2 Minggu berlalu, Vania sudah mulai tidak terlalu sering menangis. Ia sudah bisa menerima apa yang sudah terjadi. Ia hanya berharap, Azka-nya Vania bisa kembali dalam keadaan sehat. Ia rindu Azka, laki-laki esnya.
"Cie yang sekelas sama mantan gebetan," ucap Vania pada Felisya. Benar saja, Vania sekelas dengan Andri. Sementara Vania dan Andra tetap beda kelas. Apalagi Zain yang beda sendiri, anak IPS.
"Apa sih, Van."
"Gue lihat-lihat, lo cocok sama kak Andri. Apalagi, lo sekarang udah jadi ukhty."
"Dari dulu juga ukhty. Kamu juga kali, Van. Ukhty itu artinya perempuan, wanita muslimah." Ya, Felisya sudah mengubah cara bicaranya dari lo-gue menjadi aku-kamu.
"Oh ... Gue baru tau hehe ...."
"Ya udah, aku masuk duluan ya," ucap Felisya sebelum memasuki kelasnya. Kelas mereka hanya sebelahan, jadi Felisya yang lebih dulu sampai di kelas setelah balik dari kantin.
"Oke, gue juga mau ke kelas."
Felisya tidak menyangka jika ia akan sekelas dengan Andri. Entah mengapa ia menjadi canggung saat bertemu Andri, tidak seperti biasanya. Namun yang menjadi permasalahannya, wali kelas mereka menyuruh Andri sebagai ketua kelas, sedangkan Felisya sebagai wakil. Hal itu tentu saja membuat Felisya jadi lebih sering berinteraksi dengan Andri.
Setelah bel masuk, pelajaran pun kembali di mulai. Guru yang mengajar kelas Felisya kali ini adalah wali kelas mereka sendiri.
"Baiklah anak-anak, buka buku latihan kalian. Hari ini ibu akan berikan beberapa soal mengenai yang telah kita pelajari Minggu lalu," ucap guru tersebut.
"Bu," ucap Felisya sambil mengangkat tangannya.
"Iya Felisya, kenapa?"
"Maaf Bu, bukunya belum dikembalikan."
"Oh iya, Ibu lupa. Ya sudah, tolong kamu ambilkan bukunya di meja Ibu. Andri, kamu bantu Felisya mengambil bukunya."
Andri pun menganggukkan kepalanya, "baik Bu." Felisya sempat melihat ke arah Andri sesaat sebelum mereka pergi keluar kelas untuk mengambil buku.
Felisya berjalan di belakang Andri hingga sampai di ruang guru. Belum sempat Felisya mengangkat tumpukan buku itu, Andri sudah mengangkat semuanya. Tak tersisa satu buku pun untuk Felisya bawa.
"Mm ... Kak, biar Felisya aja yang bawa setengahnya," ucapnya.
"Gak usah, biar gue aja."
"Tapi kan yang disuruh berdua, jadi biar Felisya bantuin."
"Mau lo yang angkat semua, atau gue?"
Yang benar saja, bisa-bisa Felisya ngos-ngosan membawa tumpukan buku itu sendirian. "Y-ya udah deh. Tapi, beneran gapapa Kak Andri yang angkat sendiri," ucapnya.
"Gapapa. Udah, yuk, keburu dimulai pelajarannya." Felisya menganggukkan kepalanya.
Felisya mengekori Andri yang berjalan sambil membawa tumpukan buku itu. Tumpukan buku itu tak seberapa bagi Andri. Bahkan, itu sama sekali tak terasa berat baginya. Ia sengaja tidak mengizinkan Felisya membawanya.
Akhirnya mereka pun kembali ke kelas. Felisya diminta untuk membagikan bukunya, sementara Andri sudah kembali duduk di bangkunya. Felisya memanggil satu-satu pemilik buku tersebut, mereka pun maju satu persatu.
Setelah selesai, Felisya tampak kebingungan. Hal itu membuat guru tersebut melihat heran ke arah Felisya. "Kamu kenapa Felisya?" tanya guru tersebut.
"Itu, buku saya kok gak ada ya, Bu?" tanyanya yang kebingungan. Ia ingat betul jika Minggu lalu ia mengumpulkan bukunya.
"Masa sih? Kemarin ada waktu ibu koreksi. Coba yang lain cek bukunya, siapa tau terselip buku Felisya," perintah guru tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)
Short Story[TAHAP REVISI] Mempunyai dua saudara kembar laki-laki, memang cukup menyebalkan. Namun, bagaikan dikawal oleh dua bodyguard. Kembar, namun berbeda. Bagaimana jadinya, jika tiga saudara kembar yang sama menyebalkannya, dipersatukan? Akankah tetap da...