Berjuang untuk dirimu yang bahkan tak membalas perasaanku sedikitpun, hanya menghabiskan waktu. Maaf, aku terlalu sibuk memperjuangkanmu. Sampai-sampai aku tidak sadar jika ada orang yang benar-benar tulus mencintaiku.
»Raka Derstama
______________________________________________Vania harap, ia tidak bertemu laki-laki tidak kelas itu lain. Siapa lagi jika bukan Zain. Ia tak mau Andra marah-marah lagi. Namun, siapa sangka, lagi-lagi ia bertemu dengan Zain. Tapi ada yang berbeda dari Zain kali ini. Laki-laki itu tampak lebih rapih dari biasanya.
"Assalamu'alaikum, Vania," sapa laki-laki itu.
"Wa'alaikumussalam." Vania yang tadinya sudah berdiri di depan kelas dan hendak masuk, menghentikan langkahnya. Untungnya Andra langsung ke lapangan karena jam pertamanya penjas. Sementara Andri, sudah masuk kelasnya lebih dulu.
"Gak mau marah-marah gitu, sama gue?"
"Gue masih waras, ngapain marah-marah gak jelas, kalo lo gak ada salah?"
Zain sedikit terkekeh mendengar penuturan Vania. "Ya udah, gue mau ke kelas. Wassalamu'alaikum, Vania," ucapnya.
"Wa'alaikumussalam." Setelah Vania menjawab salam Zain, Zain pergi menuju kelasnya. "Aneh banget tuh anak," gumam Vania sambil berjalan memasuki kelasnya.
Sesampainya di kelas, ia melihat ada yang beda dari Felisya. Ia tak dapat mengetahui apa yang Felisya rasakan melalui ekspresinya. Antara sedih atau bahagia? Kelihatannya setengah-setengah.
"Eh, Sya, gue mau nanya dong," ucap Vania setelah duduk di bangkunya.
"Nanya apa?"
"Kemarin, kak Andri ngomong apa?"
"Kasih tau gak ya ...." Sebenarnya Felisya masih merasakan sedikit sakit hati, namun semenjak Zain datang menghiburnya, sakit hati itu mulai terobati. Meskipun tidak secepat itu ia bisa melupakan Andri yang hampir setahun ia cintai dalam diam.
"Ih, cerita dong, kepo nih gue," ucap Vania memohon pada Felisya.
"Bukan apa-apa kok. Bay the way, lo masih ingat sama Zain?"
"Ingat lah, barusan gue ketemu dia. Lo, gak lihat emang?" tanyanya.
"Enggak," jawab Felisya sambil menggelengkan kepalanya.
"Lo, sih, melamun aja."
"Hehe ... Udah deh, gak penting."
"Tidak bisa begitu, Felisya. Kenapa tiba-tiba lo nanyain Zain. Atau jangan-jangan, hati lo udah berpindah ke manusia aneh itu?"
Felisya bingung harus menjawab apa. Apakah ia suka pada Zain yang bahkan baru sekali bicara berdua secara langsung. Tidak mungkin secepat itu ia menyukai seseorang dan melupakan orang yang sampai sekarang masih sering terlintas di pikirannya. Tapi, mengapa ia merasakan hal yang beda ketika bersama Zain?
"Enggak lah, mana mungkin gue suka sama tuh orang."
"Ya ... Siapa tau aja."
Felisya dan Vania mengakhiri pembicaraan mereka saat terdengar bel telah berbunyi. Itu artinya, guru killer akan segera masuk. Baru saja bel berbunyi, guru itu sudah melangkah masuk ke dalam kelas. Memang guru yang tepat waktu.
1 jam berlalu, Vania masih fokus mengerjakan tugas yang guru itu berikan. Hingga seseorang datang ke kelasnya dan izin memanggilnya. Vania yang merasa namanya disebut pun melihat ke arah sumber suara.
"Vania, kamu di panggil ke ruang OSIS," ucap guru yang mengajar tersebut.
"Baik Bu, kalo gitu, saya permisi," ucapnya dengan ramah. Guru tersebut hanya berdehem dan mengangguk sambil sedikit tersenyum menanggapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)
Short Story[TAHAP REVISI] Mempunyai dua saudara kembar laki-laki, memang cukup menyebalkan. Namun, bagaikan dikawal oleh dua bodyguard. Kembar, namun berbeda. Bagaimana jadinya, jika tiga saudara kembar yang sama menyebalkannya, dipersatukan? Akankah tetap da...