Cerita Mentari: 17

426 122 31
                                    

Cerita Mentari

Chapter 17: Rotasi Memori

.
.
.

Jika kenangan tercipta untuk diingat, lalu mengapa masa lalu ada untuk dilupakan?

.
.
.

Matahari memancarkan sinar jingga di ufuk timur. Bersinar temaram, mewarnai biru laut dengan cahaya keemasan.

Sekali lagi, alam menunjukkan keajaiban paling indah yang Tuhan beri pada mereka. Menyadarkan manusia bahwa segala sesuatu dapat terjadi jika Tuhan berkehendak.

Jam masih menunjukkan pukul enam ketika Haechan melangkahkan kaki di atas pasir pantai, memandang keelokan laut Bali yang tak kehilangan pesona meski baru disapu gelombang tinggi. Tidak pernah terpikirkan dalam hidup, kalau dirinya akan menginjakkan kaki di tempat yang ingin sekali dikunjungi banyak orang dari negaranya.

Bali adalah salah satu primadona sekaligus tempat menarik di mata orang dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan. Bahkan warga Korea Selatan menganggap jika Bali adalah tempat liburan mahal di mana hanya orang beruntung yang mampu ke sana.

Sekarang, Haechan ada di sini. Berdiri menatap lautan luas dalam keadaan kurang baik.

Sebenarnya, Bali masihlah sangat elok nan indah. Hanya saja Haechan datang ke tempat ini di waktu yang salah.

Ah, tiba-tiba saja ia berharap suatu hari nanti dirinya bisa ke tempat ini lagi. Tentunya di waktu dan keadaan yang lebih baik, bersama Aera.

"Doctor Lee!"

Haechan membalikkan tubuh ketika telinganya menangkap suara anak kecil memanggil. Tampak tiga anak tengah berjalan beberapa meter di depannya, ditemani satu orang relawan yang setia menjadi penerjemah agar komunikasi berjalan lancar.

"Annyeonghaseyo." Satu anak kecil memberi salam seraya membungkukkan tubuh ke arah Haechan. Senyum mengembang terukir di wajahnya ketika si anak kecil beradu tatap dengan Haechan.

Dokter yang mengabdikan diri sebagai relawan dan mewakili negaranya itu balas tersenyum. Ia berjongkok di depan sang anak, mengacak pelan rambut hitam anak itu. "Aigoo, kiyeowo."

Sang anak tertawa senang mendapati respon baik dari dokternya. "Dokter lihat, aku udah sembuh. Aku bisa main lagi sama teman-teman," ucapnya.

Haechan tak dapat menyembunyikan raut bahagia ketika mendapati Maharani sudah bermain dan tertawa bersama dua temannya. Meski harus melihat penerjemah beberapa kali untuk bisa mengetahui apa yang Maharani bicarakan. "Bagus. Maharani memang pintar."

"Hehe. Dokter juga baik."

Haechan hanya tersenyum sebagai tanggapan dari kalimat terakhir Maharani. Ia lalu berpamitan dan memilih lanjut berjalan, menikmati udara pagi di pantai sebelum sibuk mengurus para korban.

Hampir dua minggu berada di Bali. Korban yang berjatuhan mulai banyak ditemukan. Meski tak bisa lagi selamat, namun para relawan dan tim penyelamat berusaha untuk memberikan penguburan yang layak pada mereka.

Langit berwarna biru cerah ketika mentari semakin meninggi. Bisa Haechan lihat kawanan burung terbang di atas sana, menambah keindahan samudra luas milik alam semesta.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang