johnny. Tapi Johnny bahkan tidak menyadari kehadiran Ten.

"Hey.." sapa Ten dengan suara yang kecil agar tidak mengejutkan Johnny.

Johnny langsung tersadar dari lamunannya. Dan begitu menyadari Ten berada disampingnya, dia langsung membajiri Ten dengan pertanyaan.

"Mereka sudah mengobatimu?"

"Johnny.." sela Ten.

"Bagaimana? Apa lukanya parah?"

"Johnny, stop."

"Apa kamu yakin tidak perlu dirawat?"

"John.."

"Tadi lukamu cukup par-"

"Johnny, I said stop!" Ten sedikit membentak Johnny. Tetapi dia harus sedikit mengontrol nada bicaranya karena mereka berada di rumah sakit. Johnny langsung terdiam dan hanya menatap Ten.

"Apa kamu sudah melihat keadaan Adora?" tanya Ten dengan lembut.
Tetapi Johnny hanya menunduk, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Dia belum ada bertemu dengan Adora, bukan hanya karena Adora melarangnya, tetapi ayah mertuanya pun juga melarang. Ten menghela nafasnya.

"Akan terdengar sangat naif kalau aku memintamu peduli kepadanya, tapi.."
Ten sedikit ragu mengucapkannya, bahkan Johnny sampai melihatnya untuk menunggu kelanjutan perkataan Ten.

"Bisakah kau tidak kasar kepada Adora?" 
Ten benar-benar mengatakannya dari dasar hatinya. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca. Dia adalah satu-satunya orang yang menyaksikan bagaimana Johnny mendorong tubuh Adora dengan sangat kuat. 

Johnny yang menyadari hal itupun langsung menarik Ten ke dalam pelukan. Tetapi dia tetap berhati-hati karena takut akan mengenai luka tangan Ten.

Ten tidak membalas pelukan Johnny. Dia memejamkan matanya dengan erat, tetapi ternyata usahanya tetap sia-sia. Air matanya tetap mengalir. Ten menangis dalam diam.

"Maafkan aku."
Hanya itu yang bisa Johnny katakan saat ini.

"Dia tidak bersalah, John. Bahkan seharusnya kau harus sangat berterima kasih kepadanya. Kalau tidak, kita tidak akan bisa bersama seperti ini." kata Ten.

Johnny semakin erat memeluk Ten. Dia benci perasaan sedih seperti ini. Dia benci harus merasakan penyesalan seperti ini. Penyesalan karena sudah melukai orang lain dan bahkan perasaan sedih karena sudah membunuh bayinya.

"Sebenarnya aku sudah berencana untuk meninggalkanmu." kata Ten.

Johnny terkejut mendengarnya. Dia bahkan sampai melonggarkan pelukannya agar dapat melihat wajah Ten. Johnny berharap Ten hanya sedang bercanda.

"Tapi Adora yang menahanku untuk tetap disini. Bersamamu. Bersama kalian." lanjut Ten.

Johnny lebih terkejut lagi mendengarnya. Bola matanya sedikit membesar. Dia tidak menyangka Adora sangat mendukung hubungan mereka.

"Bisakah kamu berjanji, agar mulai sekarang kamu akan bersikap baik kepadanya? Setidaknya sebagai ucapan terima kasih karena dia mempertahankan aku tetap disini." pinta Ten.

Johnny menatap Ten selama beberapa saat, dia mulai dapat mengerti bagaimana perasaan Ten. Lalu dengan mantap mengatakan,
"Ya, aku berjanji."

Ten tersenyum manis mendengar jawaban Johnny. Johnny memegang wajah kecil Ten, dan ibu jarinya mengusap bibir Ten yang tersenyum. Dia sangat  menyukai senyuman Ten. 

Johnny mendekatkan wajahnya ke wajah Ten. Dia sangat ingin mencium Ten saat ini. Tapi saat bibir mereka hampir bertemu, Ten langsung menjauhkan dirinya.

"Kita sedang berada ditempat umum, John." kata Ten sambil memperbaiki posisi duduknya.

Johnny menghela nafasnya dengan panjang, lalu ikut memperbaiki posisi duduknya juga. Johnny menyilangkan kedua tangannya dibekalang kepalanya. Dia memejamkan matanya. Dia sangat lelah.

Ten memperhatikan wajah Johnny yang sedang terpejam. Dan tanpa Johnny ketahui sebuah senyuman ataukah sebuah seringai muncul di bibir Ten.

🌸

Aku sedang berdiri didepan jendela kaca besar ruanganku. Aku dapat melihat pemandangan kota Seoul yang ramai dengan mataku yang sedikit menyipit karena bengkak. Aku sudah terlalu banyak menangis. Bahkan rasanya aku sudah kehabisan air mata.

Tiba-tiba aku mendengar suara pintu ruanganku terbuka, dan dengan cepat aku mengatakan,
"Keluar!"

Setelah beberapa detik, aku mendengar suara pintu tertutup lagi. Aku menghela nafasku karena lega tidak ada yang menggangguku.

Namun saat aku memejamkan mataku untuk menenangkan diri, tiba-tiba ada sepasang tangan yang memelukku dari belakang dengan erat.

The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang