Serba salah

129 33 0
                                    

Sesampainya di rumah Cia, gadis itu turun dari motor dengan bantuan Andra, lalu langsung memasuki rumah sambil menghentakkan kakinya. Tepat saat itu, Dennis sepertinya baru pulang dari kampus. Andra bingung sendiri harus menjelaskan apa pada Dennis. Sudah pasti Dennis akan bertanya mengapa adiknya jadi seperti itu.

"Pasti maunya gak lo turuti," ucap Dennis yang berdiri di sebelah Andra. "Emang dia mau apa?" tanya Dennis saat sudah duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Andra pun ikut duduk di kursi satunya di dekat Dennis.

"Itu, apa, bingung gue mau jelasinnya."

"Santai aja, gak akan kaget gue sama permintaan aneh tuh anak."

"Hm ... Cia minta gue beliin bayi. Dimana coba gue beli bayi, udah berasa beliin dia permen karet kali ya."

Dennis tertawa mendengar penjelasan Andra. "Udah, tenang aja, dia orangnya pelupa. Dulu dia juga pernah minta itu sama gue, tapi besoknya lupa."

"Kalo dia gak lupa gimana?"

"Ya, lo turuti lah."

"Gimana gue bisa turuti. Emangnya bayi bisa dibeli di toko."

"Usahain," ucap Dennis lalu menepuk pundak Andra sebelum Dennis memasuki rumahnya. "Bentar, gue panggil Cia."

Dennis memasuki rumah, namun ia tak sengaja bertemu Cia yang hendak berjalan keluar rumah. Cia pun sudah mengganti bajunya dengan baju kaos oblong dan celana Levis pendek. Bajunya yang besar membuat celananya tak terlihat. Bahkan bajunya hanya sedikit di atas lutut.

"Mau ke mana?" tanya Dennis pada Cia.

"Ketemu kak Andra."

"Udah pulang." Dennis berbohong, jelas-jelas Andra masih duduk di teras.

"Ih ... Kok pulang gak bilang Cia. Awas aja ya, Cia gak mau temenan sama Kak Andra lagi," kesalnya dengan wajah imutnya.

"Tapi bohong," ucap Dennis sambil tertawa.

Cia melihat ke arah Dennis, "nyebelin, nyebelin, semuanya nyebelin!" kesalnya lagi.

"Udah, sana, entar pulang beneran loh."

Cia pun keluar rumah menemui Andra yang masih duduk di teras. Sementara Andra sudah menyiapkan banyak kata untuk menjawab permintaan Cia yang tak mungkin ia penuhi.

"Eh, Cia. Sini duduk," ucap Andra. Cia pun duduk di tempat yang tadi Dennis duduki. "Maaf ya, untuk sekarang, Kak Andra gak bisa turuti permintaan Cia."

"Emang, Cia minta apa?"

"Cia kan minta--" Andra teringat akan kata-kata Dennis bahwa Cia pelupa. Semoga saja apa yang Dennis katakan itu benar, bahwa Cia lupa soal permintaannya beberapa jam lalu. "Emang, Cia gak minta apa-apa ya?" tanya Andra pura-pura tidak tahu.

"Enggak. Kan papa uangnya banyak, masa Cia minta-minta sama Kak Andra." Sebenarnya bukan itu yang Andra maksud. Cuma, yasudahlah, bagus jika Cia lupa akan permintaannya.

"Iya juga sih. Ya udah, Kakak pulang, ya?"

"Enggak, gak boleh pulang!"

"Loh, terus gimana? Ini Kakak bau keringet loh, gerah banget. Kakak pulang, ya. Besok Kakak jemput lagi."

"Enggak, hua ... Gak boleh!" Nangis lagi. Andra harus apa jika begini? Lama-lama ia bisa terkena sakit maag karena pusing mendengar Cia yang terus-menerus menangis. Dan bisa-bisa perutnya terkena migrain.

"Terus gimana? Cia mending tidur siang, istirahat, Kakak pulang."

"Cia tidur siang, Kakak temenin sampai Cia tidur, habis itu Kakak pulang," ucapnya.

"Iya, Kakak tunggu sini, gak akan pulang sebelum Cia tidur."

Cia menggelengkan kepalanya, "Kakak temenin di kamar Cia, sampai Cia tidur." Ayolah, kapan ucapan Andra bisa dimengerti Cia. Sepertinya lagi-lagi Andra salah bicara.

"Cia ditemenin abang aja."

"Enggak!" teriak Cia. "Pokoknya, Cia maunya tidur ditemani Kak Andra! Kak Andra kenapa sih kok gak mau banget nurutin maunya Cia. Cia cium, katanya gak boleh. Cia minta temenin tidur siang, gak mau. Terus besok-besok apa lagi?"

"Kakak jelasin pun, Cia gak akan ngerti. Nanti Cia bakal ngerti sendiri kenapa Kakak gitu."

"Enggak!"

"Kenapa sih anak Mama teriak-teriak, malu loh didengar tetangga," ucap Mama Cia yang keluar dari dalam rumah karena mendengar anaknya yang berteriak.

"Kak Andra gak mau temenin Cia tidur siang. Kak Andra malah bilang mau pulang mulu," adunya pada Mamanya.

"Sayang, wajar kalo Kak Andra gak mau. Cia tidur siang sendiri aja, Kak Andra pasti capek. Nanti, kalo Kak Andra kecapekan, jadi sakit. Kalo sakit, Cia gak bisa ketemu Kak Andra lagi. Emang, Cia mau?" bujuk Mamanya. Dengan cepat Cia menggelengkan kepalanya. "Ya udah, sekarang Cia tidur, biarin Kak Andra pulang, dia mau istirahat." Cia pun menganggukkan kepalanya kemudian hendak memasuki rumah.

"Kak Andra gak mau cium pipi Cia dulu? Biasanya abang gitu, sama papa juga," tanya Cia sebelum memasuki rumah.

"Eng--"

"Enggak lagi?! Kenapa sih Kakak tuh gak mau banget bilang iya. Apa susahnya bilang iya, gitu. Cuma tiga huruf, Kak. Jawabnya enggak mulu, enggak lagi, enggak terus."

"Cia ... Kakak gak mau, karena Kakak bau keringat. Entar, Cia malah ikutan bau, terus orang-orang jadi gak mau dekat-dekat Cia." Semoga saja cara Andra kali ini berhasil.

"Em ... Ya udah deh. Dah, Kak Andra. Nanti kalo udah sampai rumah, mandi yang bersih biar bisa cium Cia," ucapnya sambil tersenyum manis. Ia tidak tau saja seberapa malunya Andra saat ini.

Mau taruh dimana muka Andra? Sungguh Andra sangat malu karena saat ini ada Mamanya Cia. Bisa-bisa Mamanya mikir jika Andra itu cowok tidak baik.

"Gapapa, Tante tau kamu malu karena Cia ngomong gitu saat ada Tante. Tante udah tau sifat Cia. Tante harap, kamu betah ya jagain Cia. Tante percaya, kamu anak baik, bisa jagain Cia," ucap Mama Cia setelah Cia benar-benar masuk ke dalam rumah.

"Eh, iya Tan," balas Andra yang sedikit tersenyum.

Syukurlah, ternyata dugaan Andra salah. Untung saja Mama Cia tidak berpikir yang aneh-aneh tentang dirinya. Andra tidak tau harus apa jika dirinya dikira bukan anak baik-baik. Secara, dirinya kan anak baik-baik, manis, ganteng, baik hati lagi.

"Kalo gitu, Andra pamit pulang ya, Tan." Andra mencium punggung tangan Mamanya Cia. Setelah itu, Andra pun akhirnya bisa pulang.

Sebenarnya Cia itu cantik sekaligus unik. Hanya saja, tingkat kepolosannya melebihi batas. Andra sering kali kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Cia. Atau bahkan, Andra kehabisan cara untuk menuruti kemauan gadis itu.

Awalnya Andra sedikit heran mengapa orang tua Cia, mempercayakan dirinya untuk menjaga Cia. Padahal, mereka belum kenal lama. Apa mungkin karena Andra adalah anak baik-baik sekaligus tampan? Pikirnya. Mungkin saja lah. Lagipula itu memang kenyataannya, bukan?

Andra memang bersikap dingin pada orang-orang. Tapi, tidak pada orang yang sudah masuk ke dalam kehidupannya. Contohnya Cia, gadis itu telah berhasil masuk ke dalam kehidupannya.

•••

Tekan bintang di pojok kiri bawah cuma sedetik kok sayang🙃

Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang