Last Breathe, Last War

3K 289 2
                                    

"Megg,"

Aku tidak terkejut saat Grandpa Adam memanggil namaku. Sangat paham dengan maksud Grandpa, aku mendekat kepada Rhisand yang masih bersimpuh di lantai.

Pria brengsek itu menatapku, tapi aku tak peduli lagi. Dia sungguh sangat sialan. Aku bukan pembunuh, remember? Tapi kali ini aku harus membunuh karena dirinya.

"Xavier's girl." Gumamnya saat menatapku.

"Ya, it's me. Anak dari seseorang yang sudah kau bunuh tanpa alasan." Tukasku sarkas.

"Aku tidak menyesal melakukannya."

Dor!

"Oops, sorry, pelurunya meleset."

Aku tidak main main soal peluruku yang meleset. Aku masih belajar, ingat? Meski aku sudah bisa menggunakan senjata bukan berarti sasaranku akan selalu 100% tepat sasaran bukan? Peluru yang seharusnya mengenai dadanya sedikit melenceng meski masih menembus tubuhnya. Mungkin sedikit mengenai paru parunya?

Oh, ya. Aku tidak bermaksud membunuh Rhisand secepat ini. Aku berpikir setidaknya dia akan mengucapkan kata maaf atas terbunuhnya ibuku, atau mengucap beberapa kalimat penyesalan. Ya.. Setelah melihat dia sedikit berkaca kaca karena ucapan Grandpa Adam tadi, ku kira dia akan sadar akan kesalahannya. Namun ternyata aku salah.

Sekali brengsek, selamanya akan selalu brengsek.

Jadi jangan salahkan aku jika aku terbawa emosi dan langsung menembakkan peluru ke arahnya.

Rhisand tampak meringis kesakitan. Darah mulai merembes dari dadanya, namun dia masih bisa bernapas meski harus sangat kesusahan.

"You, jerk."

"I am."

Ah, see? Betapa sombongnya dia.

"Go to hell."

Dor! Dor! Dor!

Tiga peluru kali ini tepat bersarang di jantungnya, membuatnya terjatuh, dan merenggut sedikit demi sedikit nyawanya. Satu tarikan napas terkahir untuk menutup kehidupan miliknya.

Ditanganku, dengan menggunakan senjata milik Xavier, Rhisand telah terbunuh. Musuh paling besar telah tiada. Penyebab semua peperangan telah dihancurkan.

Napasku memburu, tanganku sedikit bergetar. Pistol yang ku pegang terjatuh. Bersamaan dengan itu, Xavier mendekat dan memelukku erat. Mengusap punggung ku untuk mencoba memberikan ketenangan, itulah yang sedang dia lakukan.

"Chill, baby. Dia pantas mendapatkannya." Si tampan menyesatkan berbisik sambil mengecup pelipis ku.

Satu hal yang sedikit menarik perhatianku, dia memanggilku baby. Tidak lagi Meng.

Tersugesti oleh ucapannya, aku menjadi sedikit tenang. Rasa bersalah yang sempat terlintas di benakku perlahan menguap seiring dengan banyaknya kecupan yang Xavier berikan.

"Listen," Suara Grandpa Adam membuat ku melepaskan diri dari pelukan Xavier. Meski merasa sedikit kehilangan, Xavier yang sangat paham segera merengkuh pinggangku agar aku tetap merasa tenang.

"27 king of shadow economy, aku bukan tanpa alasan mengundang kalian untuk datang ke Freedom Ship kemarin. Beberapa dari kalian ada yang membantu perang antara Xavier dan Rhisand, ku ucapkan terimakasih kepada kalian."
Aku tidak tahu apa yang sedang ingin Grandpa sampaikan. Ini sama sekali tidak ada dalam daftar rencana. Maksudku, yang satu ini benar benar inisiatif Grandpa sendiri.

"Aku hanya ingin menekankan kepada kalian semua tentang siapa aku, siapa keluargaku. Aku adalah pemegang keuasaan tertinggi di shadow economy saat ini setelah kematian Rhisand. Kalian semua adalah para petinggi di negara kalian masing masing, but literally, I'm the king of you all. Semua petinggi yang memang sudah bergabung denganku sejak awal akan tetap berada di bawah kekuasaanku, sedangkan yang dahulunya berada di kubu Rhisand secara paksa harus ikut tunduk di bawah kekuasaanku. Jika tidak, bersiaplah untuk mati."

DARK Eyes Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang