Cerita Mentari: 16

485 129 39
                                    

Cerita Mentari

Chapter 16: Aphelion

.
.
.

Jika aku matahari dan kamu bintang siarah, lantas mengapa kamu selalu berada pada titik aphelion? Apakah sebegitu inginnya kamu menjauh dariku? Meski kamu tahu aku akan memberikan seluruh duniaku untukmu.

.
.
.

Mata laki-laki yang sebentar lagi memasuki umur kepala tiga itu terpejam erat. Lelehan senyawa cair terus keluar dari maniknya. Tak pernah ia sangka akan datang keadaan di mana hidup terasa lebih sulit dari masa lalunya.

Sakit yang diderita saat itu tak sebanding dengan rasa khawatir pada sosok pemilik dunianya. Terkadang ia lebih memilih Tuhan menyakiti dirinya saja dibanding orang yang ia jaga sepenuh hati. Sebab ia bisa menanggung semua sakit itu berulang kali, tapi tidak dengan sesak yang didapat ketika melihat istrinya terbaring tanpa tahu kapan akan bangun.

Hatinya sakit. Sungguh.

Seperti ada sebuah batu besar yang menindihnya, tak membiarkan ia bernapas lega barang sedikit pun.

Perasaannya kacau. Pun dengan penampilannya. Ia bahkan tak peduli lagi orang memandang dengan tatapan tak nyaman ketika melihat tampilan dirinya begitu buruk.

"Haechan, Aera sudah kutangani. Kamu harus tenang dan ganti baju. Lihatlah, pasir pantai mengotori kemejamu." Yangyang berkata seraya menepuk bahu Haechan, sedikit menyingkirkan pasir pantai dari baju temannya.

Tak ada jawaban berarti dari si pemilik senyum secerah mentari itu. Ia hanya diam sembari membuka mata yang tadi terpejam. Tatapannya kosong, tak bisa terbaca apa yang kini sedang dirasakannya.

"Haechan, Aera akan baik-baik saja. Tadi keadaannya memang sempat down, tapi aku sudah memberinya pertolongan dan sekarang dia sedang diinfus. Berdoalah yang terbaik untuk Aera, dia pasti kembali padamu Haechan."

Haechan tersenyum tipis demi membalas ucapan Yangyang. "Bolehkah aku berharap, Yangyang? Setidaknya, aku ingin mencintai Aera lebih lama. Meski dia tidak akan membalas perasaanku, tidak apa. Aku bisa terus memberinya cinta dengan tulus."

"Haechan, kenapa berpikir seperti itu? Yakinlah, Aera pasti membalas cintamu suatu saat. Hari itu akan datang, Haechan. Kamu harus optimis, seperti Haechan yang aku kenal."

Tawa sumbang keluar dari bibir Haechan. "Ada beberapa keadaan di mana aku tak yakin pada diriku sendiri. Aku takut Aera tak bisa menerima diriku setelah semuanya, tapi di atas itu, aku lebih takut kehilangan Aera. Aku takut dia memilih pergi menyusul Jaemin. Bahkan saat ada aku yang menunggunya, aku takut Yangyang."

"Aera tidak akan pergi. Kamu dengar sendiri kan permintaan maafnya di pantai tadi saat dia sadar? Menurutku, dia pasti menyesali semuanya. Aku yakin dia akan membuka hatinya untukmu. Meskipun Jaemin mungkin masih ada di hatinya, tapi kamu juga pantas mendapat tempat tersendiri di hati Aera."

Menghapus jejak air mata yang terus meluruh tanpa perintah, Haechan kemudian berdeham pelan. "Yangyang, aku masih ingat saat Jaemin datang padaku dulu. Dia bilang, dia ingin aku menjaga sesuatu yang sangat berharga baginya. Dia ingin aku melindungi hal yang berharga itu. Aku tidak tahu kalau yang dia maksud adalah Aera. Gadis yang bahkan membuatku jatuh hanya karena melihat dua manik hitamnya."

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang