By Firli
**
Malam semakin larut, namun kaki kecil itu masih bergerak dengan cepat dengan sedikit terseok-seok.
Peluh membanjiri tubuh mungil yang kini tengah berlari itu. Napasnya memburu untuk mengisi pasokan oksigen yang seperti kian menipis di rongga dadanya. Sesak, lelah, takut, dan panik itu yang ia rasakan.
Wajah imutnya begitu pucat dengan rambut panjang yang berantakan._Papa_, _Mama_, _Tolongin Cia_ tangis batinnya.
Ia sangat ketakutan sekarang. Melihat dua pria berbadan kekar itu seperti tak lelah mengejarnya sedari tadi. Tidakkah mereka tahu, bahwa dirinya sudah amat sangat lelah. Tidak adakah orang lain di sekitarnya? Ia butuh bantuan. Siapapun tolonglah dia. Cia seperti ingin pingsan sekarang juga.
Brukk
"Ahwss! Sakiit," desisnya pelan. Ia terjatuh tersandung dan lututnya menghantam kasarnya aspal.
Melihat sekeliling, ia membulatkan mata panik. Dua orang pria itu melihatnya. Mukanya sangat seram ditambah dengan baju mereka yang serba hitam. Kepala mereka plontos dengan lengan kekar yang mengerikan.
"Hei! Berhenti, Nak!" teriak salah seorang itu, "aku lelah mengejarmu!"
Mencoba bangkit dari jatuhnya. Cia menghirup napas dalam seperti mengumpulkan kekuatan untuk siap berlari kembali.
_Semangat Cia!_ batinnya.
Cia pun berlari dengan pincang. Namun, sepertinya keberuntungan tak berpihak padanya. Kedua pria botak itu sangat dekat dengannya. Selangkah lagi mereka dapat menangkapnya.
Happ
"Aarghh! Lepasin!! Lepasin Cia, Om! Hikss," ucapnya lantang kemudian terisak ketakutan.
"Tolong!!! Tolongin Cia!! Tol-" teriakannya tertahan karena sumpalan tangan pria yang kini sedang menggendongnya.
Tubuh Cia memberontak. Namun, tetap percuma karena kedua tangannya sudah ditahan dan mulutnya juga masih dibungkam.
"Diam!" bentak pria botak satunya lagi.
Perlahan tangisnya sedikit mereda, menyisakan isakan-isakan pelan. Mengedarkan pandangan, ia seperti melihat seseorang sedang melihatnya dan dua orang pria ini dari arah belakang.
Perlahan orang itu mendekat, jalannya tenang dan terlihat hati-hati. Semakin dekat, semakin jelaslah penampakan sesorang itu. Dia seorang pemuda dengan tampilan agak berantakan. Dia tersenyum ke arah Cia, kemudian meletakkan jari telunjuknya di depan bibir mengisyaratkan agar Cia tetap diam.Cia mengerti, dia mengalihkan pandangannya agar tidak mengundang curiga karena terus menoleh ke arah belakang.
Bugh
Pukulan keras menghantam kepala plontos pria di samping pria yang menggendong Cia.
Pria itu langsung berjongkok memegangi kepalanya.Bugh
Satu pukulan lagi menghantam tengkuk pria yang berjongkok itu. Pemuda itu menggunakan tongkat baseball yang entah ia dapat dari mana, Cia tidak melihatnya tadi.
Pria itupun akhirnya tumbang. Sedangkan pria yang sedang menggendongnya berbalik melihat ke arah pemuda itu. Cia sengaja menggerak-gerakkan badannya agar membuat pria itu kesusahan. Saat akan meletakkan Cia di jalan, kaki pemuda itu mendarat cepat di tengah-tengah pangkal paha pria itu. Kemudian memukul pinggangnya dengan tongkat.
"Sialan!" maki pria itu.
Setelah badannya terlepas dari pria itu, Cia mendekat ke arah pemuda penolongnya itu. Pemuda itu dengan cepat menggendong Cia.
"Peluk erat tubuh Kakak," ucap pemuda itu pada Cia.
Cia langsung memeluk erat tubuh pemuda itu. Mendekapnya erat, seakan takut jatuh.
Pemuda itu memasang kuda-kuda kemudian menghantamkan tongkat itu kearah leher pria di depannya. Disusul dengan tendangan tepat ke arah dada pria itu. Pria itu pun terjatuh meringkuk menahan sakit. Tidak ada kesempatan pun untuk pria itu melawan.
Setelah itu, pemuda itu berlari cepat dengan memeluk erat Cia balik. Cia pun merasa aman dan lega karena ia sudah ditolong.
End
