Siapa dia?

275 41 7
                                    

Ada yang pergi, akan ada pula yang hadir. Ada tangis kesedihan, akan ada pula tangis kebahagiaan. Jangan terlalu memikirkan suatu keterpurukan, tapi syukuri setiap kebahagiaan. Karena, kamu tidak akan bisa menghargai apa yang sudah kamu miliki, tanpa adanya rasa syukur.

~Fathia Maharani I
______________________________________________

Seminggu berlalu, semua berjalan seperti biasanya. Vania dan Azka pun mulai semakin dekat. Sementara Zain, ia juga laki-laki yang mempunyai perasaan. Namun, ia akan berusaha membiasakan diri. Ia memilih fokus menyelesaikan masalah pribadinya belakang ini.

"Minggu depan, lo mau ikut?"

"Ke?"

"Ultah gue. Rencananya mau ke puncak, sekalian nginap di villa."

Zain berpikir sejenak. Beberapa hari belakangan ini ia berhasil menyelesaikan masalahnya, lebih tepatnya keluarganya. Apakah itu adalah waktu yang tepat untuk ia bicarakan pada Felisya?

"Boleh," jawab Zain yang membuat Felisya tersenyum.

Felisya memeluk lengan Zain sambil tersenyum, "makasih, ya. Lo hadir disaat hati gue hancur. Ternyata, lo, gak seburuk apa yang orang-orang bilang," ucapnya.

"Karena orang-orang cuma kenal gue, bukan paham tentang gue."

Felisya melepaskan pelukannya, "oh iya, besok, boleh gak, gue berangkat sekolah bareng lo?" tanyanya.

"Lo minta antar jemput juga, gue bersedia."

Felisya tersenyum ke arah Zain. "Makasih, ya."

"Iya sayang," ucap Zain dengan kebiasaannya mengacak rambut Felisya.

"Zain! Udah gue bilang, jangan panggil gue sayang!"

"Kenapa emangnya? Salah kalo gue sayang sama lo?"

"Enggak sih ... Tapi gue gak mau suka sama lo. Gue maunya kita dekat gini aja. Gak tau kenapa, gue lebih suka gini. Tanpa ada rasa suka."

"Harus."

"Harus?" tanya Felisya dengan raut wajah pemasaran.

"Enggak, lupain aja."

"Gak jelas, tau gak."

"Enggak." Zain tertawa melihat wajah kesal Felisya. Ia suka sekali membuat gadis itu kesal padanya.

Felisya mengatakan yang sebenarnya. Entah mengapa, sudah cukup lama ia dekat dengan Zain, namun tak ada rasa suka antara dirinya dan Zain. Bahkan, Felisya ingin dirinya dan Zain dekat seperti ini saja, tidak lebih. Ia merasa nyaman bisa dekat dengan Zain.

"Zain, lo, habis ngapain!"

"Gak ngapa-ngapain."

"Lo, fotoin gue, ya?! Sini handphone lo, gue mau lihat," ucap Felisya yang langsung mengambil alih ponsel Zain. "Tuh kan! Zain ... Gue lagi ngantuk, ngapain lo foto," gerutunya.

"Iseng aja."

"Ya udah, gue hapus."

"Berani lo hapus, jangan harap bisa dekat lagi sama gue," ancam Zain.

"Kok gitu ...."

"Pokoknya gak usah di hapus, Feli sayang."

"Ih ... Terserah! Dasar batu," kesalnya.

Felisya mengalah karena ia tidak mau kehilangan Zain. Ia menjadi lebih bahagia saat Zain bersamanya. Ia tidak mau hanya karena foto, Zain malah marah padanya. Lagian, foto itu pun tidak kelihatan wajahnya.

Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang