52{KABAR DUKA?}

555 72 4
                                    

PEPETI Kini hanya tinggal nama, tersisa banyak kenangan di dalam nya. Mereka tak bisa apa apa selain mengiyakan kehendak yang terjadi. Sudah tidak ada lagi Pepeti dikalangan Remaja saat ini. Mereka hanya pasrah pada takdir yang berjalan.

Tara memandang pemuda yang berada di balik jeruji sel besi dengan tatapan tak bisa di artikan. Kecewa? Tentu. Tetapi pas mendengar alasan pemuda itu Tara hanya bisa memaklumi.

"Gue, minta maaf yang sebesar besarnya Tar. Gue Gak nyangka kalo ketergodaan gue dengan uang bisa berakibat fatal seperti ini." Lirih pemuda itu memandang Tara dengan perasaan bersalah. Karena kesalahan dia, mereka. Para pepeti harus membubarkan atas suruhan pihak yang berwajib.

"Gue, paham. Seharus nya kalo lu ada masalah dengan ekonomi ngomong ke kita kita. Pasti kita bantu walaupun nominal nya gak besar. Jangan malah ngejerumusin diri ke lingkaran setan kaya gini, Dit" imbuh Tara.

Dito hanya bisa merutuki diri sendiri, kenapa dirinya harus tergoda dengan iming iming itu. Kenapa? Andai Dito tidak menerima tawaran itu, andai Dito berterus terang saja pada mereka. Tapi itu hanya andai, beda sama ekspetasi sekarang ini.

Sekitar jam 2 siang Dito di tangkap oleh polisi di kediamannya atas dasar pelaku penyebaran narkoba. Tidak ada pembelaan yang Dito lakukan. Hanya pasrah saja lah dirinya diringkus oleh Polisi. Karena memang itu kesalahan dia. Setiap tindakan Pasti ada konsekuensi nya kan? Ini lah konsekuensi yang Dito dapatkan.

Anggota Pepeti yang di telpon Oleh salah satu anggota polisi tentu saja kaget. Bagaimana tidak kaget? Pak polisi memberitahukan bahwa salah satu anggota Pepeti menjadi salah satu pengedar yang sedang di incar para polisi saat ini. Terlebih lagi orang nya Dito. Mereka tidak menyangka sama sekali.

Salah satu polisi berbadan jangkung menghampiri Tara. "Maaf, De. Waktu jenguk sudah habis silahkan keluar ya."

Mengangguk singkat seraya membalikan Badan, Tara berhenti di tempat setelah mendengar gumaman Dito.

"Maafin gue sekali lagi. Gue tau gue pecundang. Maafin gue Tar, tolong si pecundang ini Tar. Ibu gue di rumah sakit lagi di operasi, gue minta tolong sama Lo buat jengukin Ibu gue, gak ada lagi keluarga nya selain gue. Gue mohon, gue janji gak akan nampakin diri lagi di hadapan kalian."

Tara membalikan badan seraya menatap Dito nyalang. "Lu bisa gak si gausah ngomong 'gue janji gak akan nempakin diri lagi di hadapan kalian? Kita ini udah kaya keluarga! Bisa bisa nya lu ngomong kaya gitu. Lu gak inget janji para pepeti?!"

"Satu anggota, satu keluarga!" Jawab Tegas Dito.

"Nah tuh lu tau dugong. Soal ibu lu tenang aja, gua sama yang lain bakal tiap hari ngunjungin beliau sampe pulih. Dan gue juga bakal sering jenguk lu disini." Ujar Tara.

Dito memandang Tara haru. "Makasih, makasih banget. Maafin gue yang udah ngecewain kalian."

Tara mengangguk singkat. "Yaudah gue keluar ya, si coklat berjalan lagi merhatiin kita noh." Sarkas Tara melirik sekilas polisi yang tadi menghampiri nya, lantas Dito terkekeh melihat nya.

"Insap ya lu disini, nanti keburu di intai sama izroil. Tiati juga sama temen satu ruangan lu, tiati di perkosa masal. Hahaha." Pungkas Tara melarikan Diri dari hadapan Dito.

Dito menggeram tertahan. "Bangsul,"

***

Keluar dari ruangan ditahan nya Dito, Tara di sambut berbagai macam pertanyaan dari para anggota pepeti. Ah ralat mantan anggota pepeti.

"Tar, terus kita gimana?" Tanya Budi lesu. Dirinya sungguh tak rela bila Pepeti di bubarkan.

"Gak gimana gimana. Jalanin aja. Toh ini takdir kita, mau di apain juga tetep begini." Jawab Tara lugas.

OMG KOLOR IJO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang