(1) A Package

47 11 0
                                    

By: Rizal

**

Hari telah menunjukkan mentarinya dan jam beker Max pun telah berdering keras. Namun itu tak membuat Max bangun dan memulai harinya dengan semangat. Max adalah seorang siswa di salah satu sekolah favorit di kotanya, namun hal tersebut tak membuat Max merasa betah di sekolah. Max bisa di bilang seorang yang tak pernah tinggal diam apabila ada yang mengganggunya. Dia juga seorang yang kuat akan tekad dan tujuannya.

“Max, bangun dan bersiaplah untuk sekolah”, hampir setiap pagi Ibunya membangunkannya. Dan jawaban Max pun tak pernah berubah “Aku benci sekolahku”.

Hari itu Max sepeti biasa berangkat ke sekolah sendiri dengan berjalan santai. Namun tanpa sadar di hari itu pula awal semua kejadian yang mungkin membuat Max semakin membenci hidupnya. Bagaimana tidak, jika saja Max tak ikut campur dalam kejadian itu, mungkin sekarang Max jauh lebih baik dari yang dia rasakan saat ini.

Setelah berjalan beberapa ratus meter dari kediamannya, rupanya Max mendengar seseorang yang sedang merintih meminta tolong. Awalnya Max pun acuh dan tak peduli, namun sepertinya Max pun punya rasa kasihan terhadap seseorang yang bahkan tidak Max kenal. Max pun menghampiri orang tersebut dengan bergumam di setiap langkahnya.

“Ah, dengan begini membuatku semakin repot saja,” ucap Max sambil mendekati orang yang sudah sangat sekarat.

“Tolong, aku mohon tolonglah diri ku,” dengan nada setengah sadar orang itu berusaha meyakinkan Max untuk menolongnya.

Orang itu mencoba segala menjelaskan segala informasi tentangnya dan bawaannya kepada Max dengan keadaan yang sudah sangat kritis.

“Kau ini siapa dan mengapa kau begini” ucap Max seraya membasuh luka-luka yang terdapat di sekujur tubuh orang itu dengan air minum yang Max bawa.

Namun sayang, belum sempat orang itu menjelaskan apa yang Max tidak ketahui, orang itu telah pingsan. Max pun membawa orang itu ke sebuah rumah sakit terdekat dan segera melanjutkan perjalanannya ke sekolah.

Setibanya di sekolah Max tak henti-hentinya memikirkan bagaimana dan mengapa orang itu mendapat luka yang begitu mengenaskan. Max juga memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada orang itu dan Max mulai mengkhawatirkan dirinya jika ia masih mencampuri urusan orang yang belum Max kenal. Akhirnya Max memutuskan untuk menjenguk orang yang Max bawa ke rumah sakit untuk menanyakan segala yang Max khawatirkan.

Di perjalanan menuju rumah sakit, Max merasa ada yang sedang mengintai dirinya di sepanjang jalan. Max berhenti dan menelefon ibunya bahwa ia akan pulang sedikit terlambat. Rupanya Max tidak mendapati orang yang sedang menguntitnya di perjalanan menuju rumah sakit.  Sesampainya di rumah sakit Max begitu kecewa karena orang yang tadi pagi di antarnya telah di jemput oleh orang yang mengaku sebagai keluarganya.

Dengan kesal Max pun memutuskan untuk pulang, sebelum tiba di pintu keluar rumah sakit, resepsionis memanggil Max dan menghampiri Max.
“Ini adalah koper yang lupa di bawa oleh orang yang tadi Anda bawa” ucap resepsionis sambil memberikan sebuah koper dan kuncinya kepada Max.

Max yang bingung pun tanpa sadar menerima koper tersebut tanpa berkata apa-apa.
Setibanya di rumah Max menceritakan semuanya kepada Ibunya, dan ibunya pun memperingatkan Max untuk berhati-hati karena telah mencampuri urusan orang yang tak ia kenal. Max hanya diam dan mulai berpikir akibat apa yang akan ia hadapi setelah ini.

Karena penasaran dengan isi koper yang ia dapat, Max pun membukanya. Begitu terkejutnya ia setelah mengetahui isi koper tersebut. Bagaimana tidak, ternyata koper tersebut berisi sebuah dokumen dengan judul “A package.” Tanpa pikir panjang, Max langsung membuka dokumen tersebut yang ternyata merupakan data-data negara yang sangat rahasia.

Kini Max mulai menyimpulkan orang yang ia tolong dengan koper tersebut sebenarnya pihak yang mencuri data tersebut atau pihak yang sedang mempertahankan data tersebut. Max di rundung rasa khawatir yang amat sangat, bahwa ia sedang berada di pihak yang benar atau salah, dan memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini. Max hanya bergumam, “Aku tak akan membahayakan keluargaku karena tindakanku.”

Keesokan harinya Max seperti biasa dengan kebiasaannya di waktu pagi. Max berusaha sebiasa mungkin dengan kejadian yang ia lalui kemarin, namun tetap saja kejadian kemarin masih membuat Max bingung sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya. “Apa yang salah dengan diriku” sepanjang jalan Max hanya bergumam.

Tiba-tiba terlintas di pikiran Max bahwa ia harus mengunjungi lokasi di mana ia bertemu dengan orang yang telah meninggalkan semua rasa khawatir kepada Max. Max berharap dapat menemukan setidaknya satu petunjuk untuk menjawab semua  kekhawatirannya.

Sepulang sekolah dan masih dengan seragamnya, Max segera menuju lokasi yang ia rencanakan sebelumnya. Beberapa meter sebelum tiba tampaknya sudah ada beberapa orang misterius yang sedang mencari-cari sesuatu. Melihat hal itu Max segera sembunyi dan mencoba mendengar apa yang sedang mereka diskusikan.

Sialnya salah satu dari mereka melihat Max dan mengusir Max. Untuk menghindari keributan Max pun pergi dan memutuskan pulang. Setibanya di rumah, Max kaget dengan keadaan rumahnya yang sudah sangat berantakan seperti ada perampok yang menjarah rumahnya. Kemudian Max menerima telepon dari nomor yang tak di kenal.

“Segera serahkan barangnya, atau Ibumu taruhannya”....
“Jangan kurang ajar, siapa Anda ?”, dengan panik Max segera menyiapkan barang kemarin yang mungkin si penelepon itu butuh kan.
Seketika Max segera menuju ruang CCTV rumahnya. Akhirnya Max tahu siapa yang membawa Ibunya, Yah ternyata orang-orang yang Max temui saat pulang sekolah. Telepon rumah kembali berdering dan segera Max angkat.

“Kami tunggu di lokasi kemarin Hahaha”..

“Jika kau sampai macam-macam dengan Ibuku, jangan harap bisa hidup lebih lama.” Max segera menutup telepon dan bersiap menuju lokasi yang telah Max ketahui. Max benar-benar tidak menyangka bahwa niat baiknya menolong seseorang dapat membawa Ibunya ke dalam bahaya yang tak pernah Max duga.
Max merupakan anak yang cerdik dalam tak tik bertempur, dia sudah berpikir bahwa mereka tak akan semudah itu menyerahkan Ibunya apabila telah mendapat barang yang mereka inginkan. Max mengintai mereka terlebih dahulu untuk melihat momen yang tepat untuk menyerang mereka. Setelah melihat bahwa mereka juga tak membawa Ibu Max, Max segera menaiki salah satu atap rumah di samping gang tersebut untuk menyerang dengan tiba-tiba.

Dengan tongkat besi yang Max bawa, Max langsung terjun dari atap dan memukul salah seorang dari mereka dari atas. Max sangat kewalahan karena ia menghadapi 5 orang sekaligus, namun karena motivasi harus menyelamatkan Ibunya semua dapat Max robohkan. Dengan Jiu Jitsu yang Max kuasai, Max berhasil  memaksa mereka memberitahu di mana mereka dan komplotan mereka menyembunyikan Ibunya.

Waktu menunjukkan pukul 23.00, Max menyusup ke markas komplotan yang mengincar dokumen dan menyekap Ibunya itu.
Dor.. dorr.. dorrr
Terdengar suara tembakan, yang rupanya salah satu dari mereka melihat Max. Rupanya suara itu membuat markas komplotan itu meningkatkan tingkat keamanannya. Namun hal itu tidak membuat Max gentar. Satu persatu penjaga lenyap di tangan Max. Ia melihat Ibunya sedang di ikat dan di sekap dalam sebuah ruangan.

Seketika Max berlari secepat mungkin menuju Ibunya, seketika itu pula puluhan penjaga muncul menghadang Max. Tanpa ragu Max mengeluarkan senapan serbu yang berhasil ia ambil dari salah satu penjaga yang berhasil ia lenyapkan. Banjir darah lah ruangan itu karena mati dengan senapan Max.
Max segera menuju Ibunya, namun justru Ibunya menyuruhnya lari karena ternyata Ibunya telah di pasang sebuah rompi peledak yang dapat menghancurkan seluruh bangunan itu.

Tidak ada tombol off dari bom tersebut. Yang ada hanya hitung mundur dari bom itu meledak. Waktu menunjukkan 5 menit akhir dan bom itu akan segera meledak.
“Max, kau memang anak yang malas, tapi kau tak boleh mati sia-sia.” Ibunya terus berkata seperti itu pada Max.

“Kita akan keluar dengan selamat Bu” Max terus meyakinkan Ibunya dan terus berusaha melepaskan rompi bom itu.
Waktu menunjukkan hitungan mundur dari 10 detik, dimana Ibu Max hanya bisa menangis dan Max yang telah berjuang keras untuk menyelamatkan Ibunya. Ibunya telah menutup matanya dan memeluk Max namun ternyata Max berhasil memotong salah satu kabel pemantik dari bom tersebut. Dan selamatlah Max dan Ibunya.

Kemudian Max terbangun dari tidurnya, dengan jam beker yang masih berbunyi keras dan Ibunya yang sedang membangunkannya. Max tersenyum karena semua kejadian yang Max alami hanya sebuah mimpi.  Dari mimpi tersebut, kini Max menjadi pribadi yang sangat membanggakan Ibunya.





End

CACTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang