Deep Talk, Deep Feel

3.2K 302 1
                                    

Kali ini aku benar benar memegang kendali.

Aktifitas kami menjadi semkain panas. Terlebih dengan Xavier yang hanya mengikuti permainanku, dia benar benar membiarkanku memegang kendali sepenuhnya. Membuat dirinya hanya bisa pasrah di bawah ciuman panas dari diriku.

I'm still not a giod kisser. Aku masih amatir dalam hal satu ini. Tapi aku merasa bangga saat mendengar Xavier mengerang hanya karena ciuman amatiranku. Tangan Xavier menyingkap kaus yang ku kenakan, membuatnya lebih leluasa menyentuh kulit tubuhku.

Aku melompat kecil untuk turun dari pembatas balkon dan mendorong tubuhnya hingga terhimpit dinding. Tangan Xavier yang satunya beralih mengusap pahaku, menciptakan gelenyar aneh yang membuatku merasa pening dan melayang. Semakin panas dan semakin memabukkan.

Ciumanku turun ke lehernya. Sesekali menghisap disana membuat dia mengerang keras. Semakin liar, aku beralih ke telinganya. Mengecup area di belakang telinganya berkali kali dan berakhir dengan menggigit telinganya.

Mungkin dia sudah tidak tahan, Xavier kini mengambil alih kendali. Membalikkan posisi kami hingga aku yang bersandar di dinding dan dia menciumku dengan sangat rakus. Hasrat kami sama sama besar. Kian memuncak hingga membuat kami merasa saling menginginkan.

Xavier mengangkat tubuhku dan membuat kaki ku melingkar di pinggangnya. Dengan langkah cepat dia membawaku masuk ke kamar dan sedikit melemparku ke ranjang. Sama sekali tidak memberi jeda, dia menindih tubuhku dan menelusupkan kepalanya ke ceruk leherku, memanjakanku dengan segala cumbuannya.

Dia benar benar membuatku merasa gila.

Satu hal yang benar benar ku sadari, I'm really fallin' in love with him.

I love you, katanya waktu itu kembali terngiang di tengah ciuman Xavier yang menggebu, seolah Xavier sedang menjelaskan kepadaku bahwa dia sangat menginginkanku. Bersamanya aku merasa dicintai dengan begitu besar. Bagaimana bisa aku pergi darinya? Dan dia sendiri? Apa dia bisa tenang saat aku pergi? Aku bukan orang bodoh yang tidak tahu bahwa dia sangat mencintaiku.

I know, he is just insecure.

Dia merasa tidak pantas untuk diriku. Meski perasaannya padaku sudah demikian besar, dia memilih untuk membiarkanku pergi demi kebahagiaanku. But, hey, my happiness is with him. Together, forever.

Tanpa sadar aku mulai terisak mengingat bagaimana dia mengatakan setiap kata yang terdengar begitu menyakitkan di telingaku saat dia memberiku pilihan untuk pergi.

"Baby." Dia berhenti dengan aktifitasnya di leherku mendengar isakan kecil ku. Raut wajahnya berubah khawatir.

"Am I hurt you?" Aku menggeleng memberi jawaban.

"It's ok. Let's sleep." Ucapnya sembari menyingkir dari atas tubuhku, sedikit mengangkatnya dan membawa kepalaku berbantalkan lengannya yang kokoh. Dia membelitkan kakinya di kakiku dan juga memeluk pinggang ku erat, memberikan kenyamanan yang selalu ku dambakan.

"Les't sleep, baby." Ucapnya sekali lagi.

"We still need to talk."

"You--"

Aku mengecup sekilas bibirnya untuk menghentikan kalimatnya. Aku tahu dia sedang mencoba untuk menghindar.

"Just shut up and listen to me." Tegasku padanya.

Ketika dia hanya diam dan menatapku dalam, aku kembali berbicara. "Kau tahu, X? Aku tak percaya akan cinta yang tak harus memiliki. It's a big bullshit. Bagiku saat aku jatuh cinta padamu, maka aku harus selalu bersamamu. Aku akan hancur bila tidak ada kau di sisi ku. Maybe I'm still can breathe, but not alive. How many times I should tell you if I fall for you so deeply?"

Xavier mencium kedua kelopak mataku saat dia melihat air mata mulai menggenang di sana. Tanganku meremas kausnya sesaat sebelum kembali berbicara.

"Jangan pernah merasa kau tak pantas untukku. Bagiku kau jauh dari kata sempurna. Aku tak peduli apapun yang harus ku korbankan demi dirimu. Cinta memang selalu membutuhkan pengorbanan, right? Semua hal yang terjadi... Maksudku hal hal buruk seperti kematian ibuku, itu juga bukan seutuhnya kesalahanmu. Kau.. harus bisa berhenti merasa bersalah. Jangan pernah juga kau memintaku untuk pergi, karena... aku akan tetap disini, di dekatmu."

Ucapanku sedikit putus putus karena mata Xavier yang mempesona membuatku mulai kehilangan kendali, ingin menciumnya lagi dan lagi.

"Jika ibarat cintamu adalah api, maka aku rela terbakar bersamamu. Aku akan menjadi kayu agar apimu tetap membara, membakar semua yang menghalangi kita. Aku tak ingin menyesal suatu saat nanti karena meninggalkanmu. Dan kau.. Kenapa kau rela aku pergi? Apa kau tak sungguh mencintaiku? Kata cinta darimu waktu itu, apa itu palsu? Kau--"

Kalimatku berhenti begitu saja saat Xavier membawa tangan ku untuk menyentuh dadanya, tepat di tempat dimana jatungnya berada. "Can't you feel it?" Katanya.

Aku bisa merasakannya. Detak jantungnya yang bertalu dan berdebar kencang, persis seperti apa yang aku rasakan.

Si tampan menyesatkan itu menyentuh dagu ku, membawa kepalanya mendekat hingga bibir kami kembali bertemu, saling menyesap untuk beberapa saat.

"I love you." Bisikku di depan wajahnya.

"I do. I'm sorry, aku telah membuatmu ragu. I love you too, baby."

"Say if you're mine, X.. Say it."

"I'm yours. All of me is yours. From head to toe."

************

Here I'm. In home, in the dinning room.

It's breakfast time.

Kami sudah pulang dari Prancis kemarin. Xavier memaksa untuk langsung pulang, padahal aku ingin mengajaknya pergi ke Paris dan mengunjungi The Love Tower Eiffel. Sayangnya dia menolak dan mengganti dengan sebuah janji bahwa dia akan mengajakku untuk kesana suatu saat nanti setelah dia lulus.

Ngomong ngomong soal lulus, aku baru ingat tentang sekolah. Sudah lama sekali aku tidak masuk ke sekolah. Mungiin sekitar 2 atau 3 minggu? Entahlah. And that's why I'll go to school today. Xavier mengajakku untuk kembali ke sekolah hari ini.

Back to the breakfast.

Aku duduk di samping Xavier dan berhadapan dengan Archie dan Christian. Sedangkan di ujung meja ada Grandpa sebagai kepala keluarga disini.

Semua orang sudah memulai memakan hidangan yang tersaji. Namun aku masih memperhatikan tingkah laku Xavier yang menyisihkan potongan ayam kecil kecil dari nasi goreng yang ada di piringnya dan meletakkannya di piring ku.

"Makanlah daging ayam ini. Kau menyukainya kan?" Ucapnya sambil masih memilah seluruh daging ayam di piringnya.

Tingkah laku Xavier mulai mencuri perhatian yang lain, namun dia seolah tidak peduli.

Setelah selesai dengan potongan ayam, dia beralih mengambil kacang polong dari piringku. Ah, itu kesukaannya. "Mulailah makan. Kita akan terlambat jika kau tidak segera makan."

Mengangguk patuh, aku mulai memakan nasi goreng di hadapan ku dengan tenang meski otak ku berpikir keras karena tingkah laku Xavier yang berubah drastis. Maksudku, dia berubah menjadi sangat romatis dan pengertian sejak deep talk kami di Prancis waktu itu.






DARK Eyes Prince [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang