Cerita Mentari: 30 [END]

559 94 35
                                    

Cerita Mentari

Chapter 30: Untukmu, Matahariku

.
.
.

Karena hidupku sekarang milikmu dan duniaku sudah berganti menjadi dunia kita.

.
.
.

Tidak ada yang tahu apa yang akan dihadapi dan terjadi pada masa depan. Sejatinya semua manusia hanya berpikir untuk tetap bertahan hidup di masa kini dan berharap terus diberikan kesempatan agar bisa melalui lebih banyak pengalaman hidup.

Beberapa dari mereka bahkan ada yang menyerah, tak sanggup melewati cobaan yang lebih berat untuk ditanggung. Memilih mengakhiri semuanya dan kehilangan kesempatan untuk mengalami hal lain.

Memang, saat ujian hidup datang. Semua orang pasti memiliki masa sulit untuk menghadapinya. Namun itulah kehidupan, nilai tertinggi yang bisa manusia pelajari dari hidup adalah ketika ia berhasil melewati cobaan berat yang menimpa.

Pun dengan Haechan dan Aera. Mereka adalah dua dari milyaran orang di dunia yang mengalami ujian hidup. Mungkin ada banyak yang kisahnya lebih menyedihkan dibanding mereka. Akan tetapi apa yang mereka lalui pun sebenarnya cukup untuk bisa diambil hikmah dan pelajaran.

Terutama tentang perjuangan, ketulusan, ikhlas, dan kekuatan cinta.

Mereka mulai memahami sekarang, kenapa Tuhan memberi mereka takdir menyedihkan. Itu karena bahagia akan terasa lebih berharga setelah melewati begitu banyak air mata.

Yeah, pelajaran paling bernilai memang datang dari kehidupan yang dialami diri sendiri.

"Lee Jaemin! Cepat pakai bajumu! Jangan terus berlari atau Eomma tinggal!"

Haechan tak dapat menahan tawa ketika Aera berteriak pada Jaemin yang kini berlarian mengitari ruang tengah rumah mereka.

Ya, rumah. Mereka memang sudah memiliki rumah sendiri, bukan lagi apartemen. Karena menurut Haechan, keluarga kecilnya lebih baik tinggal di rumah daripada di apartemen seperti sebelumnya. Setidaknya ia sudah berpikir seperti itu sebelum Jaemin lahir, namun baru terealisasikan setelah satu tahun umur sang anak.

Sudah 5 tahun terhitung sejak ia membeli rumah. Kini umur Jaemin enam tahun. Anak itu tumbuh menjadi sosok yang kuat dan pintar. Jaemin terlihat seperti cerminan dari seseorang yang berjasa dalam kehidupan Haechan dan Aera.

Hanya saja ada satu hal yang menyebalkan dari Jaemin mereka.

"Yak! Lee Jaemin! Eomma bilang berhenti!"

Itulah yang menyebalkan. Jaemin tidak pernah mendengar perintah ibunya dengan baik. Ia harus diteriaki berkali-kali baru bisa menurut. Mirip dengan Haechan sewaktu kecil.

Tawa Haechan semakin terdengar seiring dengan suara lari Jaemin di ruang tengah rumah.

"Astaga Lee Haechan! Cepat bantu aku memakaian Jaemin baju! Jangan hanya tertawa begitu! Lihatlah anakmu! Dia sama menyebalkannya sepertimu!" Aera bersungut-sungut. Kesal sekali melihat Haechan hanya tertawa seraya memperhatikan ia mengejar Jaemin dari sofa.

[2] Cerita Mentari | LHC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang