Never Enough, Never Stop 📍

3.7K 342 4
                                    

Teman temanku sudah tertidur ketika aku masih terjaga. Mereka memang jadi menginap di rumah ku. Aku melihat Felin dan Alisha tertidur di karpet beludru tebal di depan ranjangku dengan laptop yang menyala. Sedangkan Crystal tertidur di sofa panjang sambil memeluk ponselnya.

Aku sendiri tidak bisa tidur karena memikirkan Xavier.

Jika tadi di sekolah aku sangat berani menantangnya, lalu kenapa sekarang tiba tiba nyaliku menjadi ciut? Seolah aku sadar bahwa apa yang ku lakukan adalah sebuah kesalahan. Seolah meragukan tindakan Xavier adalah kebodohan yang ku perbuat. Seolah meninggalkan Xavier adalah sama dengan aku melukai diriku sendiri.

Aku memang meninggalkan lapangan setelah berkata bahwa aku akan pergi. Ketika pulang sekolah pun aku langsung ikut mobil Crystal untuk menuju rumahku tanpa memberitahunya.

Batin ku memberontak seperti mencari cari sesuatu yang hilang. Aku merasa takut layaknya aku sudah melakukan kesalahan besar. Aku juga merasa sedih seolah aku benar benar menyesali apa yang telah terjadi hari ini.

Oh, God..

Kenapa pengaruh Xavier terhadap hidup ku bisa sebesar ini? Kenapa Xavier seperti memiliki kendali penuh atas sisi lain dari diriku?

Rasanya baru pagi tadi aku merasa sangat dekat dengannya. Lalu sekarang? Aku menjauh dari dirinya. Rasanya semuanya yang tadinya baik baik saja menjadi begitu buruk sekarang.

Aku merubah posisi tubuhku yang tadinya berbaring menjadi duduk. Sambil memeluk kedua lututku, aku menyandarkan dagu ku pada lipatan tanganku yang memeluk lutut.

Oh, aku merindukanmu, X.. Maafkan aku.. Kenapa kau tidak mencari ku, X? Apa kau membiarkan ku pergi? Apa kau sebegitu marah padaku? Apa kau tidak akan datang padaku, X? Kumohon cari aku, X.. Temukan aku disini.

Pasrah dengan keadaan, akhirnya aku memilih menenggelamkan kepalaku di tumpuan lutut dan lipatan kedua tangan ku. Aku menangis dengan lirih.

Brugh..

Suara seperti benda terjatuh berasal dari balkon. Namun aku tidak mempedulikannya. Mungkin salah satu pot ku jatuh terkena angin.

Isakan kecil ku masih terdengar ketika tiba tiba ada tangan kokoh yang mengusap kepalaku.

And guess who?

Xavier do!

Aku terkejut ketika tiba tiba aku menemukan sepasang iris gelap Xavier berada dihadapanku ketika aku mendongakkan kepala. Meski kamarku dalam keadaan remang, aku masih cukup yakin kalau dia benar benar Xavier.

Entah dorongan dari mana, aku memeluk Xavier dengan erat. Aku tak ingin melepaskannya. Disela pelukanku, aku juga menarik leher Xavier hingga dia jatuh dan berguling di ranjang ku. Kini dia terbaring di sisi ku.

"Ssttt... Don't cry, Meng." Bisiknya begitu halus di telingaku. Seolah mampu menghipnotis dengan kelembutannya, tangisku terhenti begitu saja.

Aku menarik tubuh ku menjauh dan melepaskan pelukan. Ketika aku bisa menatap wajahnya, tangan Xavier bergerak menghapus sisa air mata di pipiku.

"I'm sorry, X.. I'm sorry.."

Dia diam dan menatapku lama. Tidak ada raut amarah seperti tadi siang lagi sekarang.

"You know why I hit him?"

Aku menggeleng pelan.

"He's jerk. Dia memiliki rencana buruk untuk dirimu. Aku mendengarnya."

I do this for you.

Kalimat Xavier terlintas di pikiranku. Aku tertegun mendengarnya.

"Dia berencana menjebakmu dan membawamu ke rumahnya. You think what he'll do to you?"

Berencana menjebak ku? Membawaku kabur ke rumahnya? Oh, aku sudah cukup dewasa untuk mengetahui apa yang David inginkan dari diriku.

Sungguh, sekarang aku benar benar merasa seperti orang bodoh. Seharusnya aku tidak meragukan Xavier. Dia memang benar benar melakukan semua ini untuk ku. Tapi apa yang ku lakukan? Aku justru berteriak kepadanya.

"X.. I'm sorry.." lirih ku sekali lagi.

"It's ok. You just don't know. But please.. Back to my home, Meng. Don't run away from me." Xavier mengatakannya sambil meraih tangan ku dan mengarahkan untuk menyentuh pipinya.

Aku menggeleng perlahan.

"I don't wanna run, X. I never run. Aku memang memiliki janji dengan teman temanku untuk menginap dirumahku satu malam. Besok pagi mereka sudah pulang. I just forget to tell you."

Tangan ku mulai bergerak membelai lembut wajah Xavier. Dengan ujung jemariku, setiap inchi wajah Xavier tak terlewat dari sentuhanku. Aku melihat Xavier memejamkan mata menikmati hal yang ku lakukan.

"I think you'll let me go." Jemariku membelau kening Xavier dengan sangat perlahan.

"I think you'll never looking for me." Semakin turun ke bawah, kini jemariku berhenti di pucuk hidungnya yang mancung. Kembali bergerak, sedikit lagi jemariku akan sampai di bibir Xavier yang selalu menggoda.

"I think you'll never come."

Tangan Xavier menangkap pergelangan tangan ku ketika aku berhasil menyentuh bibirnya.

Dengan gerakan secepat kilat dia mengangkat tubuhku, membawa ku keluar dari kamarku dan meninggalkan teman temanku yang masih tertidur di sana.

Xavier menendang pintu kamar lain yang berada di depan kamarku dengan kakinya.

See? Xavier bertingkah seolah dia adalah pemilik rumah ini.

Xavier merebahkan ku di ranjang dengan sedikit kasar. Oh, napasnya sudah memburu tanpa kusadari. Xavier menindih tubuhku dan langsung menyerang leherku dengan brutal.

Ngghh...

Tubuhku menggeliat tak nyaman ketika lagi lagi xavier menghisap leherku dengan kuat. Kepalaku pening. Pergerakan Xavier sungguh memabukkan.

Tanganku mencengkram erat sprai di sampingku. Aku sungguh tidak tahan dengan lidah Xavier yang terus membelai leher ku. Napas ku sudah memburu sama seperti dirinya.

Oh, hey? Sejak kapan Xavier sudah melepas kausnya? Tubuh Xavier sudah bertelanjang dada sekarang.

Oh, shit! I can't hold it anymore.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuh Xavier dan berhasil. Kini posisi kami duduk berhadapan. Tanganku masih mengalung dengan sempurna di lehernya, sedangkan tangan Xavier memeluk pinggang ku dengan erat.

"Touch me again, Meng. That's never enough. " Ucapnya serak membuatku seperti tersihir.

And again, I touch him and he's still close his eyes.

Tanganku membelai pelan dada bidang Xavier. Dengan sangat lembut dan perlahan, tanganku mengabsen setiap inchi kulit Xavier. Bahu, lengan, punggung, dada, perut. Tak ada yang terlewatkan olehku.

"Oh, shit! This is never enough!"

Lagi, Xavier mendorong tubuhku hingga kembali berbaring. Dia mencium leherku lagi. Kali ini semakin liar, kasar, dan tak terkendali. Tubuhku terbuai oleh perbuatannya.

Tangan Xavier menyelusup ke dalam kaus ku dan mengusap lembut perut ku yang rata.

Oh, he's driving me crazy!

Hingga pada akhirnya, aku menggulingkan tubuhnya ke samping dan kini aku yang menyerangnya lebih dulu.

Aku menenggelamkan wajaku di ceruk leher Xavier. Mencium dengan sangat lembut karena aku bukan pencium yang handal seperti dirinya.

Namun ketika aku mendnegar Xavier mengerang, aku merasa bangga karena dengan sentuhan ku yang masih amatiran ini mampu membuatnya luluh di bawah kendaliku.

Sama seperti yang Xavier lakukan, tangan ku mengusap lembut dada dan perut Xavier. Erangan Xavier semakin terdengar jelas. Tangan Xavier memeluk pinggangku dan menyusup ke balik kaus ku untuk mengusap punggung ku.

Oh, I won't sop!

Dengan akal sehat yang masih sedikit tersisa, aku menggigit kuat leher Xavier membuatnya melenguh keras. Hmm.. untungnya semua kamar di rumahku kedap suara.

DARK Eyes Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang