Part 24

1.3K 200 26
                                    

Aku benar-benar bersyukur karena tidak lama kemudian ada warga desa yang menolong. Mereka membantu membopong tubuh Johnny ke dalam mobil yang tadi kami bawa. Dan untungnya lagi, ada warga yang bisa menyetir. Jadi aku bisa menemani Johnny dibelakang.

Posisi tubuh Johnny memang dalam keadaan duduk, tapi sebagian besar tubuhnya bersandar ditubuhku. Aku berusaha membuat kepala Johnny yang bersandar dibahuku tetap stabil dan senyaman mungkin. Aku benar-benar ketakutan sekarang. Melihat gunting rumput yang sangat besar itu masih tertancap diperut Johnny semakin membuatku tidak berhenti menangis.

Johnny memang masih bernafas, tapi sangat terlihat dia berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku memegangi pipinya dan membersihkan darah yang keluar dari mulutnya dengan tanganku.

"Tolong bertahanlah." kataku disela-sela isak tangisku.

Aku tidak tahu apakah Johnny masih dapat mendengarku atau tidak. Tapi demi apapun, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai Johnny tidak bisa diselamatkan. Dia sudah menyelamatkanku. Aku yang seharusnya tertikam dengan gunting rumput itu. Aku yang seharusnya merasakan sakit itu.

Tiba-tiba tangan Johnny memegang tanganku yang berada dipipinya. Dia masih memejamkan matanya, tapi aku dapat mengerti. Dia masih bisa mendengar ucapanku barusan dan mengisyaratkan agar aku tidak khawatir dengannya. Tapi itu justru membuat tangisanku semakin pecah.

"Tolong lebih cepat, Pak!" perintahku kepada Bapak yang sedang menyetir. Tapi aku lebih terdengar seperti sedang memohon kepada Tuhan.

Akhirnya kami sampai ke sebuah rumah sakit kecil yang ada di desa itu. Semua yang berada di rumah sakit itu terkejut melihat kondisi Johnny saat dikeluarkan dari dalam mobil. Wajahnya semakin pucat, aku semakin takut bahkan tubuhku sampai bergetar.

Johnny langsung dibawa masuk ke dalam ruangan operasi. Aku langsung berhenti di depan pintu ruangan tersebut, karena aku tahu aku tidak akan diperbolehkan masuk. 

Lalu seorang perawat datang menghampiriku dan berkata, "Maaf bu, silahkan ke bagian administrasi untuk mengisi data pasien."

Aku menghapus air mataku dan mengumpulkan seluruh sisa tenaga yang aku punya untuk pergi ke bagian administrasi. Setelah sampai disitu, perawat yang lainnya memberikan selembar kertas padaku untuk diisi.

Aku langsung mengambil pena yang tersedia dan mulai menulis dengan nama lengkap Johnny. Tapi di kolom data berikutnya, gerakku terhenti. Dadaku mulai terasa sesak lagi.

Aku bahkan tidak tahu tanggal lahir Johnny.

Aku kembali menangis. Seorang perawat sampai datang membantu menenangkanku dengan merangkul kedua bahuku. Bagaimana bisa aku hidup seegois ini. Aku melanjutkan membaca semua data yang harus aku isi, aku benar-benar tidak tahu semuanya.

Aku benar-benar tidak tahu dengan siapa aku hidup selama ini. Aku menikahi seseorang yang hanya namanya saja aku ketahui. Dan aku juga mempercayakannya kepada seseorang yang ternyata menyimpan banyak rahasia dari kami.

Ten.

Begitu teringat dengan Ten, aku langsung terdiam. Tadi aku mendengar sekilas kalau Ten juga dibawa ke rumah sakit ini untuk diberi pertolongan. Tapi tadi aku tidak menghiraukannya. Aku hanya peduli dengan keselamatan Johnny.

"Dimana dia? Pasien yang juga dibawa kesini bersama kami?" tanyaku kepada perawat itu. Dia sampai terkejut mendengar pertanyaanku yang secara tiba-tiba. Dia menunjuk ke salah satu ruangan.

Aku mengambil kartu debit dari dalam tasku dan meletakkannya di atas meja administrasi tersebut.

"Pakai ini. Aku tidak peduli berapa pun biayanya, asalkan kalian harus menyelamatkan Johnny." kataku dan langsung pergi meninggalkan perawat itu. Perawat itu melihatku dengan kebingungan tapi tidak punya pilihan lain untuk menerima kartu dariku tersebut.

The Gay Husband (Johnny/Ten) NCT -hiatus-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang