Vote + comment, dah gitu aja.
Cus aja langsung baca😌
•••
Setelah selesai membeli bubur, Andra segera kembali ke UKS. Dilihatnya Cia masih berbaring ditemani oleh petugas PMR. Andra benar-benar khawatir melihat Cia yang pucat. Baru kali ini ia melihat gadis itu sakit. Biasanya Cia selalu ceria ketika bersamanya.
"Lo mau suruh gue suapin dia sambil berdiri?" Petugas PMR itu menoleh ke arah Andra, lalu berdiri dan membiarkan Andra yang duduk. "Mending lo balik ke kelas, udah mau bel. Biar gue aja yang jagain," ucap Andra.
Setelah petugas PMR itu pergi, Andra hendak menyuapi Cia bubur, namun ditolak oleh gadis itu. "Kak Andra kenapa, sih? Pertama, Kak Andra udah ninggalin Cia di kantin. Kedua, Kak Andra beliin Cia bubur, padahal Cia gak suka bubur. Ketiga, Kak Andra marah-marah sama cewek tadi. Cia gak suka Kak Andra gitu, pokoknya Cia gak mau makan," omel Cia.
Sabar, Andra tidak boleh emosi. Sedari tadi ia berusaha menahan emosinya. Andra memang berbeda dari Andri. Andra sedikit lebih emosian dibandingkan dengan Andri. Ia tidak mau membuat gadis mungilnya sedih lagi.
"Cia makan ya," bujuknya.
"Enggak, gak mau. Cia gak suka bubur, gak enak."
"Perut Cia masih kosong, gak bisa asal isi makanan yang berat-berat. Cia makan bubur dulu, habis itu baru Kakak beliin makanan yang lain."
"Enggak!"
"Cia ...."
"Gak mau Cia bilang! Kak Andra denger gak, sih?!"
Andra menarik napasnya panjang lalu menghembuskannya perlahan. Emosinya kini memuncak, ditambah lagi Cia yang semakin lama semakin tidak nurut.
Cia takut saat mendapat tatapan tajam dari Andra. Baru kali ini Andra melihatnya dengan tatapan semengerikan itu. Cia takut, sungguh ia takut jika Andra marah padanya. Cukup lama Cia menunggu, namun Andra masih diam saja dengan tatapan dinginnya. Mungkin, saat ini bubur yang Andra beli sudah dingin.
"Kak Andra kok diam," ucap Cia takut-takut. "Kak Andra marah ya sama Cia? Maafin Cia, Cia minta maaf. Kak Andra jangan marah sama Cia hiks ... Cia gak mau Kak Andra marah. Kak Andra jangan marah, 'ya."
"Makan kalo gak mau Kakak marah," ucap Andra dengan nada dingin.
Cia menganggukkan kepalanya. Terpaksa ia memakan bubur, meskipun tidak suka. Ditambah lagi buburnya sudah hampir dingin. Baru saja tiga suap yang Andra berikan, Cia rasanya sudah ingin muntah.
"Huek ... Udah Kak, Cia mau muntah," ucapnya sambil menutup mulutnya agar Andra tidak menyuapinya lagi.
Andra sebenarnya kasihan melihat Cia. Namun jika Cia tidak makan, ia malah jadi semakin khawatir. Sudahlah, setidaknya Cia sudah memakan buburnya walaupun hanya tiga suap.
"Kenapa gak sarapan tadi pagi?" tanya Andra masih dengan nada dingin. Ia hanya ingin memberi peringatan pada Cia jika ia tidak suka Cia membantahnya, apalagi Cia tidak memikirkan kesehatannya.
Cia hanya menggelengkan kepalanya. Cia yang tadinya duduk sambil sandaran, kini menekuk lututnya lalu menangis. Ia tidak suka Andra yang dingin.
"Kenapa nangis?" Andra sebenarnya tau jika Cia tidak suka sifatnya yang dingin. Cia tidak menggubris ucapan Andra. Andra menjadi tidak tega melihat Cia yang menangis. Andra pun berdiri kemudian mendekap tubuh mungil Cia. Ia benar-benar tidak suka melihat gadis mungilnya menangis. "Udah, jangan nangis, Kakak gak marah. Asalkan, Cia harus nurut sama apa yang Kakak bilang, gak boleh bantah," ucapnya dengan lembut.
Akhirnya tangisan Cia pun mulai berhenti. Andra sedikit lega karena Cia sudah tidak menangis lagi dan wajahnya sudah tidak pucat lagi. "Mau pulang," ucap Cia.
"Kuat jalan?" Cia menganggukkan kepalanya.
Andra pun menuruti mau Cia. Ia izin pada guru piket untuk mengantar Cia pulang. Masalah tasnya dan tas Cia itu hal gampang, ada saudara kembarnya.
Setelah mendapat izin, Andra segera mengantar Cia pulang. Beberapa saat perjalanan, Cia malah tertidur pulas. Andra geram sekali melihat bulu mata lentik gadis itu, beserta bibir dan hidung yang mungil.
Sesampainya di rumah Cia, gadis itu masih saja tidur. Andra tidak tega jika harus membangunkannya. Andra pun memutuskan untuk menggendong Cia. Cia yang digendong malah menenggelamkan wajahnya pada dada Andra. Tubuhnya yang mungil membuat Andra tidak kesusahan menggendongnya.
Saat memasuki rumah Cia, Andra langsung bertemu dengan Mama Cia. "Loh, kok udah pulang? Terus itu Cia kenapa?" tanya Mamanya.
"Cia tadi sempat sakit, Tante. Tapi sekarang udah mendingan. Ini Cia cuma ketiduran," jelas Andra.
"Ya sudah, kamu Antar Cia ke kamarnya ya. Kamu naik aja ke lantai dua, habis itu sebelah kanan ada pintu warna pink yang ada biodata Cia, itu kamarnya." Andra menganggukkan kepalanya.
Sesuai dengan yang mama Cia bilang. Sebelah kanan, pintu warna pink, biodata Cia. Andra tersenyum ketika melihat biodata Cia. Biodata itu sangat unik. Bahkan sampai ada aturan yang harus dipenuhi ketika memasuki kamarnya. Contohnya, orang yang jalannya tidak memijak lantai, dilarang masuk. Itu artinya bukan manusia, Cia takut.
Setelah memasuki kamar Cia, Andra melihat sekelilingnya dipenuhi dengan warna pink. Bahkan, sampai langit-langit kamarnya pun berwarna pink putih dihias seperti awan. Andra pun meletakkan Cia di atas kasur pink miliknya. Ini yang pertama kalinya Andra masuk ke kamar anak gadis orang.
•••
"Bagaimana dengan perkembangannya, Dok?"
"Sampai saat ini, kondisinya masih belum ada perubahan sama sekali. Kecil kemungkinan untuk anak Ibu selamat, karena kankernya sudah stadium akhir," jelas Dokter tersebut.
"Saya mohon Dok, tolong selamatkan anak saya. Berikan penanganan terbaik, saya mohon," ucap wanita paruh baya itu di sela tangisannya.
Bahkan setelah hampir satu tahun, kondisi Azka malah semakin memburuk. Mamanya sudah sering sekali menangis, takut terjadi apa-apa pada anaknya itu. Hanya Azka anak yang ia punya saat ini. Ia tidak ingin Azka meninggalkan dirinya seperti waktu putrinya meninggalkannya.
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Ibu banyak-banyak berdo'a saja untuk kesembuhan anak Ibu."
Segala usaha telah ia lakukan untuk menyembuhkan penyakit anaknya. Ia harap, ia tidak merasakan kehilangan anaknya untuk yang kedua kalinya. Ia tidak akan sanggup jika harus kehilangan kedua anaknya.
"Kamu harus kuat Azka. Kamu janji gak akan ninggalin Mama. Kamu jagoan Mama sampai kapanpun," lirihnya. "Kamu ingat Vania, dia pasti sedih jika tau keadaan kamu yang semakin memburuk. Kamu harus kuat, demi Mama, papa, dan Vania. Kamu bilang kamu bahagia bisa mengenal dia. Mama mohon bertahanlah, kamu kuat, lawan penyakitmu sayang." Sungguh Mama Azka tak kuasa lagi menahan tangisnya. Papanya Azka sedang ke kantin untuk membeli makanan.
Ia ingat sekali ketika Azka bercerita padanya. Waktu itu, Azka bercerita pada dirinya. Azka bilang, ia telah menemukan sosok gadis yang membuat dirinya lebih semangat menjalani hari-harinya. Ia bahkan lupa dengan sakit yang dideritanya berkat gadis itu. Gadis itu cantik, sama seperti tuan putrinya. Azka berjanji akan selalu menjaga gadis itu semampunya. Azka tak akan membiarkan siapapun menyakiti gadisnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)
Short Story[TAHAP REVISI] Mempunyai dua saudara kembar laki-laki, memang cukup menyebalkan. Namun, bagaikan dikawal oleh dua bodyguard. Kembar, namun berbeda. Bagaimana jadinya, jika tiga saudara kembar yang sama menyebalkannya, dipersatukan? Akankah tetap da...