Andri dan Andra sudah menikah, otomatis Vania sekarang tinggal bersama mama papanya, tanpa saudaranya. Rasanya sepi juga ketika mereka mulai pisah rumah. Vania rindu suasana dulu. Namun, ia sadar diri kini mereka sudah dewasa, sudah lebih fokus dengan masa depan masing-masing. Lusa, tepat 4 tahun Azka pergi, namun tak kunjung kembali. Entahlah, Vania bingung dengan status hubungan mereka. Sementara Azka maupun keluarganya tak memberi kabar selama 4 tahun.
"Dek, istri gue mau ketemu lo katanya," ucap Andri saat bertemu Vania di kampus. Ya, Vania sudah bisa mengendarai mobil sendiri. Otomatis ia pergi ke kampus dengan mengendarai mobil.
"Bukannya beberapa hari lalu udah ketemu? Bukannya gue gak mau, tapi hari ini benar-benar gak mood banget, Kak."
"Gak mood kenapa? Lo tega gak nurutin maunya sahabat sekaligus kakak ipar lo sendiri? Ada calon ponakan lo lagi."
"Ya udah iya, nanti gue ke sana. Udah ya, mata kuliah gue udah habis, gue duluan."
"Mau ke mana?"
"Biasa, mumet, mau nenangin pikiran. Entar gue ke rumah, sekitar jam dua siang."
"Ya udah, hati-hati lo, gak usah ngebut. Ingat, lo belum nikah," ucap Andri sambil terkekeh.
"Terus aja terus, gapapa Vania mah orangnya sabar, baik hati, lemah lembut, penyayang, jujur, dan tidak gampang emosi." Setelah mengatakan itu, Vania pergi begitu saja.
Andri bingung sendiri dengan Vania, tidak biasanya Vania seperti itu. Biasanya, sebesar apapun masalahnya, tidak ia tampakkan jika sedang di tempat umum. Sepertinya adiknya itu sedang benar-benar galau.
Vania mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata. Tiba-tiba saja ia flashback tentang ia dan Azka beberapa tahun lalu. Payah, mengapa Vania masih saja merindukan laki-laki es itu. Sudah jelas-jelas ia pergi meninggalkan Vania selama 4 tahun tanpa kabar. Vania ingin menyerah, namun hatinya berkata lain. Vania sungguh bingung harus bagaimana.
Vania memberhentikan mobilnya di sebuah cafe. Sepertinya ia harus menenangkan pikirannya untuk saat ini. Tidak ada gunanya terus-terusan memikirkan hal yang tak penting. Setelah pesanan Vania sampai, pandangannya tertuju pada sosok yang ia tunggu selama 4 tahun. Ya, ia yakin sekali jika itu Azka manusia es. Namun, hatinya yang sakit kini bertambah sakit saat melihat laki-laki itu bersama wanita lain. Tidak mungkin mereka tak ada hubungan. Azka pernah cerita jika ia tak dekat dengan wanita manapun, kecuali mamanya dan Vania.
"Ck, udah sakit, makin sakit, gini amat," ucapnya pelan sambil tersenyum miris.
Vania tak mau mempermalukan dirinya sendiri karena ribut-ribut di cafe, hanya karena laki-laki pembohong itu. Ya, sepertinya lebih tepat sebutan itu untuk Azka.
"Mba, ini minuman saya berapa ya?" tanyanya setelah meminum setengah minuman pesanannya tadi.
"Empat puluh lima ribu."
Vania memberikan selembar uang berwarna biru. "Kembaliannya ambil aja," ucapnya, setelah itu langsung berlalu pergi.
Vania kembali ke mobilnya, menuju rumah Felisya. Sakit, sungguh hatinya benar-benar sakit saat ini. Vania yakin, ia tidak salah orang. Ternyata pikirannya selama ini benar, ikhlaskan laki-laki itu. Tidak mungkin hubungannya yang tak ada kabar sama sekali selama 4 tahun akan bertahan.
"Argh! ... Kenapa sih?! Kenapa harus ketemu dia lagi. Kalo tau ketemu dia cuma bikin gue sakit hati, mending gue gak usah ketemu dia selamanya!" Vania memukul-mukul stir mobilnya.
Vania sampai di rumah Andri dalam keadaan mata yang sembab sehabis menangis. Felisya yang melihatnya pun menjadi khawatir. "Van, kamu kenapa nangis? Kamu ada masalah, atau ada yang nyakitin kamu?" tanya Felisya saat Vania tiba-tiba nangis sambil memeluknya.
"Dia jahat, dia bohongin gue. Gue benci! Pokoknya gue benci sama dia!" kesalnya di sela tangisannya.
"Kamu tenangin diri kamu dulu."
"Loh, katanya ke sini jam dua. Masih jam satu kok udah ke sini?" tanya Andri yang baru datang dari kamar. "Loh, Dek, lo kenapa nangis? Siapa yang nyakitin lo, bilang sama gue." Andri baru sadar jika adik kesayangannya itu sedang menangis.
"Vania benci Kak Azka! Vania benci!"
Andri mengambil posisi duduk di samping Vania, membuat Vania berada ditengah-tengah Andri dan Felisya. "Kenapa? Cerita sama gue. Azka apain lo? Biar gue yang urus," ucapnya.
"Kak Azka bohongin Vania, Kak. Selama empat tahun Vania nungguin kak Azka, tapi dia malah bohongin Vania. Tadi Vania lihat kak Azka makan bareng cewek, mereka akrab banget. Vania yakin, Vania gak salah orang."
"Jadi, penyebab lo nangis itu Azka. Ya udah, tenangin diri lo dulu, biar Azka gue yang urus."
"Mas, kamu gak ada niatan mau berantem kan?" tanya Felisya jengah.
"Enggak lah Sayang, gak banget."
"Alhamdulillah kalo gitu."
Vania masih tak habis pikir. Orang yang ia tunggu selama 4 tahun, malah melupakannya. Jika pun Azka tak mencintainya lagi, setidaknya Azka memberikan kabar jika ia sudah kembali ke Indonesia.
"Pokoknya, Vania gak mau ketemu kak Azka lagi, gak akan."
"Iya, udah jangan nangis. Ngapain sih nangisin dia, toh dia udah bohongin kamu," ucap Felisya.
"Iya, gak guna juga nangisin laki-laki pembohong kek dia," ucap Vania lalu menghapus sisa-sisa air matanya.
"Segitu bencinya lo sama dia? Kenapa gak ketemu aja dulu, minta penjelasan," sambung Andri.
"Gak perlu. Kalo Vania bilang enggak, tetap enggak."
"Ya udah sih, terserah lo aja."
"Van, kamu mau gak, masakin sayur asem?"
"Kakak ipar pengen Vania masakin sayur asem?"
"Iya, pengen banget. Soalnya udah lama gak makan sayur asem buatan kamu."
"Pantesan nyuruh Vania ke sini," ucapnya sambil terkekeh. Ya, Vania memang gadis yang kuat. Prinsipnya, bersedih boleh, asal jangan terlalu larut dalam kesedihan. "Ya udah, Kakak ipar tunggu aja, biar Vania masakin sayur asem spesial buat Kakak ipar," lanjutnya.
Vania pergi ke dapur, lalu mencari alat dan bahan untuk memasak. Vania memang pandai dalam memasak. Tangannya begitu lihai dalam menggunakan alat-alat dapur. Tak butuh waktu yang lama untuk Vania membuat sayur asem spesial untuk kakak iparnya itu.
Selesai meletakkan sayur asem buatannya di atas meja makan, Vania memanggil Felisya. Felisya pun datang bersama dengan Andri. Felisya tersenyum saat melihat sayur asem yang ia inginkan sejak semalam, namun baru tadi pagi sempat bicara pada suaminya untuk menyuruh Vania ke rumahnya.
"Makasih ya, Adik ipar," ucap Felisya.
Vania tertawa, "iya, sama-sama Kakak ipar," ucapnya.
Mengapa semua kakak ipar Vania lebih muda darinya? Apalagi Cia. Itulah nasibnya yang mempunyai 2 saudara kembar. Namun, Vania tetap bahagia karena istri saudara kembarnya adalah orang yang baik. Terutama Felisya, sahabatnya yang sekarang menjadi kakak iparnya. Vania merasa lucu, Felisya benar-benar selalu bersamanya. Ia pun tak menyangka jika orang yang akan Andri jadikan istrinya adalah Felisya. Karena Felisya tak cerita apapun pada Vania, begitupun dengan Andri. Bukan karena tak ingin cerita, namun tak sempat. Bahkan lamaran Andri pun secara tiba-tiba.
•••
Sad ending atau happy ending ya🤓
Gak usah request ending, biar Fa yg atur😌
Intinya baca aja, jgn lupa vote+komen.
Semoga suka❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)
Short Story[TAHAP REVISI] Mempunyai dua saudara kembar laki-laki, memang cukup menyebalkan. Namun, bagaikan dikawal oleh dua bodyguard. Kembar, namun berbeda. Bagaimana jadinya, jika tiga saudara kembar yang sama menyebalkannya, dipersatukan? Akankah tetap da...